SURAU.CO – Sejarah Islam sungguh penuh dengan kisah-kisah mulia yang menginspirasi. Kisah-kisah para sahabat Nabi Muhammad ﷺ senantiasa menjadi lentera penuntun bagi kita. Salah satu sosok yang paling menarik perhatian adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Beliau adalah seorang sahabat yang sangat unik dan berkarakter kuat. Beliau dikenal luas sebagai pencari kebenaran yang gigih. Bahkan, beliau menjalani hidup dengan kezuhudan luar biasa yang patut diteladani. Kisah perjalanan hidupnya mengajarkan kita banyak hal. Ini tentang kekuatan iman, keberanian tak tergoyahkan, dan kesederhanaan hakiki. Artikel ini akan membahasnya secara mendalam, mengungkapkan pelajaran dari kehidupannya.
Mengenal Abu Dzar: Asal Usul dan Perjalanan Menuju Cahaya Hidayah
Abu Dzar memiliki nama lengkap yang patut kita ketahui. Nama beliau adalah Jundub bin Junadah Al-Ghifari. Namun demikian, ada juga riwayat yang menyebutnya Birr bin Junadah. Beliau berasal dari Bani Ghifar, sebuah suku Arab yang tinggal di dekat kota Makkah. Menariknya, suku ini pada masa jahiliyah terkenal sebagai perampok jalanan. Akan tetapi, Abu Dzar tidaklah seperti kebanyakan anggota sukunya.
Sejak usia muda, Abu Dzar sudah merasa resah dalam hatinya. Beliau tidak menyukai keyakinan kaumnya yang menyembah berhala. Oleh karena itu, beliau sering menyepi dan merenung seorang diri. Beliau mencari kebenaran hakiki, mencari Tuhan yang sebenarnya. Kemudian, telinganya mendengar kabar tentang seorang Nabi baru. Nabi itu muncul di kota Makkah. Beliau adalah Nabi Muhammad ﷺ. Rasa penasarannya sangat besar. Untuk itu, beliau mengutus saudaranya. Saudaranya diminta menyelidiki kabar tentang Nabi tersebut. Sayangnya, saudaranya tidak membawa jawaban yang lengkap dan memuaskan. Akhirnya, Abu Dzar memutuskan untuk bertindak sendiri. Beliau pun pergi ke Makkah untuk mencari kebenaran.
Momen Keislaman yang Menggetarkan: Keberanian di Jantung Kekafiran Makkah
Kedatangan Abu Dzar ke Makkah pada saat itu adalah sebuah tindakan yang sangat berani. Sebab, Makkah masih penuh dengan musyrikin yang memusuhi Islam.
Setibanya di Makkah, Abu Dzar sangat berhati-hati dalam mencari informasi. Beliau berusaha mencari tahu tentang Nabi Muhammad ﷺ. Akhirnya, beliau bertemu dengan Ali bin Abi Thalib. Ali kemudian membimbingnya untuk bertemu Nabi ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ menyambutnya dengan hangat dan penuh keramahan. Tanpa ragu sedikit pun, Abu Dzar langsung menyatakan keislamannya. Beliau tanpa bimbang mengucapkan syahadat.
Setelah itu, Abu Dzar melakukan tindakan yang sangat mengejutkan. Beliau pergi langsung ke Ka’bah. Di sana, beliau mengumumkan keislamannya secara terang-terangan. Beliau melakukannya dengan suara lantang di hadapan banyak orang. Beliau berseru: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Dan Muhammad adalah utusan Allah!” Tentu saja, tindakan ini memancing amarah kaum Quraisy yang berada di sana. Mereka segera menyerang Abu Dzar dan memukulinya hingga pingsan. Namun demikian, Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi) datang menyelamatkannya. Abbas mengingatkan mereka bahwa suku Ghifar adalah jalur perdagangan. Jalur perdagangan ke Syam yang penting bagi Quraisy. Mereka akhirnya melepaskan Abu Dzar. Meskipun demikian, Abu Dzar kembali mengulanginya. Beliau mengulang pengumumannya keesokan harinya. Beliau pun dipukuli lagi. Ini sungguh menunjukkan keberaniannya yang luar biasa.
Zuhud dan Kesederhanaan: Prinsip Hidup yang Kuat dan Menginspirasi
Abu Dzar Al-Ghifari dikenal luas sebagai sosok yang sangat zuhud. Beliau menjalani hidup dengan kesederhanaan yang ekstrem. Beliau sangat menentang penumpukan harta benda. Ini adalah salah satu ciri khas yang paling menonjol dari beliau.
Beliau menafsirkan QS. At-Taubah ayat 34-35 secara sangat ketat:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
Menurut pemahaman Abu Dzar, ayat ini berlaku umum. Ia berlaku bagi siapa saja yang menumpuk harta. Bahkan jika telah membayar zakat pun. Pandangan ini tentu berbeda. Ini berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama lainnya. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat itu berlaku khusus bagi yang tidak membayar zakat. Namun demikian, Abu Dzar tetap pada pendiriannya yang kuat. Ini mencerminkan kezuhudan beliau yang mendalam. Beliau menganggap harta adalah fitnah. Oleh karena itu, beliau menjauhi segala bentuk kemewahan dunia.
