SURAU.CO – Nabi Yahya AS adalah nabi yang diabadikan dalam Al-Qur’an dan Alkitab. Allah SWT mengutusnya sebagai putra Nabi Zakariyya AS, seorang nabi saleh yang tekun beribadah. Dalam ajaran Islam, Yahya dikenal sebagai sosok yang suci, lembut hati, dan sangat taat kepada Allah SWT. Allah mengutusnya untuk membimbing umat Bani Israil agar kembali ke jalan kebenaran. Kehidupan Nabi Yahya AS yang penuh hikmah dan keberanian memberikan teladan luar biasa, terutama ketika beliau menegur raja zalim bernama Herodes.
Latar Kehidupan Nabi Yahya AS
Nabi Yahya AS hidup pada abad pertama Masehi di wilayah Palestina, saat kekuasaan Romawi menguasai wilayah tersebut. Pada masa itu, Raja Herodes memimpin Yerusalem dengan ambisi besar dan kekuasaan penuh di bawah pengaruh pemerintahan Romawi. Ketika masyarakat mulai menjauh dari ajaran Taurat, Nabi Yahya hadir membawa pesan moral dan menyeru mereka agar memperbaiki akhlak.
Sejak kecil, Yahya menunjukkan karunia luar biasa dari Allah. Ia tumbuh dengan hati yang tenang, tutur kata lembut, dan ketaatan tinggi terhadap hukum-hukum Ilahi. Al-Qur’an menggambarkan sifat Yahya yang penuh kasih dan zuhud:
“Wahai Yahya, ambillah Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” (QS. Maryam : 12)
Ayat ini menegaskan bahwa sejak muda, Allah telah menganugerahkan kebijaksanaan kepada Yahya. Ia menjadi teladan dalam ibadah, kejujuran, dan keteguhan menjalankan prinsip agama.
Herodes dan Keinginan Terselubung
Raja Herodes memerintah dengan gaya otoriter. Ia mengejar kemewahan dan haus akan kehormatan duniawi. Suatu hari, Herodes jatuh hati kepada keponakannya sendiri, putri Herodia—wanita cantik yang mampu menggetarkan hatinya.
Hukum Taurat melarang pernikahan antara kerabat dekat. Para penasihat kerajaan telah memperingatkan Herodes agar tidak melanggar hukum Allah, tetapi Herodes mengabaikan semua nasihat itu. Ia menuruti hawa nafsunya dan memutuskan tetap menikahi Herodia, meskipun bertentangan dengan hukum agama.
Melihat kerusakan moral tersebut, Nabi Yahya AS bertindak. Beliau mendatangi Raja Herodes untuk menegurnya secara langsung. Dengan tegas, Nabi Yahya menyampaikan bahwa tindakan raja melanggar hukum Allah dan pasti mendatangkan murka-Nya.
Teguran itu menggemparkan hati Herodes. Ia sebenarnya tahu kebenaran perkataan Yahya, tapi kesombongan membuatnya enggan mengaku salah. Di sisi lain, Herodia merasa terhina karena perkataan sang nabi. Ia menuduh Yahya mempermalukan dirinya dan keluarganya. Sejak saat itu, Herodia menyimpan kebencian yang mendalam terhadap Nabi Yahya AS.
Amarah Raja Herodes dan Fitnah Putri Herodia
Herodes yang lemah terhadap bujuk rayu Herodia semakin kehilangan kendali. Herodia memanfaatkan kelemahan sang raja untuk menyingkirkan Nabi Yahya. Ia menuntut agar Herodes menangkap Yahya karena dianggap merusak istana.
Herodes awalnya menolak perintah itu karena tahu rakyat sangat menghormati Nabi Yahya. Namun, Herodia terus memprovokasi dan membujuk Herodes sampai akhirnya sang raja menyerah pada keinginan nafsunya. Ia pun mengeluarkan perintah untuk menangkap Nabi Yahya AS.
Pasukan kerajaan segera bergerak dan menangkap Nabi Yahya AS. Mereka menggiringnya ke hadapan Raja Herodes. Dalam situasi itu, Nabi Yahya tetap berdiri tegak. Ia tidak melawan dan tidak menunjukkan rasa takut sedikitpun. Keteguhannya menampilkan betapa ia sepenuhnya berserah diri kepada kehendak Allah SWT.
Nabi Yahya tahu bahwa perjuangan menegakkan kebenaran, keberanian, dan pengorbanan besar. Ia meyakini bahwa kebenaran tidak akan pernah mati, meskipun orang yang memperjuangkannya dibunuh. Selama berada di penjara, Yahya terus berzikir dan berdoa, memohon agar umatnya mendapat hidayah dan petunjuk.
Akhir Tragis Sang Nabi
Ketika hawa nafsu sepenuhnya menguasai Herodes, ia memutuskan untuk mengakhiri Nabi Yahya AS. Herodia yang dipenuhi dendam bahkan diperintahkan agar kepala Nabi Yahya dibawa kepadanya sebagai bukti kematian.
Para pengawal melaksanakan perintah itu tanpa ragu-ragu. Mereka memenggal kepala Nabi Yahya AS dan menyerahkannya kepada Herodia. Dengan demikian, Nabi Yahya wafat sebagai syahid, mempertahankan prinsip kebenaran sampai akhir hayatnya. Darah suci seorang nabi mengalir di tanah Yerusalem, menjadi saksi bahwa keberanian moral jauh lebih bernilai daripada hidup dalam kepalsuan.
Tak lama setelah tragedi itu, Allah menurunkan azab kepada Herodes dan keluarganya. Mereka mengalami kehancuran. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Allah mengubah mereka menjadi hewan sebagai hukuman atas kezaliman yang mereka lakukan terhadap Nabi-Nya.
Pelajaran dari Kisah Nabi Yahya AS
Umat merasa kehilangan ketika Nabi Yahya wafat. Banyak orang yang menangis dan sedih karena kesedihannya. Mereka mengenang Yahya sebagai guru spiritual yang bijaksana dan penyampai kebenaran yang tidak takut menghadapi penguasa zalim.
Kini, jasad Nabi Yahya AS bersemayam di Masjid Agung Umayyah, Damaskus, Suriah. Umat Islam dari berbagai negara berziarah ke makamnya untuk mengenang keberanian dan keteguhan beliau. Di tempat itu, banyak orang memikirkan keteladanan seorang nabi yang lembut hati namun tegas dalam menegakkan hukum Allah.
Dalam kehidupan modern, setiap manusia menghadapi tantangan moral yang serupa—tekanan sosial, kekuasaan, dan godaan dunia. Namun Nabi Yahya AS mengingatkan kita bahwa kejujuran dan keberanian akhlak adalah cahaya yang membimbing menuju ridha Allah.
Dari kisah Nabi Yahya AS, kita belajar bahwa iman sejati tumbuh dari keberanian untuk menegur kezaliman, keikhlasan dalam berjuang, dan keteguhan dalam memegang prinsip. Suaranya mungkin sudah berhenti di dunia, namun pesannya terus bergema sepanjang masa.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
