SURAU.CO – Putih itu lambang kesucian. Ia tak hanya sekadar warna, tapi juga makna. Melihat barisan wajah-wajah berseri dalam balutan busana putih seperti dalam foto ini, hati seolah disapa kelembutan iman—mengingatkan kita bahwa kehidupan beriman bukanlah sekadar ritual, melainkan perjalanan untuk senantiasa mensucikan hati, pikiran, dan perbuatan.
Kebersamaan seperti ini bukan hal sepele. Ia menumbuhkan rasa ukhuwah, mempererat silaturahmi, dan menghidupkan semangat untuk menjadi hamba Allah yang lebih taat. Dalam setiap senyum dan langkah mereka, tersimpan tekad untuk terus menebar kebaikan, memperkuat nilai-nilai Islam, serta menanamkan semangat kebersamaan di tengah masyarakat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits ini, kita belajar bahwa kekuatan umat Islam terletak pada persatuan hati. Ketika satu hati disucikan dengan niat ikhlas karena Allah, maka akan lahir berjuta kebaikan dari tangan-tangan yang tulus.
Momen seperti ini—berkumpulnya para pendidik, pelajar, dan masyarakat dalam satu warna dan tujuan—adalah simbol kuat bahwa dakwah dan pendidikan Islam masih menjadi denyut kehidupan umat. Di tengah dunia yang penuh hiruk-pikuk modernitas, keberadaan mereka adalah cahaya yang terus menuntun generasi agar tidak kehilangan arah.
Putih bukan hanya pakaian
Ia adalah pernyataan diri:
“Kami datang untuk belajar, beribadah, dan berjuang bersama.”
Kebersamaan dalam suasana suci seperti ini meneguhkan kembali semangat tarbiyah, semangat mendidik diri untuk taat kepada Allah, disiplin dalam amal, serta rendah hati dalam pergaulan. Ia mengingatkan bahwa setiap insan, apa pun perannya—guru, pelajar, atau masyarakat—punya tanggung jawab untuk memelihara kesucian hati dan memperjuangkan kebenaran.
Maka dari itu, mari jadikan momen kebersamaan ini sebagai bahan renungan. Sudahkah hati kita seputih pakaian yang kita kenakan? Sudahkah niat kita bersih dari riya dan ujub? Karena hakikatnya, putih yang Allah nilai bukan yang terlihat di luar, melainkan yang bersemayam di dalam dada.
> “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal perbuatan kalian.” (HR. Muslim)
Semoga pertemuan yang diliputi warna putih ini menjadi saksi atas niat tulus untuk memperbaiki diri dan memperkuat ukhuwah. Semoga dari sinilah lahir generasi rabbani—yang berilmu, berakhlak, dan bermanfaat bagi umat.
Putih boleh pudar oleh waktu, tapi semangat suci dalam hati insya Allah abadi. Mari terus berjuang di jalan dakwah dengan niat yang lurus, langkah yang kokoh, dan hati yang bersih—karena keikhlasan adalah pakaian paling indah di sisi Allah.
CINTA IBU YANG MENYELAMATKAN HINGGA AKHIRAT
Tidak ada panggilan yang lebih lembut dan penuh kasih dari suara seorang ibu yang berkata, “Nak, jangan lupa sholat.” Kalimat itu sederhana, namun di baliknya tersimpan kasih yang tak terukur. Ibu bukan sedang mengatur atau memaksa, melainkan sedang menjaga agar anaknya tidak jauh dari Tuhan yang menciptakannya.
Ketika seorang ibu mengingatkan anaknya tentang sholat, sejatinya ia sedang menanamkan nilai disiplin, keikhlasan, dan kesadaran spiritual yang akan menjadi benteng hidup sang anak di dunia dan akhirat. Ia tahu, kehidupan ini tidak hanya tentang kesuksesan duniawi, tapi tentang bagaimana anaknya mampu selamat di hadapan Allah kelak.
Sholat bukan sekadar kewajiban, tetapi tali penghubung antara hamba dan Penciptanya. Ibu ingin anaknya tidak kehilangan arah dalam kesibukan dunia. Ia ingin setiap langkah anaknya selalu dimulai dengan doa, dan diakhiri dengan syukur. Itulah sebabnya ibu tidak pernah bosan mengingatkan, meski kadang anak merasa risih atau menganggapnya berlebihan.
Namun, ibu tetap sabar. Dalam hatinya hanya ada satu doa:
“Ya Allah, jadikan anakku anak yang sholeh, yang kelak bisa menuntunku menuju surga-Mu.”
Cinta ibu bukan cinta yang sebatas dunia. Ia mencintai dengan harapan dapat bersama anaknya di Jannah. Ia ingin kebahagiaan yang abadi, bukan yang sementara. Ketika ibu mengingatkan tentang sholat, ia sebenarnya sedang berkata,
“Nak, aku ingin kita bahagia bukan hanya di dunia ini, tapi juga di akhirat nanti.”
Besarnya Kasih Sayang
Betapa besar kasih seorang ibu—ia tidak hanya memikirkan makan dan pakaianmu, tetapi juga keselamatan jiwamu. Ia tahu bahwa dunia akan cepat berlalu, namun kehidupan akhirat kekal abadi.
Maka, jangan pernah merasa terganggu ketika ibu mengingatkanmu untuk sholat. Itulah bentuk cinta tertinggi yang seorang ibu bisa berikan: cinta yang menuntun menuju rahmat Allah.
Kelak, ketika ibu telah tiada, suara lembutnya yang mengingatkanmu untuk menunaikan sholat akan terus bergema di hati. Jadikan panggilan itu sebagai warisan cinta yang menghidupkan imanmu.
Karena sejatinya, ibu tidak hanya ingin melihatmu sukses di dunia — tapi ingin berjalan bersamamu di taman-taman surga,
dalam naungan ridha Allah yang abadi. 🌷
“Ya Allah, ampunilah dosa kedua orang tuaku, rahmatilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.” (QS. Al-Isra: 24). (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
