SURAU.CO – Dalam kehidupan sosial yang serba terbuka seperti hari ini, jari-jemari kita seringkali lebih cepat dari hati dan akal. Di era media sosial, menyebarkan berita, foto, atau rekaman tentang kesalahan orang lain menjadi hal yang dianggap biasa. Padahal, di mata Allah, perbuatan itu bukanlah hal ringan. Ia bisa menjadi dosa besar yang mendatangkan murka Allah dan kehinaan di dunia serta akhirat.
Imam Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata:
“Hukuman bagi orang yang menyebarkan kejelekan terhadap saudaranya yang mukmin, mencari-cari berbagai kekurangannya, dan menyingkap sesuatu yang tertutupi dari saudaranya; ialah bahwa Allah akan mencari-cari kekurangan-kekurangan dirinya dan mempermalukannya walaupun dia berada di dalam rumahnya.” (Al-Farq Baina An-Nashihati wat Ta’yir, hlm. 20)
Dosa yang Menyerang Balik
Sungguh mengerikan, ketika seseorang dengan enteng membuka aib saudaranya, padahal Allah telah menutupi aib itu. Akibatnya, Allah membalas dengan membuka aibnya sendiri, bahkan ketika ia berada dalam kesendirian. Inilah bentuk keadilan ilahi: siapa yang gemar mempermalukan orang lain, akan dipermalukan oleh Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim)
Sebaliknya, siapa yang membuka aib saudaranya, berarti ia sedang membuka jalan bagi kehinaannya sendiri. Karena setiap kita punya dosa, punya masa lalu, dan punya rahasia yang hanya Allah yang tahu.
Fitnah dan Aib: Dua Saudara Kembar yang Beracun
Menyebarkan aib sering kali dibungkus dengan alasan “sekadar memperingatkan” atau “biar orang lain tahu aslinya.” Padahal, sering kali yang dilakukan bukanlah nashihah (nasihat), tapi ta’yir (celaan).
Niatnya bukan memperbaiki, melainkan mempermalukan. Para ulama salaf membedakan antara nasihat dan celaan berdasarkan cara dan tujuannya.
Imam Ibnu Rajab menjelaskan bahwa nasihat yang baik disampaikan dengan kasih sayang, diam-diam, dan bertujuan memperbaiki saudara. Sedangkan kita mencela dengan kebencian, di depan umum, dan hanya ingin menelanjangi kekurangan orang lain.
Media Sosial: Lahan Subur Dosa Ghibah dan Namimah
Hari ini, tanpa sadar, banyak orang menjadi penyebar aib profesional. Satu kesalahan seseorang bisa viral dalam hitungan detik. Padahal, Rasulullah ﷺ telah memperingatkan:
> “Cukuplah seseorang itu disebut berdosa jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Bayangkan, berapa banyak dosa yang menumpuk di tangan, di layar, dan di akun kita hanya karena jari kita lebih cepat dari hati? Kita menyebarkan aib orang lain dan dengan itu kita melukai mereka serta menodai kehormatan umat Islam.
Menutup Aib: Ciri Keimanan dan Akhlak Mulia
Islam mengajarkan kita untuk menjadi penutup, bukan pembuka aib. Karena menutup aib adalah bagian dari kasih sayang dan ukhuwah imaniyah. Nabi ﷺ bersabda:
> “Barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Tirmidzi)
Menutupi bukan berarti membiarkan kemungkaran. Jika memang ada kesalahan, maka sampaikan dengan cara yang baik, rahasia, dan bertujuan memperbaiki, bukan mempermalukan. Itulah hakikat amar ma’ruf nahi munkar yang penuh hikmah.
Saat Allah yang Membuka Aib Kita
Saudaraku, sadarlah — kita semua punya aib. Kalau Allah berkehendak, Ia bisa menyingkap semuanya di depan manusia.
Tapi karena kasih sayang-Nya, Allah menutupi. Maka sungguh zalim jika kita tega membuka aib saudara kita yang Allah sendiri tutupi.
Bayangkan jika Allah membalas perbuatan kita dengan membuka aib kita sendiri di depan publik — bahkan ketika kita sudah berusaha menyembunyikannya rapat-rapat. Na’udzubillah min dzalik.
Jalan Taubat dan Perbaikan
Bagi siapa pun yang pernah terlanjur menyebarkan aib orang lain, jangan berputus asa. Pintu taubat masih terbuka lebar. Segeralah:
Berhenti menyebarkannya,
Hapus unggahan atau ucapan yang pernah memalukan orang lain,
Mohon ampun kepada Allah,
Jika kita pernah berbuat salah, kita meminta maaf kepada orang yang telah kita zalimi.
Karena menebus dosa sosial seperti ini bukan hanya antara kita dan Allah, tapi juga antara kita dan sesama.
Penutup: Jadilah Penjaga Kehormatan, Bukan Penggali Kubur Aib
Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan membicarakan kesalahan orang lain. Sibukkan diri dengan memperbaiki diri sendiri.
Saya fokus memperbaiki diri sendiri daripada mencari kesalahan orang lain.
Mari kita renungkan sabda Rasulullah ﷺ:
> “Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aibnya sendiri hingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain.” (HR. al-Bazzar)
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang pandai menjaga lisan, berhati lembut, dan mencintai kehormatan sesama Muslim. Karena menutupi aib orang lain, sesungguhnya adalah bentuk cinta yang paling tulus di hadapan Allah.
“Barang siapa yang menutupi (aib) seorang Muslim, Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat.”(HR. Muslim)
#BijakBersosialMedia #MenjagaAibSaudara #DakwahAkhlaq #BerauBertauhid #TegardiAtasSunnah. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
