SURAU.CO – Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memberikan panduan yang lengkap dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal membentuk kepribadian. Dalam era digital ini, istiilah flexing dan personal branding menjadi populer. Bahkan terdapat anggapan sebagai hal penting dalam mencapai keberhasilan. Namun, kita perlu melihat lebih dalam pada ajaran Islam untuk menentukan bagaimana praktik hal-hal ini dengan tanpa bertentangan dengan nilai dan prinsip yang Islam ajarkan.
Pandangan Islam terhadap Flexing
Flexing, atau menampilkan kekayaan dan pencapaian kita kepada orang lain, jika kita lakukan secara berlebihan dan tanpa tujuan yang benar, dapat menjadi masalah dalam pandangan Islam. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian” (HR. Muslim).
Jelas bahwa dalam Islam, nilai seseorang tidak diukur dari apa yang mereka miliki secara materi, tetapi dari hati dan amal perbuatan mereka.
Dalam konteks flexing, ayat Al-Qur’an dalam Surah Al-Hujurat ayat 11 juga sangat relevan, di mana Allah berfirman:
“Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman.”
Ini menunjukkan bahwa memamerkan kekayaan dan pencapaian kita kepada orang lain, khususnya dengan tujuan untuk merendahkan orang lain, jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Pencitraan pribadi dalam Islam
Konsep personal branding, atau pencitraan diri atau impresi pribadi melalui platform online dan offline, jika digunakan dengan cara yang benar, dapat sangat sejalan dengan ajaran Islam. Personal branding dapat menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan ajaran Islam dan berdakwah. Selain itu dapat membantu seseorang untuk menjadi lebih sukses dalam bidang profesional mereka.
Namun, penting untuk kita ingat bahwa personal branding harus dilakukan dengan integritas dan kejujuran. Sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.” Artinya, dalam membangun personal branding, kita harus selalu berusaha untuk berlaku adil dan berbuat baik kepada orang lain.
Begitu pula dalam hadis dari Al Hasan bin Ali, Rasulullah SAW bersabda,
“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Hal ini menunjukkan bahwa dalam membangun personal branding, kita harus selalu berusaha untuk menjadi jujur dan transparan.
Dalam konteks ini, personal branding harus selalu kita ingat hanya sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan yang lebih besar dan lebih mulia, bukan hanya sebagai sarana untuk memperoleh kekayaan atau popularitas semata. Sebagaimana firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 105:
“Katakanlah (Nabi Muhammad), Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
Islam mengajarkan keseimbangan
Jadi, dalam membentuk kepribadian, flexing dan personal branding dapat dipandang sebagai dua alat yang dapat digunakan dengan cara yang positif atau negatif. Islam mengajarkan kita untuk selalu berusaha mencapai keseimbangan dan menjalankan segala sesuatu dengan niat yang benar dan tulus. Jadi, sementara kita mungkin ingin mencapai keberhasilan dan popularitas, kita juga harus selalu menjaga integritas dan nilai-nilai seorang Muslim.
Saat kita membahas flexing dan personal branding dalam konteks Islam, penting untuk memahami konsep “ikhlas” atau tulus dalam segala hal yang kita lakukan. Dalam Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW mengatakan:
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.”
Ini berarti bahwa niat kita dalam membangun personal branding atau melakukan flexing harus selalu berdasar pada tujuan yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagai contoh, jika kita membangun personal branding dengan tujuan untuk mendapatkan pengaruh dan mampu membantu orang lain melalui posisi tersebut. Dapat pula dengan membagikan pencapaian kita dengan tujuan untuk memotivasi dan menginspirasi orang lain. Maka hal tersebut tentunya sesuai dengan ajaran Islam. Namun, jika tujuannya hanya untuk memamer dan merendahkan orang lain, atau jika personal branding kita bersandar pada ketidakjujuran dan penipuan, maka itu jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Semua pencapaian adalah karena kehendak dan rahmat Allah
Hakikatnya semua yang kita miliki dan semua yang kita capai adalah karena kehendak dan rahmat Allah. Oleh karena itu, flexing seharusnya bukanlah cara untuk memamerkan kekayaan atau pencapaian kita. Akan tetapi sebagai sarana untuk mengakui dan mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Seperti yang Allah firmankan dalam Surah Ibrahim ayat 7:
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras’.”
Akhirnya, dalam proses membangun kepribadian dan citra, kita perlu berusaha untuk menjadikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai panduan utama. Tidak peduli seberapa sukses atau populer, kita harus selalu berusaha untuk menjaga kerendahan hati dan integritas. Perlunya selalu berusaha untuk menggunakan apa yang kita miliki dan apa yang kita capai untuk tujuan yang lebih baik dan lebih mulia.
Flexing dan personal branding bukanlah sesuatu yang harus kita hindari secara total, tetapi harus hati-hati kita lakukan. Tentunya dengan niat yang benar, dan selalu dalam kerangka ajaran Islam. Dengan cara ini, kita bisa membentuk kepribadian yang kuat dan positif. Tentunya bukan hanya menguntungkan bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain dan masyarakat secara keseluruhan.(St.Diyar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
