SURAU.CO – Rasa malu adalah perhiasan yang tak ternilai bagi seorang Muslimah. Ia bukan sekadar perasaan atau sifat, tetapi cerminan dari kemuliaan jiwa dan ketulusan iman. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah: 4171).
Hadis ini menegaskan bahwa haya’ (malu) adalah mahkota terindah yang menghiasi seorang Muslimah. Ia bagaikan permata yang menjaga kehormatan diri, menghaluskan tutur kata, menundukkan pandangan, dan membentengi langkah dari hal-hal yang mendekati dosa.
Rasa Malu: Sumber Kemuliaan
Rasa malu bukan tanda kelemahan. Justru ia adalah kekuatan moral yang menjaga fitrah wanita. Dalam Islam, malu adalah bagian dari iman. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Malu itu bagian dari iman, dan iman itu di surga. Sedangkan ucapan keji bagian dari kekasaran, dan kekasaran itu di neraka.” (HR. At-Tirmidzi).
Seorang Muslimah yang memiliki rasa malu akan berhati-hati dalam berpakaian, berbicara, dan berperilaku. Ia tidak ingin menampakkan keindahan dirinya kecuali kepada yang berhak, karena ia tahu aurat bukan hanya soal kain, tapi juga soal kehormatan dan rasa takut kepada Allah.
Malu yang Menjaga Martabat
Malu membuat seorang wanita tidak mudah tergoda oleh sorotan dunia modern yang menjadikan aurat sebagai komoditas dan perhatian sebagai kebanggaan.
>Malu membuatnya menundukkan pandangan, menjaga tutur, serta menahan diri dari perilaku yang merendahkan harga dirinya.
Seorang Muslimah yang menjaga rasa malunya sejatinya sedang menjaga kehormatan umat. Ia menolak menjadi bagian dari budaya pamer tubuh dan gaya hidup bebas. Ia lebih memilih diam dalam kesederhanaan daripada tampil dalam kemaksiatan.
Malu pula yang menahan seorang istri untuk tidak bersuara kasar pada suaminya, yang mendorong seorang anak untuk tidak membantah orang tuanya, yang menjadikan seorang gadis menjaga batas dengan lawan jenisnya. Semua itu adalah buah dari rasa malu yang berakar pada iman.
Malu yang Terpuji dan Malu yang Tertolak
Namun tidak semua malu itu terpuji. Ada malu yang dikecam, yaitu malu yang membuat seseorang enggan menuntut ilmu, malu berbuat benar, atau malu menegakkan kebenaran.
Malu yang sejati adalah malu karena Allah — malu melakukan maksiat meski sendirian, malu berbuat dosa meski tidak dilihat manusia.
Ulama berkata, “Barang siapa malu kepada Allah sebagaimana mestinya, maka ia akan menjaga kepala dan isinya, perut dan apa yang dikandungnya, serta mengingat kematian dan kehancuran.”
Malu yang benar melahirkan ketenangan dan kemuliaan, sedangkan malu yang salah melahirkan kebodohan dan ketertinggalan. Maka seorang Muslimah harus bijak menempatkan rasa malu — antara menjaga kehormatan dan tetap berani dalam kebaikan.
Mahkota yang Tidak Boleh Lepas
Mahkota dunia bisa hilang, tapi mahkota rasa malu tidak boleh tanggal dari diri seorang Muslimah. Jika rasa malu telah sirna, hilanglah penjaga kehormatan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika engkau tidak malu, maka lakukanlah sesukamu.” (HR. Al-Bukhari).
Bukan berarti Islam membebaskan dosa, tetapi menunjukkan bahwa hilangnya rasa malu adalah tanda pudarnya iman.
Maka seorang Muslimah yang masih meneteskan air mata karena takut dosanya terbuka, yang menunduk karena khawatir melanggar batas syar’i, sejatinya sedang menjaga mahkota yang paling berharga.
Menumbuhkan Kembali Rasa Malu
Di zaman ketika aurat menjadi mode dan dosa dijadikan kebanggaan, tugas utama seorang Muslimah adalah menumbuhkan kembali rasa malu dalam dirinya dan lingkungannya.
Mulailah dari hal-hal kecil:
Menjaga pandangan di media sosial,
Memilih pakaian yang menutup aurat dengan sempurna,
Berbicara lembut dan tidak menggoda,
Menolak pujian yang berlebihan dari yang bukan mahram,
Mengingat bahwa Allah selalu melihat.
Malu adalah penjaga yang tak pernah tidur. Ia mengingatkan di kala lupa, menahan di kala tergoda, dan mengembalikan kita kepada jalan taat.
Penutup
Wahai Muslimah,
Peliharalah mahkota malumu sebagaimana engkau menjaga kehormatan dirimu. Karena di situlah letak keindahan sejati. Dunia mungkin menilai kecantikan dari wajah, tetapi Allah menilai kemuliaan dari rasa malu.
Jadilah wanita yang cantik karena taqwa, lembut karena iman, dan anggun karena malu. Sebab rasa malu adalah mahkota Muslimah yang tak akan pernah lekang oleh waktu — kilau yang hanya terlihat oleh mata orang beriman.
> “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah rasa malu.”
— (HR. Ibnu Majah: 4171)
Malu bukan kekangan, tetapi kehormatan. Ia adalah mahkota yang menjaga kemuliaan seorang Muslimah di hadapan manusia dan di sisi Allah. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
