SURAU.CO – Dunia Islam pernah melahirkan seorang intelektual ulung yang karyanya tak lekang oleh zaman. Ia adalah Abdul Malik bin Quraib Al Asma’i, seorang sarjana multitalenta yang lahir pada tahun 739 M di Basrah, Irak. Al-Asma’i bukan sekadar nama dalam sejarah. Ia merupakan mercusuar pertama yang menerangi jalan ilmu alam dan zoologi, bahkan merangkai mahakarya dalam bentuk kumpulan sajak. Keberadaannya menjadikannya salah satu dari tiga anggota terkemuka dari sekolah filologi Arab Basrah yang tersohor. Sebuah bukti nyata akan kedalaman pemikiran dan keahliannya dalam bahasa.
Al-Asma’i perrnah menjadi mahasiswa berbakat yang berguru kepada Abū ʿ Amr ibn al-ʿ ala ʾ sang pendiri sekolah Basrah. Bakat Al-Asma’i dengan cepat menarik perhatian. Reputasinya yang cemerlang membawanya bergabung dengan istana Khalifah Abbasiyah, Harun al-Rasyid, di Baghdad. Di sana, ia tidak hanya terkenal karena kesalehan dan gaya hidupnya yang sederhana, tetapi juga sebagai tutor bagi putra-putra khalifah—yang kelak menjadi Khalifah Al-Amin dan Al-Ma’mun. Kedekatannya dengan wazir Barmakid semakin menegaskan posisinya sebagai figur yang dihormati dan berpengaruh di lingkaran istana. Pengetahuannya yang luar biasa tentang bahasa Arab klasik menjadi fondasi utama bagi semua karyanya.
Warisan Abadi Al -Asmai dalam Bahasa dan Puisi
Al-Asma’i menguasai prinsip-prinsip bahasa Arab klasik dengan sangat mendalam. Berkat keahliannya ini, sebagian besar koleksi puisi Arab pra-Islam yang masih ada saat ini, yang disusun oleh murid-muridnya, memiliki dasar yang kokoh dari prinsip-prinsip yang ia ajarkan. Ia juga menyusun sebuah antologi berjudul Al-Asma ʿ īyāt, sebuah karya yang secara jelas menampilkan preferensinya terhadap puisi-puisi yang bersifat sajak sedih dan kebaktian. Pendekatan dan perhatian kritisnya terhadap tradisi otentik dianggap sebagai hal yang luar biasa pada masanya, menunjukkan betapa visionernya ia dalam melestarikan khazanah sastra.
Para ilmuwan mengaitkan sekitar 60 karya dengan Al-Asma’i, yang sebagian besar berfokus pada hewan, tumbuhan, adat istiadat, dan bentuk-bentuk gramatikal yang berhubungan dengan puisi Arab pra-Islam. Menariknya, banyak dari karya-karya tersebut masih eksis hingga kini, umumnya dalam bentuk turunan yang dibuat oleh murid-muridnya. Hal ini membuktikan dampak besar dan keakuratan intelektualnya, yang berhasil diteruskan melalui generasi. Al-Asma’i tidak hanya seorang penyair atau filolog; ia adalah seorang ilmuwan yang sistematis, menorehkan jejak abadi di berbagai disiplin ilmu.
Mempelopori Ilmu Zoologi dan Anatomi
Nama Abdul Malik bin Quraib Al Asma’i semakin berkibar setelah ia menulis sederet karya besar tentang ilmu zoologi. Salah satu buah pemikirannya yang sangat terkenal dan mengupas tuntas tentang hewan adalah kitab Al Khail, sebuah ensiklopedia yang membahas seluk-beluk binatang kuda secara mendalam. Selain itu, ia juga menulis kitab Al Ibil, yang mengupas segala hal tentang unta, dua hewan yang memiliki peran krusial dalam kehidupan masyarakat Arab kala itu. Dedikasinya terhadap zoologi tidak berhenti di situ. Ia juga menulis Kitab ash-Sha’ tentang kambing, serta Kitab al-Wuhush yang membahas hewan liar.
Minat Al-Asma’i dalam pemuliaan dan peternakan kuda serta unta mendorong lahirnya kerja ilmiah yang sistematis oleh orang Arab sejak awal abad ke-7. Ketika pemerintahan Khalifah Umayyah, klasifikasi dan sifat hewan serta tumbuhan mulai dikaji dan dicatat oleh beberapa ilmuwan. Namun, hasil kajian Al-Asma’i amat populer di kalangan ilmuwan pada abad ke-9 dan ke-10. Hal itu menandakan bahwa kontribusinya bukan sekadar catatan, melainkan panduan ilmiah yang mendalam.
Pionir dalam Kajian Manusia dan Dampak Abadi
Al-Asma’i tidak hanya membatasi kajiannya pada dunia hewan; ia juga menyelami misteri manusia melalui Kitab Khalq al-Insan. Buku terakhirnya tentang anatomi manusia ini membuktikan pengetahuannya yang mendalam dan luas mengenai bidang tersebut. Ia tercatat sebagai ilmuwan pertama yang secara serius mempelajari anatomi manusia, membuka jalan bagi penelitian medis di kemudian hari. Ini menunjukkan cakupan keilmuan Al-Asma’i yang sangat luas dan lintas disiplin.
Salah satu kitabnya yang sangat fenomenal adalah Kitab al-Ashma’i, sebuah karya yang masih menjadi rujukan penting bagi ilmuwan di Austria pada paruh kedua abad ke-19 M. Fakta ini menegaskan relevansi dan kualitas abadi dari penelitian Al-Asma’i, yang melampaui batas geografis dan waktu. Ilmuwan hebat ini menghembuskan napas terakhir pada tahun 831 M di Basrah, meninggalkan warisan intelektual yang tak ternilai harganya. Abdul Malik Al-Asma’i bukan hanya seorang sarjana; ia adalah jembatan yang menghubungkan pengetahuan kuno dengan inovasi masa depan, seorang pionir yang membentuk dasar bagi banyak ilmu pengetahuan modern.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
