SURAU.CO. Allah SWT membenci perceraian, sehingga meskipun diizinkan dalam Islam sebagai jalan terakhir, umat Muslim harus berusaha keras untuk mempertahankannya terlebih dahulu. Oleh karena itu, perceraian adalah solusi terakhir setelah semua upaya damai gagal, dan harus dilakukan dengan penuh pertimbangan serta sesuai aturan yang berlaku. Ini berarti hukum tidak melarang perceraian secara mutlak, tetapi memperbolehkannya sebagai upaya terakhir setelah semua cara untuk menyelamatkan rumah tangga gagal. Agama Islam sangat menekankan pentingnya menjaga keutuhan rumah tangga melalui upaya-upaya seperti nasihat, mediasi, dan mencari juru damai sebelum memilih perceraian.
Islam menganut prinsip bahwa meskipun Allah memperbolehkan perceraian (talak), Dia sangat membencinya dan hanya mengizinkannya sebagai pilihan terakhir. Prinsip ini mengacu pada hadis Nabi Muhammad SAW, yang karena itu menyebutkan bahwa perceraian adalah perbuatan halal yang paling dibenci Allah. Dia mengizinkannya meskipun hal itu dapat menyebabkan konflik dan kerenggangan antarkeluarga. Dalam kondisi tertentu, salah satu pihak mengakhiri kemaksiatan atau kemudharatan yang berkepanjangan melalui perceraian.
Hadis tentang perceraian:
Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa perceraian adalah “halal yang paling dibenci Allah” karena perceraian bukanlah solusi yang dikehendaki Allah.
Prioritas perbaikan rumah tangga:
Sebelum mencapai perceraian, Islam mengamanatkan suami istri untuk berusaha memperbaiki hubungan melalui berbagai cara, bahkan melibatkan pihak ketiga (keluarga) jika terjadi perselisihan.
Dampak buruk perceraian:
Pasangan suami istri harus menyadari bahwa perceraian berdampak buruk yang lebih luas dan panjang, dan tidak boleh menjadi jalan keluar pertama saat menghadapi masalah rumah tangga yang kompleks.
Hukum mengizinkan perceraian dengan beberapa kondisi:
Hukum perceraian menjadi wajib ketika mudarat (kerugian) yang menimpa salah satu pihak tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak. Namun, ini tetap menjadi langkah darurat.
Perceraian sebagai tindakan halal
- Syariat membolehkan. Islam tidak mengharamkan perceraian secara mutlak. Syariat Islam mengakui perceraian sebagai solusi hukum untuk pasangan yang sudah tidak dapat lagi hidup rukun dan damai.
- Terdapat alasan sah. Perceraian dapat menjadi jalan keluar jika ada alasan yang sah secara syariat, seperti jika rumah tangga tidak lagi membawa ketenangan, kasih sayang (sakinah), dan kebaikan.
- Contoh kasus. Menyadur hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah SAW menyarankan seorang pria untuk menceraikan istrinya yang berperilaku buruk, sehingga perceraian dapat dianjurkan dalam kasus tertentu.
Allah membenci perceraian
- Dibenci karena dampaknya. Meskipun halal, perceraian membawa dampak negatif yang besar, seperti terpecahnya keluarga, trauma pada anak-anak, dan luka emosional bagi suami maupun istri.
- Upaya mediasi diutamakan. Sebelum mengambil keputusan cerai, Islam mendorong pasangan untuk melakukan berbagai upaya perdamaian dan mediasi.
- Anjuran Al-Qur’an. Al-Qur’an menyarankan agar perceraian dihindari jika memungkinkan, dan mendorong pasangan untuk menyelesaikan masalah mereka secara damai.
Perceraian sebagai jalan terakhir
- Prioritas memperbaiki hubungan. Konsep ini menekankan bahwa setiap upaya untuk memperbaiki dan mempertahankan rumah tangga harus menjadi prioritas utama. Pasangan harus mencoba segala cara untuk menyelesaikan perselisihan mereka sebelum mempertimbangkan perceraian.
- Menghindari tergesa-gesa. Ungkapan ini menjadi pengingat bagi pasangan untuk tidak mudah mengambil keputusan bercerai hanya karena masalah kecil. Mereka harus mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang bagi semua pihak yang terlibat.
Orang-orang membenci perceraian karena berbagai alasan
- Potensi mudharat:
Perceraian berisiko menimbulkan mudharat yang lebih besar daripada manfaatnya, seperti konflik antarkeluarga besar dan keretakan hubungan sosial.
- Menghancurkan ikatan:
Orang tua/tokoh agama menganjurkan untuk menjaga ikatan pernikahan yang kuat. Orang yang bercerai secara sengaja memutuskan ikatan tersebut, sehingga banyak yang membenci perceraian.
Tujuan perceraian sebagai jalan terakhir
- Mengakhiri kemaksiatan:
Oleh karena itu, ketika kemaksiatan seperti kekerasan, perselingkuhan, atau pemabuk terus-menerus terjadi, perceraian dapat mencegah dosa dan membuka jalan bagi pasangan untuk bertaubat
- Menyelamatkan diri dari kezaliman:
Pihak yang mengalami kezaliman atau kekejaman, seperti kekerasan fisik dan emosional, dapat memilih perceraian sebagai jalan keluar ketika cara lain tidak berhasil.
- Menemukan kembali kebahagiaan:
Jika masalah dalam rumah tangga tidak kunjung terselesaikan hingga kebahagiaan tidak dapat lagi tercapai, maka perceraian bisa menjadi langkah untuk menggapai kebahagiaan baru.
- Menghadapi situasi darurat:
Secara umum, orang menganggap perceraian sebagai rukhshah darurat, terutama ketika tidak ada lagi harapan untuk memperbaiki hubungan.
Seseorang dapat mengajukan perceraian dengan alasan
- Salah satu pihak melakukan perbuatan zina.
- Terjadi kekerasan atau penganiayaan berat yang membahayakan.
- Salah satu pihak menderita penyakit berat atau cacat yang menghalangi kewajiban rumah tangga.
- Terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak ada harapan untuk rukun lagi.
- Suami atau istri murtad.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa alasan yang sah.
- Suami melanggar taklik talak.
Suami atau isteri hanya boleh bercerai setelah semua upaya memperbaiki rumah tangga melalui mediasi dan cara lain telah gagal. Suami atau istri harus mengajukan gugatan perceraian melalui jalur hukum resmi sesuai peraturan yang berlaku
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
