Khazanah
Beranda » Berita » Cyber Crime, Perlindungan Data Pribadi, dan Tanggung Jawab Muslim Menurut Perspektif Islam

Cyber Crime, Perlindungan Data Pribadi, dan Tanggung Jawab Muslim Menurut Perspektif Islam

Cyber Crime, Perlindungan Data Pribadi, dan Tanggung Jawab Muslim Menurut Perspektif Islam
Ilustrasi peretasan data pribadi.

SURAU.CO -Dunia digital telah membuka banyak peluang, namun seiring dengan itu, tantangan dan ancaman pun muncul, salah satunya adalah cyber crime atau kejahatan siber. Kejahatan ini menyerang individu dan organisasi, merusak integritas data, mencuri informasi penting, dan melanggar privasi.

Peraturan hukum nasional dan internasional berupaya mengekang kejahatan ini, namun teknik dan metode penjahat siber terus berkembang, seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam konteks ini, bagaimana pandangan Islam terhadap fenomena kejahatan siber? Bagaimana pentingnya menjaga dan melindungi data pribadi dan orang lain menurut ajaran Islam? Bagaimana hukum kejahatan siber ini dari perspektif Al-Quran dan Hadits?

Pentingnya menjaga privasi dalam Islam

Islam adalah agama yang universal dan menyeluruh (rahmatan lil alamin), memberikan petunjuk hidup dalam semua aspek, termasuk bagaimana kita berperilaku di dunia digital. Islam menekankan pentingnya menjaga privasi dan rahasia. Dalam Surat An-Nur ayat 27, Allah  berfirman:

 “Wahai  orang-orang  yang  beriman,  janganlah memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi  salam  kepada  penghuninya.  Demikian  itu  lebih  baik  bagimu agar kamu mengambil pelajaran.”

Meski konteks ayat ini adalah rumah secara fisik, prinsip ini juga berlaku dalam dunia digital. Privasi digital adalah hak asasi yang harus kita hormati.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Cakupan kejahatan siber

Kejahatan siber, yang mencakup berbagai tindakan seperti pencurian identitas, penyebaran malware, dan perusakan data, adalah pelanggaran hak pribadi dan melanggar hukum Islam. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim  menyatakan, Rasulullah SAW bersabda:

 “Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian, kehormatan kalian, haram atas kalian seperti terlarangnya di hari ini, bulan ini dan negeri ini.”

Jelas bahwa kejahatan siber melanggar prinsip ini karena mengancam kehormatan dan harta (data) seseorang.

Kejahatan siber bukan hanya pelanggaran hukum manusia, tetapi juga hukum Allah. Sebagai umat Muslim, Islam menuntut kita untuk menjaga dan melindungi data pribadi kita, serta menghormati privasi dan data orang lain.

Persamaan peretasan dengan ghasab

Dalam konteks hukum Islam (fikih), tindakan penjahat siber yang meretas sistem tanpa izin dapat disamakan dengan perbuatan ghasab, yaitu mengambil sesuatu secara tidak adil. Dalam beberapa situasi, tindakan ini bahkan dapat disetarakan dengan pencurian, mengingat dapat  melibatkan  pencurian  data  dan  menimbulkan  kerugian  pada pihak lain.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Dari kacamata fikih, ghasab merupakan tindakan menguasai  hak  orang  lain  secara  tidak  sah,  baik  itu  berupa  harta maupun hak lainnya. Dalam hukum Islam, ghasab termasuk perbuatan haram dan merupakan salah satu dosa besar.

Mengutip Surat Al-Baqarah ayat 188, Allah berfirman,

“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Dalam konteks dunia digital, ‘harta’ dapat dianalogikan sebagai data penting milik individu, organisasi atau negara. Oleh karena itu, bila diterapkan pada aksi yang dilakukan oleh penjahat siber, maka dapat disimpulkan bahwa seorang penjahat siber yang meretas, mencuri, memeras, atau menjual data orang lain, melakukan perbuatan yang haram menurut hukum Islam.

Institusi harus bertanggung jawab mengelola kerahasiaan data pribadi

Perlindungan data pribadi juga menjadi tanggung jawab organisasi yang mengelola data tersebut. Dalam Surat At-Taubah ayat 105, Allah berfirman,

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

“Katakanlah  (Nabi  Muhammad),  Bekerjalah!  Maka,  Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Ini menunjukkan bahwa setiap aksi yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan, termasuk bagaimana kita mengelola dan melindungi data dan informasi yang kita miliki atau tangani.

Sebagai pengguna aktif dunia digital, kita juga perlu memperkuat diri dengan pengetahuan dan keterampilan untuk melindungi diri dari kejahatan siber. Menurut hadits riwayat Ibn Majah, Rasulullah SAW bersabda,

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim.”

Dalam konteks ini, ‘ilmu’ termasuk pengetahuan tentang keamanan siber.

Pada saat yang sama, kita harus selalu waspada terhadap upaya penipuan, seperti phishing dan malware, yang dilakukan penjahat siber untuk mendapatkan akses ke data pribadi kita. Surat Al-Isra ayat 36 berpesan,

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.”

Ayat ini menegaskan pentingnya berhati-hati dan berpengetahuan dalam semua tindakan kita, termasuk saat berinteraksi di dunia digital.

Kejahatan siber juga dapat melibatkan penyebaran fitnah atau berita palsu, sesuatu yang sangat terlarang dalam Islam. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

“Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika dia menceritakan semua yang dia dengar” (HR. Muslim).

Dari konteks digital, ini berarti kita harus berhati-hati dalam membagikan informasi dan selalu memverifikasi kebenarannya sebelum membagikannya.

Sedangkan dalam  konteks  organisasi,  pihak  manajemen  harus  menjaga kepercayaan pengguna dengan menjaga dan melindungi data pengguna. Prinsip amanah dalam Islam, seperti yang tercantum dalam Surat An- Nisa ayat 58, berbunyi:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ini berarti organisasi  memiliki  tanggung  jawab  moral  dan  hukum  untuk melindungi data pengguna.

Untuk melawan kejahatan siber, kita juga harus bekerja sama dan membantu satu sama lain. Dalam Surat Al-Maidah ayat 2, Allah berfirman,

“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.  Bertakwalah  kepada  Allah,  sesungguhnya  Allah  sangat berat siksaan-Nya.”

Dalam konteks ini, kita harus berbagi pengetahuan tentang keamanan siber dan membantu orang lain dalam memahami dan melindungi diri dari kejahatan siber.

Tanggung jawab muslim melindungi data pribadi

Menjaga dan melindungi data pribadi dalam dunia digital adalah bagian penting dari tanggung jawab kita sebagai umat Muslim. Kejahatan siber adalah pelanggaran yang serius terhadap hak dan privasi individu, dan kita harus melakukan segala upaya untuk melindungi diri dan orang lain dari ancaman ini. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam interaksi kita dalam dunia digital, kita dapat membantu menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan adil bagi semua orang.(St.Diyar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement