Khazanah
Beranda » Berita » Ucapan yang Dibenci Allah: Ketika Lisan Jadi Sumber Murka

Ucapan yang Dibenci Allah: Ketika Lisan Jadi Sumber Murka

Ucapan yang Dibenci Allah: Ketika Lisan Jadi Sumber Murka
Ilustrasi (Foto: Google)

SURAU.CO – Sebagai seorang muslim, kita harus menjaga lisan dengan sungguh-sungguh. Menjaga lisan bukan sekadar urusan adab. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lisan yang kecil namun tajam ini bisa mengangkat seseorang hingga derajat tinggi di sisi Allah, atau sebaliknya, menjerumuskannya ke dalam dosa besar.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Kalimat yang paling dibenci Allah adalah ketika seseorang menasehati, ‘Bertakwalah kepada Allah,’ lalu ia menjawab, ‘Urus saja dirimu sendiri!’” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, HR. an-Nasa’i dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah, dan disahihkan oleh al-Albani dalam as-Shahihah).

Hadis ini menekankan betapa beratnya akibat dari satu ucapan yang tampak sepele. Kalimat “urus saja dirimu sendiri” mewakili kebencian, penolakan terhadap kebaikan, dan kebencian terhadap orang yang memberi nasehat. Dalam pandangan Islam, menasihati sesama justru menunjukkan kasih sayang dan tanggung jawab sosial seorang muslim terhadap saudaranya.

Allah membenci ucapan itu karena pelakunya melakukan dua kesalahan besar sekaligus: menolak ajakan kepada kebaikan dan berpura-pura terhadap kebenaran. Orang yang berkata demikian menganggap dirinya sudah cukup baik dan tidak membutuhkan nasihat orang lain. Ia merasa lebih tahu dan menutup hati dari petunjuk. Sikap itu bukan hanya melukai hati orang yang memberi nasihat, namun juga menutup pintu hidayah bagi dirinya sendiri.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Contoh dari Kisah Nabi Nuh

Sikap sombong terhadap nasihat bukanlah hal baru. Allah telah menceritakan dalam Al-Qur’an bagaimana kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam menolak ajakan kebaikan dengan kesombongan yang luar biasa.

Allah berfirman dalam QS. Ayat Nuh 5–7:

“Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanya membuat mereka semakin lari dari kebenaran. Setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinga, menutupkan bajunya ke wajah, dan tetap mengingkari serta sangat menyombongkan diri.’”

Ayat ini menggambarkan betapa angkuhnya manusia yang menolak kebenaran. Kaum Nabi Nuh bukan hanya menolak ajakan sang nabi, namun juga menutup telinga dan hati mereka agar tidak mendengar kebenaran. Mereka menolak nasehat dengan kesombongan, dan sikap itu membuat mereka jauh dari rahmat Allah.

Bahaya Lisan yang Tidak Terjaga

Rasulullah ﷺ memperingatkan bahwa banyak orang masuk neraka bukan karena dosa besar yang mereka lakukan, tetapi karena ucapan yang mereka anggap ringan. Dalam hadis riwayat Tirmidzi, beliau bersabda:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

“Sesungguhnya seseorang mengucapkan satu kalimat yang diridai Allah tanpa ia pikir, maka Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seseorang mengucapkan satu kalimat yang dimurkai Allah tanpa ia pikirkan, maka ia terjatuh ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat.”

Hadis ini menegaskan bahwa ucapan yang menyakiti, menolak kebenaran, atau meremehkan nasihat termasuk kalimat yang mendatangkan murka Allah. Oleh karena itu, setiap muslim harus berpikir sebelum berbicara dan memastikan lisannya hanya mengeluarkan kata-kata yang baik.

Cara Bijak Menerima Nasihat

Menerima nasihat bukanlah hal yang mudah. Banyak orang merasa kejang ketika ada yang menegurnya,  Namun, seorang muslim yang sejati akan menahan diri, membuka hati, dan berpikir jernih sebelum bertindak. Allah memuji orang-orang yang mau menerima nasihat dan memperbaiki diri setelah mendengarkan.

Sikap terbaik ketika seseorang memberi nasihat adalah menjawab dengan kalimat positif seperti, “Terima kasih sudah mengingatkan,” atau “Insya Allah saya akan memperbaikinya.” Ucapan sederhana itu menunjukkan kerendahan hati dan keinginan untuk berubah menjadi lebih baik.

Sebaliknya, ucapan sinis seperti “Urus saja dirimu sendiri,” atau “Kamu juga belum tentu lebih baik,” menampilkan hati yang tertutup dari kebenaran. Tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan orang yang berdosa pun tetap bisa menyampaikan nasehat selama isi nasehat itu benar dan sesuai ajaran agama.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Menjaga Lisan Sebagai Bentuk Takwa

Menjaga lisan menunjukkan ketakwaan seseorang. Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 11–12 agar umat Islam tidak saling mencela, tidak memberi julukan buruk, dan tidak berprasangka jahat. Semua perbuatan itu berawal dari lisan yang tidak terkendali.

Orang yang mampu menjaga lisannya berarti menjaga kehormatannya sendiri. Lisan yang lembut menunjukkan hati yang bersih, sedangkan lisan yang kasar menandakan hati yang kotor. Rasulullah ﷺ bersabda, “Iman seseorang tidak akan lurus hingga hatinya lurus, dan hatinya tidak akan lurus hingga lisannya lurus.” (HR.Ahmad).

Ketika seseorang mengingatkan kita dengan kalimat, “Bertakwalah kepada Allah,” kita harus menyambutnya dengan rasa syukur. Nasihat itu berarti Allah masih peduli dan ingin membimbing kita melalui perantara orang lain.

Kita harus belajar memahami hati dan berhati-hati dalam berbicara. Satu kalimat bisa membuat Allah menyelamatkan kita, tapi satu kalimat pula bisa membuat-Nya murka. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang Allah jaga dari kejahatan lisannya, maka Allah akan memasukkannya ke surga.” (HR.Ahmad).

Menjaga lisan berarti menjaga iman. Oleh karena itu, mari kita kendalikan setiap kata yang keluar dari mulut kita.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement