SURAU.CO-Ketika sikat rambut jadi saksi iman, Masyitoh berdiri teguh menghadapi kekuasaan Firaun. Kisah sikat rambut yang menjadi saksi iman itu berawal dari kejadian sederhana. Saat menyisir rambut putri Firaun, sisirnya terjatuh. Ia spontan menyebut nama Allah, bukan nama Firaun yang mengaku sebagai tuhan. Ucapan itu mengguncang istana megah dan menguji keyakinannya.
Masyitoh menatap ancaman Firaun dengan tenang. Ia tahu risikonya besar, tetapi hatinya tidak goyah. Ia menolak menyembah makhluk, sebab ia telah mengenal Tuhannya yang sejati. Firaun memerintahkan para algojo untuk menyiksa Masyitoh, namun perempuan itu tidak menyesal. Dalam hadis, Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa aroma harum tubuhnya semerbak hingga ke surga.
Iman Masyitoh tidak berhenti di ruang istana. Ia menembus waktu dan menyalakan api keyakinan bagi umat beriman. Masyitoh membuktikan bahwa iman tidak memerlukan status atau kedudukan untuk bersinar. Ia hanya butuh keberanian untuk berkata benar di tengah kebohongan. Banyak orang berkuasa, tetapi sedikit yang berani mempertahankan kebenaran seperti dirinya.
Kisah Masyitoh mengajarkan bahwa kekuatan spiritual jauh lebih besar dari kekuasaan politik. Ia tidak melawan dengan senjata, melainkan dengan keteguhan hati. Dalam dunia modern, keberanian seperti ini tetap relevan. Ketika nilai-nilai kebenaran terancam oleh ambisi, semangat Masyitoh menjadi pengingat agar kita tidak tergoda untuk menjual iman demi kenyamanan dunia.
Keteguhan Iman Masyitoh dan Relevansinya di Zaman Modern
Keteguhan iman Masyitoh di hadapan Firaun menembus batas zaman dan budaya. Nilainya tetap hidup di tengah masyarakat yang haus ketulusan. Saat manusia modern mengejar harta dan pengaruh, Masyitoh mengingatkan bahwa kemuliaan sejati terletak pada kesetiaan terhadap Tuhan. Iman sejati tidak lahir dari ritual semata, tetapi dari keberanian mempertahankan prinsip di saat semua orang memilih diam.
Banyak perempuan masa kini meneladani Masyitoh. Mereka tidak tinggal di istana, tetapi menghadapi tantangan serupa: menolak kecurangan, menjaga kehormatan, dan membela kebenaran. Guru yang menolak suap, pekerja yang menolak korupsi, atau penulis yang memilih jujur — semuanya menapaki jejak Masyitoh. Mereka hidup dalam tekanan, tetapi cahaya iman tetap menyinari langkah mereka.
Masyitoh mengajarkan bahwa kekuatan perempuan tidak hanya terletak pada fisik, tetapi pada keberanian spiritual. Ia berhadapan dengan raja yang paling kejam di bumi, tetapi tidak tunduk. Dunia mungkin menyaksikan tubuhnya hancur dalam bara, namun jiwanya terbang menuju surga. Keteguhan ini menjadi pelajaran bahwa iman adalah benteng yang tidak bisa ditaklukkan oleh siapa pun.
Kisahnya juga menegaskan bahwa iman sejati menuntut pengorbanan. Firaun bisa menguasai tubuh, tetapi tidak mampu menguasai hati. Itulah kemenangan sejati seorang hamba. Bagi siapa pun yang hidup di zaman ini, Masyitoh mengingatkan: jangan biarkan dunia memadamkan cahaya iman yang telah Allah nyalakan di dalam diri.
Cahaya dari Istana Firaun: Pelajaran Spiritual untuk Abad Ini
Cahaya iman Masyitoh bersinar dari reruntuhan istana Firaun hingga ke hati manusia zaman modern. Ia tidak meninggalkan harta atau warisan duniawi, tetapi meninggalkan pelajaran yang jauh lebih berharga. Setiap orang yang membaca kisahnya akan memahami bahwa keberanian spiritual mampu mengalahkan ketakutan paling dalam.
Nabi Muhammad SAW pernah mencium aroma wangi Masyitoh ketika Isra Mi’raj. Hadis ini menegaskan bahwa amal tulus tidak pernah hilang, bahkan setelah jasad lenyap. Masyitoh tidak mencari popularitas, tetapi ketulusan membuat namanya harum sepanjang sejarah. Dunia mungkin melupakannya, tetapi langit tidak pernah berhenti memuliakan.
Kisah Masyitoh memperluas makna jihad. Ia tidak mengangkat pedang, melainkan menegakkan iman. Jihad sejati dimulai dari dalam diri: melawan kebohongan, ketakutan, dan godaan dunia. Ketika seseorang mampu menjaga kejujuran di tengah kebohongan massal, ia telah menapaki jalan yang ditempuh Masyitoh.
Masyitoh menutup kehidupannya dengan ketenangan, bukan dengan penyesalan. Ia membuktikan bahwa kematian bukan akhir, tetapi awal perjalanan menuju keabadian. Siapa pun yang menjaga iman seperti dirinya akan menemukan kedamaian, bahkan di tengah badai kehidupan. Dari istana Firaun hingga dunia digital, pesan Masyitoh tetap menggema: iman sejati selalu hidup, bahkan di tengah api. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
