Khazanah
Beranda » Berita » Menelusuri Ijtihad Sahabat pada Masa Nabi Muhammad Saw.

Menelusuri Ijtihad Sahabat pada Masa Nabi Muhammad Saw.

Menelusuri Ijtihad Sahabat pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Ilustrasi musyawarah untuk mencari solusi atas permasalahan.

SURAU.CO-Pada masa Nabi Muhammad Saw. masih hidup, para sahabat pernah melakukan ijtihad, dan beliau membenarkannya. Nabi Saw. pernah menugaskan Amr bin Ash dan Uqbah bin Amir al-Juhani untuk menyelesaikan persengketaan. Kepada mereka, beliau mengatakan,

“Jika kalian dapat menyelesaikan dengan benar, kalian mendapat sepuluh kebaikan, dan jika salah, kalian mendapat satu kebaikan.”

Contoh lainnya, ketika perjanjian telah disepakati dalam Perang Ahzab, Bani Quraizhah ternyata kemudian melanggarnya. Rasulullah Saw. meminta Bani Quraizhah agar tetap mematuhi keputusan Allah Swt. Akan tetapi, mereka lebih memilih untuk menyerahkan keputusannya kepada Sa’ad bin Mu’adz. Kemudian, Sa’ad bin Mu’adz memutuskan memerangi mereka, serta menangkap kaum perempuan dan anak-anak mereka. Kepada Sa’ad bin Mu’adz, Rasulullah Saw. mengatakan,

“Kamu telah memutuskan sesuai dengan hukum Allah seratus persen.”

Mengutus para sahabat  menjadi hakim

Sebelum Mu’adz bin Jabal berangkat ke Yaman untuk melaksanakan tugas dari Rasulullah Saw. sebagai hakim di sana, beliau Saw. bertanya, “Dengan dasar apa kamu akan memutuskan perkara?” Mu’adz bin Jabal menjawab, “Dengan Kitab Allah.” Rasulullah Saw. menanyakan lagi, “Jika tidak kamu temukan dalam Kitab Allah?” Mu’adz bin Jabal menjawab, “Aku putuskan berdasarkan Sunah Rasulullah.” Rasul Saw. mengatakan lagi, “Jika di sana tidak juga kamu dapati?” Mu’adz bin Jabal mengatakan, “Aku akan putuskan dengan pikiranku semaksimal mungkin.” Beliau membenarkan jawaban ini. Bahkan, Rasulullah Saw. kemudian bersyukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada utusan Rasul-Nya itu.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kepada Abu Musa al-Asy’ari, ketika akan berangkat tugas menjadi hakim di Yaman, Rasulullah Saw. juga menanyakan hal yang sama. Abu Musa al-Asy’ari juga menjawab seperti jawaban Mu’adz. “Aku akan putuskan melalui qiyas,” katanya.

Pahala dalam berijtihad

Ini juga merupakan petunjuk yang jelas bagi pemakaian qiyas dan ijtihad. Bahkan, ada juga yang lebih tegas dari itu. Rasulullah Saw. pernah mengatakan kepada Ibnu Mas’ud,

“Putuskan dengan al-Kitab dan as-Sunah jika kamu mendapatkannya. Kalau tidak, putuskanlah dengan pikiranmu.”

Demikian kutipan al-Amidi.

Abdullah bin Amr bin al-Ash, mengutip pendapat ayahnya, menceritakan bahwa dua orang yang bersengketa datang kepada Rasulullah Saw. Beliau menyuruh Amr bin al-Ash memutuskan perkara mereka. Amr bin al-Ash (menjawab), “Wahai Rasulullah, engkau tentu lebih patut daripada aku.” Beliau menjawab, “Memang.” Amr bin al-Ash mengatakan, “Bagaimana aku harus memutuskan?” Rasulullah Saw. mengatakan, “Kalau kamu dapat memutuskan secara benar, kamu mendapat sepuluh kebaikan. Kalau salah, kamu mendapat satu kebaikan.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Ali bin Abi Thalib pernah berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, ada satu persoalan yang sedang aku hadapi. Aku tidak mendapatkan jawabannya di dalam Kitab Allah. Engkau juga belum menyampaikannya.” Rasulullah Saw. mengatakan,

“Kalau begitu, kumpulkan orang-orang mukmin, lalu musyawarahkan bersama, dan jangan diputuskan oleh satu orang saja.”

Ijtihad terkait tawanan Perang Badar

Penyelesaian persoalan tawanan Perang Badar yang Rasulullah Saw. lakukan bersama para sahabatnya tidak lain merupakan ajakan beliau untuk berijtihad dalam hal-hal yang al-Qur’an belum putuskan. Beliau sendiri menyetujui pendapat Abu Bakar dan menolak pendapat Umar bin Khatthab. Lalu beliau mengatakan,

“Kalau kalian berdua telah menyepakati satu persoalan, aku sama sekali tidak akan menolaknya. Allah telah membuat perumpamaan untuk kalian berdua.”

Umar bin Khatthab beliau umpamakan seperti Nabi Nuh As. ketika berdoa kepada Tuhannya,

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di muka bumi.” (QS. Nuh [71]: 26).

Dalam persoalan tersebut, Umar bin Khatthab memang berpendapat bahwa mereka harus dibunuh. Sedangkan, Abu Bakar beliau umpamakan seperti Nabi Ibrahim As. Ia mengatakan,

“Maka barangsiapa mengikutiku, ia termasuk golonganku, dan barangsiapa mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ibrahim [14]: 36).

Abu Bakar berpendapat bahwa mereka dapat dijadikan tebusan. Dan Rasulullah Saw. menyetujui pendapatnya.

Sumber hukum pada masa Rasulullah

Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sumber hukum pada masa Nabi Muhammad Saw. adalah al-Kitab (al-Qur’an), as-Sunah (Hadis Nabi Saw.), serta ijtihad Nabi Saw. dan sahabat-sahabat beliau.

Para sahabat Nabi Saw. yang terkenal biasa memberikan fatwa antara lain Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman, Ali, Mu’adz bin Jabal, Abu Musa al-Asy’ari, Abdurrahman bin ‘Auf, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’b, Ammar bin Yasir, Khudzaifah bin al-Yaman, Zaid bin Tsabit, dan Salman al-Farisi.(St.Diyar)

Referensi : Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Ensiklopedia Lengkap Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa, 2020.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement