SURAU.CO – Abdullah Ibnu Mas’ud adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang memiliki kedudukan istimewa. Dia merupakan salah satu dari As-Sabiqun Al-Awwalun —golongan yang pertama kali memeluk Islam. Ia juga termasuk di antara empat Abdullah yang masyhur di kalangan sahabat, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Zubair. Kesalehan, kecerdasan, dan kedekatannya dengan Rasulullah ﷺ menjadikan Ibnu Mas’ud sebagai sosok yang sangat dihormati di kalangan sahabat dan generasi setelahnya.
Biografi singkat Abdullah Ibnu Mas’ud
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hudzali. Ia berasal dari suku Hudzail, sebuah kabilah Arab yang tinggal di sekitar Makkah. Sebelum masuk Islam, Ibnu Mas’ud bekerja sebagai penggembala kambing milik Uqbah bin Abi Mu’ith, salah satu pembesar Quraisy yang kelak menjadi musuh besar Islam.
Kehidupan Abdullah Ibnu Mas’ud sederhana dan jauh dari kemewahan. Tubuhnya kecil dan kurus, namun hatinya kuat dan tekadnya besar. Dalam sejarah disebutkan bahwa pertemuannya dengan Nabi Muhammad ﷺ terjadi secara tak sengaja, ketika beliau masih di awal dakwahnya di Makkah. Saat itu, Nabi dan Abu Bakar sedang berjalan di padang pasir dan kehausan. Mereka bertemu Ibnu Mas’ud yang sedang menggembala kambing.
Nabi meminta sedikit susu, namun Ibnu Mas’ud menjawab bahwa kambing itu bukan miliknya, melainkan milik majikannya. Jawaban ini menunjukkan kejujuran dan amanahnya. Nabi kemudian menyentuh seekor kambing yang belum pernah melahirkan, lalu kambing itu mengeluarkan susu. Melihat kejadian itu, ketertarikan Ibnu Mas’ud dan hatinya mulai terbuka terhadap Islam. Tak lama kemudian, ia memeluk Islam melalui tangan Nabi Muhammad ﷺ.
Termasuk As-Sabiqun Al-Awwalun
Ibnu Mas’ud termasuk salah satu orang pertama yang beriman kepada Rasulullah ﷺ. Ketika Islam masih disampaikan secara sembunyi-sembunyi, ia telah menunjukkan keberaniannya untuk membela kebenaran. Dalam catatan sejarah, Ibnu Mas’ud adalah orang pertama yang membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan lantang di hadapan kaum Quraisy di dekat Ka’bah.
Peristiwa itu terjadi ketika para sahabat berkumpul dan ingin mendengarkan Al-Qur’an secara terbuka, namun mereka khawatir akan diserang. Ibnu Mas’ud dengan tegas berkata, “Aku akan melakukannya.” Ia kemudian pergi ke Ka’bah dan membaca surat Ar-Rahman dengan suara lantang. Kaum Quraisy segera memukulinya hingga wajahnya berdarah, namun ia tetap berkata, “Demi Allah, musuh Allah tidak pernah terasa ringan di sekitarnya. Aku ingin melakukannya lagi besok.”
Keberanian itu membuat namanya harum di kalangan kaum Muslimin. Ia menjadi contoh bagi para sahabat muda tentang arti keberanian dalam menegakkan kebenaran.
Kedekatan dengan Rasulullah ﷺ
Ibnu Mas’ud, sahabat yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad ﷺ. Ia selalu menemani Rasulullah ke mana pun beliau pergi. Dari menyiapkan sandal, air wudu, siwak, hingga alas duduk Nabi—semuanya dilakukan dengan penuh cinta dan ketulusan. Karena kedekatan ini, para sahabat lain sering bertanya dengan sebutan “Shahib as-Siwak, Shahib an-Na’l, Shahib al-Wisadah” (pemegang siwak, pemegang sandal, dan pemegang bantal Nabi).
Ibnu Mas’ud juga mempercayai Rasulullah ﷺ untuk menjaga rahasia-rahasia beliau. Oleh karena itu, para sahabat menjulukinya sebagai “Pemegang Rahasia Rasulullah.” Tidak banyak sahabat yang mendapat kepercayaan sebesar itu. kepribadiannya yang amanah, bijaksana, dan jujur membuat Nabi sangat menghormatinya.
Dalam banyak kesempatan, Rasulullah ﷺ sering memuji Ibnu Mas’ud. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi bersabda,
“Barang siapa yang ingin membaca Al-Qur’an sebagaimana diturunkan, maka bacalah sebagaimana bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Ibnu Mas’ud).” (HR.Ahmad dan Ibnu Majah)
Pujian itu menunjukkan betapa luasnya pengetahuan Ibnu Mas’ud tentang Al-Qur’an. Ia adalah salah satu sahabat yang paling fasih membaca dan memahami makna Al-Qur’an.
Penghafal dan Pengajar Al-Qur’an
Ibnu Mas’ud termasuk di antara sahabat yang hafal seluruh Al-Qur’an. Ia belajar langsung dari Rasulullah ﷺ dan menyimak setiap wahyu yang turun. Karena kedekatannya dengan Nabi, ia memahami konteks turunnya ayat dan makna di baliknya. Setelah wafat Rasulullah, Ibnu Mas’ud menjadi salah satu guru utama bagi generasi tabi’in dalam bidang tafsir dan bacaan Al-Qur’an.
Ketika Islam menyebar ke luar Jazirah Arab, Umar bin Khattab mengutus Ibnu Mas’ud ke Kufah (Irak) untuk menjadi guru dan pembimbing masyarakat di sana. Umar berkata kepada penduduk Kufah:
“Aku telah mendahulukan kalian dengan Ibnu Ummi ‘Abd. Belajarlah darinya, karena aku telah memilihnya untuk kalian.”
Ibnu Mas’ud dikenal sebagai sosok yang rendah hati. Ia tidak menyukai kemewahan dan selalu hidup sederhana. Walaupun tubuhnya kecil, semangat dan ilmunya besar. Dalam sebuah riwayat, ketika para sahabat melihat betisnya yang kurus, mereka tertawa. Rasulullah ﷺ menegur mereka dan bersabda,
“Betis Ibnu Mas’ud di sisi Allah lebih berat dari Gunung Uhud.” (HR.Ahmad)
Ungkapan ini menunjukkan betapa besarnya nilai seseorang di sisi Allah bukan karena fisiknya, melainkan karena iman dan amalnya. Ibnu Mas’ud adalah contoh nyata bahwa kemewahan terletak pada ketakwaan, bukan pada penampilan.
Ibnu Mas’ud wafat pada tahun 32 Hijriah di Madinah, pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Sebelum meninggal, ia sempat berwasiat agar dimakamkan di Baqi’, tempat pemakaman para sahabat. Utsman sendiri ikut memakamkannya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