Persahabatan Istimewa dengan Rasulullah ﷺ: Kedekatan dan Kepercayaan
Abu Dzar memiliki kedekatan yang sangat istimewa. Kedekatan khusus dengan Rasulullah ﷺ. Nabi ﷺ sendiri sangat menghargai beliau dan memahami karakternya.
Nabi Muhammad ﷺ pernah memuji Abu Dzar secara langsung. Beliau bersabda: “Tiada di bawah kolong langit ini orang yang paling jujur perkataannya dan paling lurus jalannya melebihi Abu Dzar.” [HR At-Tirmidzi]. Pujian ini jelas menunjukkan keistimewaan Abu Dzar di mata Nabi. Beliau adalah sosok yang jujur dan lurus. Nabi ﷺ memahami karakternya yang unik. Beliau tahu bahwa Abu Dzar akan menolak jabatan. Oleh karena itu, Nabi ﷺ tidak pernah memberinya jabatan kenegaraan. Nabi ﷺ pernah berkata: “Wahai Abu Dzar! Sesungguhnya engkau lemah, dan jabatan itu adalah amanah. Pada hari kiamat dia akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan hak dan menunaikan kewajibannya.” [HR Muslim]. Ini menunjukkan kasih sayang dan kebijaksanaan Nabi ﷺ. Beliau tahu kapasitas dan kecenderungan sahabatnya.
Kehidupan di Rabadzah: Kesendirian Penuh Makna dalam Prinsip
Setelah wafatnya Nabi ﷺ, Abu Dzar melanjutkan prinsip hidupnya. Beliau memilih pindah dari Madinah. Kemudian tinggal di Rabadzah.
Beliau merasa tidak nyaman. Tidak nyaman dengan kondisi Madinah yang mulai berubah. Kemewahan mulai tampak di mana-mana. Harta kekayaan bertambah pesat. Ini terjadi setelah kaum muslimin menaklukkan banyak negeri. Namun demikian, beliau tetap berpegang teguh pada kezuhudannya. Beliau tidak ingin terpengaruh oleh gemerlap dunia. Oleh karena itu, beliau memilih hidup sederhana dan menyepi di Rabadzah. Rabadzah adalah sebuah daerah kecil. Ia terletak di dekat Madinah.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, beliau sering berdiskusi dan berdebat. Beliau berdiskusi tentang penumpukan harta. Ini terjadi dengan Muawiyah di Syam. Kemudian, juga dengan Utsman di Madinah. Beliau tak henti menasihati para penguasa. Beliau selalu mengingatkan mereka tentang akhirat. Sikapnya ini kadang disalahpahami. Akan tetapi, beliau tetap pada pendiriannya yang kuat dan konsisten.
Wafatnya Seorang Sahabat: Kesederhanaan Hingga Akhir Hayat
Abu Dzar wafat di Rabadzah. Beliau wafat dalam kesendirian. Beliau wafat pada tahun 32 Hijriah. Hanya istri dan putrinya yang menemaninya di akhir hayat.
Saat menjelang wafat, beliau sempat berpesan. Beliau berpesan kepada istri dan putrinya. Jika ada kafilah lewat, mereka harus memberitahu. Kafilah itu diminta menguburkannya. Kebetulan, Abdullah bin Mas’ud lewat. Beliau membawa rombongan kafilah. Mereka kemudian menguburkan Abu Dzar dengan layak. Ini adalah akhir hidup yang sederhana. Persis sesuai dengan prinsip hidupnya.
Pelajaran Abadi dari Abu Dzar: Menginspirasi Umat Sepanjang Masa
Kisah Abu Dzar Al-Ghifari memberi banyak pelajaran. Pertama, ia mengajarkan semangat mencari kebenaran. Jangan pernah berhenti bertanya dan mencari. Kedua, ia menunjukkan keberanian dalam membela iman. Bahkan di tengah ancaman. Ketiga, ia mencontohkan kezuhudan dan kesederhanaan hidup. Ini adalah antidot ampuh bagi konsumerisme. Keempat, ia mengajarkan pentingnya amanah. Jaga amanah dengan sebaik-baiknya. Kelima, ia menunjukkan kejujuran dan kelurusan. Ini adalah sifat yang sangat mulia. Keenam, ia mengajarkan kritik sosial yang konstruktif. Mengingatkan penguasa dengan hikmah dan keberanian.
Abu Dzar Al-Ghifari adalah teladan yang luar biasa. Beliau adalah sahabat Nabi ﷺ yang agung dan istimewa. Hidup beliau merupakan cerminan iman yang kokoh. Cerminan kezuhudan dan kedermawanan sejati. Semangat beliau dalam mencari hidayah patut diacungi jempol. Keberaniannya dalam membela Islam tak tertandingi. Keteguhannya pada prinsip sederhana adalah inspirasi. Semua ini patut kita contoh dan terapkan. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari kehidupannya. Semoga kita menjadi muslim yang zuhud. Muslim yang lebih mencintai akhirat daripada dunia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
