Kisah
Beranda » Berita » Kisah Cinta, Amanah, dan Cahaya Hidayah dari Abul Ash bin Ar-Rab

Kisah Cinta, Amanah, dan Cahaya Hidayah dari Abul Ash bin Ar-Rab

Abul Ash bin Ar-Rab Ilustrasi Meta AI.

SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat banyak kisah menawan dan penuh hikmah. Kisah para sahabat Nabi Muhammad ﷺ senantiasa menginspirasi kita semua. Salah satunya adalah kisah Abul Ash bin Ar-Rabi‘, seorang sosok yang sangat istimewa. Kisahnya memadukan cinta sejati, kesetiaan yang mendalam, dan perjalanan spiritual menuju hidayah. Ia mengajarkan kita banyak hal berharga. Ini tentang iman, amanah, dan kesabaran yang luar biasa. Artikel ini akan membahas perjalanan hidup beliau secara mendalam.

Abul Ash memiliki nama lengkap Abul Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdi Syams bin ‘Abdi Manaf al-Qurasyi al-‘Abdari. Beliau termasuk kaum Quraisy yang terpandang. Abul Ash memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat dengan Nabi Muhammad ﷺ. Beliau adalah menantu Nabi ﷺ, sebab istrinya adalah Sayyidah Zainab, putri sulung Rasulullah ﷺ. Selain itu, Abul Ash juga keponakan Nabi ﷺ. Ibunya, Halah binti Khuwailid, adalah saudara kandung Khadijah, istri Nabi ﷺ. Hubungan ini menjadikan Abul Ash sangat istimewa di lingkaran keluarga Nabi. Pernikahan Abul Ash dan Zainab sendiri terjadi sebelum datangnya Islam. Rasulullah ﷺ menyetujui pernikahan mereka, dan keduanya hidup dalam kebahagiaan. Hal ini menunjukkan ikatan yang kuat.

Ujian Iman dan Kesetiaan: Di Tengah Badai Dakwah Islam yang Bergelora

Datangnya Islam membawa ujian besar bagi setiap individu, dan Abul Ash tidak terkecuali. Ini adalah ujian yang sangat berat baginya.

Zainab binti Rasulullah ﷺ memeluk Islam sebagai muslimah awal. Ia mengajak Abul Ash untuk beriman kepada Allah. Namun, Abul Ash tidak langsung masuk Islam. Ia tetap memegang teguh agamanya, meskipun ia sangat mencintai Zainab. Kaum Quraisy bahkan menawari Abul Ash wanita lain yang lebih kaya dan cantik jika ia menceraikan Zainab. Namun demikian, Abul Ash menolak tawaran itu mentah-mentah. Kesetiaannya kepada Zainab sungguh luar biasa.

Rasulullah ﷺ kemudian memerintahkan hijrah. Semua muslimin hijrah ke Madinah. Zainab juga harus ikut, tetapi Abul Ash bukan seorang muslim. Ia tidak bisa ikut serta. Oleh karena itu, Zaid bin Haritsah menjemput Zainab bersama seorang sahabat lain. Mereka membawa Zainab ke Madinah. Abul Ash sempat mencegah kepergiannya, ia tidak ingin Zainab pergi. Namun, ia tidak berdaya melawan keputusan Allah. Maka, Zainab pun berhijrah sendirian, meninggalkan suaminya untuk sementara waktu.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Perang Badar dan Tebusan Cinta yang Mengharukan Penuh Kenangan

Perang Badar adalah momen krusial dalam sejarah Islam dan secara tragis mempertemukan keluarga dalam medan tempur.

Abul Ash ikut Perang Badar, bertarung di pihak musyrikin Quraisy. Ia harus melawan ayah mertuanya sendiri, Rasulullah ﷺ. Kaum muslimin memenangkan perang, dan Abul Ash tertawan. Ini adalah takdir Allah yang tak terelakkan. Zainab mendengar suaminya tertawan. Ia segera mengirim tebusan. Ia mengirim kalung Khadijah, kalung itu adalah hadiah pernikahan dari Khadijah kepada Zainab. Rasulullah ﷺ melihat kalung itu dan teringat Khadijah. Beliau sangat terharu dengan kenangan itu. Nabi ﷺ kemudian bersabda: “Demi Allah, dia adalah menantu terbaik. Dia benar dalam perkataannya dan selalu menunaikan janjinya.” Nabi ﷺ bertanya kepada sahabat. Beliau meminta sahabat untuk membebaskan Abul Ash. Beliau juga meminta mengembalikan kalungnya. Para sahabat menyetujuinya. Mereka membebaskan Abul Ash.

