SURAU.CO – Pada abad ke-16 hingga ke-17, Kesultanan Aceh Darussalam dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam paling berpengaruh di Nusantara. Aceh bukan sekadar kekuatan politik dan ekonomi, tetapi juga pusat dakwah serta pendidikan Islam yang menarik perhatian dunia Melayu. Di bawah para sultan yang bijaksana, Aceh berkembang menjadi poros ilmu pengetahuan dan peradaban Islam yang gemilang.
Awal Berdirinya dan Peran Strategis
Kesultanan Aceh berdiri di ujung utara Pulau Sumatera. Letaknya yang strategis menjadikannya gerbang utama antara dunia Islam dan kepulauan Nusantara. Melalui jalur pelayaran internasional, banyak ulama, pedagang, dan pelajar datang ke Aceh membawa gagasan baru tentang Islam dan pengetahuan. Hubungan itu memperkuat posisi Aceh sebagai jembatan antara Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Sultan-sultan Aceh memanfaatkan posisi geografis tersebut untuk memperluas pengaruh politik sekaligus menegakkan dakwah Islam. Mereka mengundang ulama dari berbagai wilayah untuk mengajar di istana dan masjid. Dari sinilah Aceh perlahan menjelma menjadi pusat intelektual yang disegani.
Masa Kejayaan di Bawah Sultan Iskandar Muda
Puncak kejayaan Aceh terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Di bawah kepemimpinannya, Aceh mencapai kekuatan militer yang tangguh dan sistem pemerintahan yang teratur. Namun, keunggulan Aceh bukan hanya di bidang politik. Pada masa inilah, Islam berkembang pesat dan lembaga pendidikan mulai tumbuh di berbagai wilayah.
Sultan Iskandar Muda menyadari bahwa kekuasaan yang besar harus diimbangi dengan kecerdasan spiritual dan ilmu pengetahuan. Karena itu, ia memberi perhatian besar pada pendidikan agama. Masjid dan meunasah (surau) dijadikan pusat kegiatan belajar. Para guru agama mengajarkan tafsir, fikih, bahasa Arab, logika, dan tasawuf. Sistem pendidikan berbasis masyarakat ini menjadikan Aceh memiliki tradisi intelektual yang kuat.
Pusat Dakwah dan Jaringan Ulama
Aceh menjadi tempat berkumpulnya banyak ulama besar. Mereka bukan hanya mengajar, tetapi juga menulis karya ilmiah dalam bahasa Arab dan Melayu. Melalui karya-karya itu, Islam menyebar ke berbagai daerah di Nusantara. Tradisi dakwah yang berkembang di Aceh bersifat terbuka dan rasional. Ulama menggunakan pendekatan budaya agar ajaran Islam mudah diterima masyarakat.
Selain itu, Aceh menjalin hubungan erat dengan Mekkah, Gujarat, dan Turki Utsmani. Jaringan ini memperkaya wawasan keislaman di Aceh dan memperkuat posisi kerajaan sebagai pusat dakwah regional. Banyak pelajar Nusantara berangkat ke Aceh sebelum melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah. Dari Aceh pula, mereka kemudian menyebarkan pengetahuan ke berbagai daerah seperti Minangkabau, Palembang, dan Banten.
Lembaga Pendidikan dan Tradisi Keilmuan
Salah satu keunikan pendidikan di Aceh adalah sistem dayah atau pesantren tradisional. Lembaga ini berperan penting dalam membentuk generasi ulama. Para santri tinggal di lingkungan dayah untuk belajar langsung dari guru besar yang disebut teungku chik.
Sistem pendidikan ini menanamkan disiplin, kemandirian, dan penguasaan ilmu agama yang mendalam. Tidak hanya mempelajari kitab kuning, para santri juga belajar etika, kepemimpinan, dan seni dakwah. Karena itulah, banyak tokoh besar lahir dari tradisi pendidikan Aceh yang kuat.
Selain dayah, istana juga berfungsi sebagai pusat ilmu. Sultan-sultan Aceh mendukung penulisan kitab dan penerjemahan teks keagamaan. Kegiatan ini mendorong berkembangnya sastra Islam Melayu yang kemudian berpengaruh luas di Nusantara.
Peran Perempuan dalam Dakwah dan Pendidikan
Menariknya, Aceh juga memberi ruang bagi perempuan dalam bidang pendidikan dan pemerintahan. Setelah masa Iskandar Muda, beberapa sultanah (ratu) memerintah Aceh dengan bijak. Mereka melanjutkan tradisi intelektual yang telah dibangun. Para perempuan bangsawan sering terlibat dalam kegiatan keagamaan, penulisan karya sastra, dan pengajaran di lingkungan istana.
Hal ini menunjukkan bahwa peradaban Islam di Aceh tidak tertutup, melainkan memberi kesempatan bagi semua lapisan masyarakat untuk berperan.
Warisan Intelektual yang Berpengaruh
Warisan Kesultanan Aceh tidak hanya berupa peninggalan arsitektur seperti Masjid Raya Baiturrahman, tetapi juga sistem nilai yang mengutamakan ilmu dan iman. Tradisi dayah dan meunasah tetap hidup hingga kini. Nilai-nilai dakwah yang santun dan berbasis pengetahuan masih menjadi identitas kuat masyarakat Aceh modern.
Kesultanan Aceh Darussalam telah membuktikan bahwa dakwah dan pendidikan dapat berjalan seiring. Keduanya menjadi pondasi utama yang menjadikan Aceh bukan hanya kuat secara politik, tetapi juga berwibawa secara moral dan spiritual.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