Rasulullah ﷺ membebaskan Abul Ash, namun dengan satu syarat. Abul Ash harus berjanji mengirim Zainab ke Madinah. Abul Ash menyanggupi janji itu. Ia kembali ke Makkah dan menunaikan janjinya. Ia mengutus Kinanah, saudaranya, untuk mengantar Zainab ke Madinah. Kaum Quraisy mencoba menghalangi mereka, tetapi Kinanah membela Zainab dengan gagah berani. Akhirnya, Abul Ash memastikan Zainab tiba di Madinah dengan selamat. Perpisahan itu sangat berat, mereka terpisah karena perbedaan agama selama enam tahun.

Abul Ash Memeluk Islam dan Reunion Bahagia dalam Naungan Iman

Hidayah akhirnya datang kepada Abul Ash. Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan hatinya untuk menerima Islam.

Abul Ash memeluk Islam. Ini terjadi beberapa tahun kemudian, para sejarawan berbeda pendapat. Ada yang menyebut tahun ke-6 Hijriah, sementara yang lain menyebut tahun ke-7 Hijriah. Keislaman beliau menjadi kabar gembira yang luar biasa. Nabi ﷺ dan Zainab sangat bahagia mendengarnya. Abul Ash kemudian kembali ke Madinah. Ia langsung menemui Zainab dan berbicara tentang pernikahan mereka. Para ulama berbeda pendapat mengenai status pernikahan ini. Apakah pernikahan mereka kembali dengan akad baru? Atau Rasulullah ﷺ hanya mengesahkan kembali pernikahan yang sudah ada? Pendapat kuat mengatakan Nabi ﷺ mengembalikan Zainab kepadanya tanpa akad baru. Cinta mereka tidak pernah padam, dan akhirnya mereka bersatu kembali dalam naungan Islam yang indah.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Anak-anak Abul Ash dan Akhir Hayat yang Mulia

Kisah Abul Ash dan Zainab berlanjut. Mereka berhasil membangun keluarga muslim yang bahagia.

Abul Ash dan Zainab dikaruniai dua orang anak. Nama mereka adalah Ali dan Umamah. Sayangnya, Ali bin Abul Ash meninggal saat masih kecil. Sementara itu, Umamah tumbuh dewasa, ia sangat Nabi ﷺ cintai. Nabi ﷺ sering menggendongnya dan menunjukkan kasih sayang. Setelah Fatimah meninggal, Ali bin Abi Thalib menikahinya, ini sesuai wasiat Fatimah. Setelah Ali wafat, Umamah menikah lagi dengan Al-Mughirah bin Naufal. Abul Ash bin Ar-Rabi’ akhirnya wafat beberapa waktu setelah itu. Beliau meninggalkan warisan keimanan yang kokoh. Warisan itu berupa amanah dan kesetiaan yang patut kita teladani.

Pelajaran Abadi dari Kisah Abul Ash

Kisah Abul Ash bin Ar-Rabi’ memberi banyak pelajaran berharga. Pertama-tama, ia mengajarkan kekuatan cinta sejati. Cinta yang mampu bertahan dalam cobaan berat. Kedua, ia menekankan pentingnya amanah dan menepati janji. Abul Ash menepati janjinya bahkan kepada pihak yang melawannya. Ketiga, ia menunjukkan kesabaran Zainab sebagai seorang istri mukminah yang teguh. Keempat, ia adalah bukti nyata hidayah Allah. Hidayah datang pada waktu yang tepat, dengan cara yang tak terduga. Kelima, ia mengajarkan integritas diri. Abul Ash terbukti jujur dan dapat dipercaya dalam setiap urusan.

Abul Ash bin Ar-Rabi’ adalah teladan yang luar biasa bagi kita semua. Beliau adalah sahabat Nabi ﷺ yang agung. Hidup beliau mencerminkan iman yang kokoh. Ini juga mencerminkan amanah dan kesetiaan yang tulus. Semangat beliau dalam menepati janji sungguh menginspirasi. Keberaniannya menerima Islam setelah melalui ujian panjang adalah bukti ketakwaannya. Semua sifat dan perjuangan ini patut kita contoh dan terapkan dalam kehidupan kita. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari kehidupannya yang penuh berkah. Semoga kita menjadi muslim yang berbakti. Muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement