Kisah
Beranda » Berita » Kisah Khansah, Bunda Para Syuhada

Kisah Khansah, Bunda Para Syuhada

SURAU.CO – “Minggat kalian wahai orang asing! Katakan pada penguasa kalian, Kami hancur bila kami tunduk pada perintah mereka.”

Suara lantang ini mungkin bukan berasal dari medan perang, melainkan dari kedalaman jiwa seorang wanita bernama Khansah. Khansah adalah seorang penyair wanita terkemuka yang diakui secara luas. Para kritikus sastra Arab dengan tegas sepakat bahwa tidak ada seorang penyair wanita, baik sebelum maupun sesudahnya, yang mampu menandingi bakatnya yang luar biasa dalam menggubah syair. Kepiawaiannya merangkai kata-kata menjadi untaian emosi dan makna menjadikannya sosok yang tak terlupakan dalam sejarah sastra Arab. Khansah datang ke Madinah bersama-sama dengan warga kabilahnya, sebuah keputusan monumental yang membawanya memeluk Islam dan mengubah arah hidupnya secara drastis. Kisahnya bukan hanya tentang puisi, tetapi juga tentang iman, keberanian, dan pengorbanan yang tak terhingga.

Panggilan Jihad dan Persiapan Perang

Selama masa pemerintahan Islam, ketika seruan jihad berkumandang dan umat Muslim bersiap menghadapi tantangan besar, Khansah tidak tinggal diam. Ia menunjukkan dedikasi dan imannya yang kuat dengan turut serta dalam perang Qadisiyah, salah satu pertempuran paling krusial dalam sejarah Islam. Yang lebih mengharukan adalah ia tidak pergi sendirian; ia membawa serta keempat orang anaknya. Malam hari, sesaat sebelum fajar menyingsing dan genderang perang siap ditabuh, Khansah memanggil keempat putranya. Dengan tatapan penuh kasih namun tegas, ia menyampaikan pesan yang akan mengukir nama mereka dalam sejarah kepahlawanan.

“Anak-anakku,” ia memulai, suaranya tenang namun penuh otoritas, “aku telah melahirkan kalian dengan penderitaan yang tak terlukiskan dan membesarkan kalian dengan susah payah. Sepanjang hidupku, aku tidak pernah membawa aib bagi keluarga kita dan tidak pernah menodai nama baik kabilah kita. Aku juga tidak pernah mencoreng nama baik ayah kalian.” Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap dalam benak anak-anaknya. “Jadi, tidak ada yang perlu diragukan lagi pada kehormatan kepribadian ibu kalian.” Pesan ini adalah fondasi moral yang ia tanamkan, sebuah pengingat akan integritas dan kehormatan keluarga yang harus selalu mereka junjung tinggi.

Nasihat Seorang Ibu Pejuang

Ia kemudian melanjutkan dengan nasihat yang membakar semangat. “Sekarang, dengarkan! Ingat, adalah suatu keberuntungan besar bila dalam perang membela Rasulullah. Ingat ayat Al-Qur’an yang memerintahkan bersabar di tengah kesulitan. Besok pagi, aku harap kalian bangun dari tempat tidur dengan penuh kekuatan dan semangat.” Khansah tidak hanya menyemangati mereka dengan kata-kata manis; ia menguatkan mereka dengan pondasi agama dan janji ilahi. Ia mengingatkan mereka tentang keutamaan berjuang di jalan Allah dan pentingnya kesabaran dalam menghadapi cobaan. Kata-kata ini bukan sekadar motivasi, melainkan bekal spiritual yang akan menemani mereka di medan yang paling berbahaya.

Sebab Kerusakan Anak Wanita

“Majulah ke medan perang dengan gagah berani,” perintahnya, suaranya kini dipenuhi tekad. “Majulah ke tengah-tengah medan yang paling berbahaya, hadanglah musuh-musuh kalian dan raihlah syahadah!” Nasihat terakhir ini adalah puncaknya, sebuah dorongan untuk mencapai derajat tertinggi di mata Islam: mati syahid. Khansah tidak meminta mereka untuk selamat, tetapi untuk berjuang hingga titik darah penghabisan demi kebenaran. Ia mempersiapkan mereka bukan untuk kemenangan semata, tetapi untuk pengorbanan tertinggi demi keyakinan mereka.

Pengorbanan Mulia di Medan Perang

Pagi harinya, seolah terinspirasi oleh kata-kata penuh semangat dari ibu mereka, keempat putranya maju ke medan tempur. Mereka bertempur dengan keberanian luar biasa, menghadapi musuh tanpa gentar. Satu per satu, dengan gagah berani, mereka gugur dalam pertempuran sengit tersebut, mencapai syahadah yang telah diserukan oleh ibu mereka. Masing-masing mengukir namanya dalam sejarah sebagai pahlawan yang mengorbankan nyawa demi agama dan kehormatan.

Ketika berita duka ini sampai ke telinga sang ibu, Khansah, ia tidak meratap atau menangisi nasibnya. Sebaliknya, ia menunjukkan ketabahan iman yang luar biasa. Dengan hati yang penuh keikhlasan, ia mengangkat kedua tangannya ke langit dan memanjatkan doa, “Ya Allah Yang Maha Pengasih! Aku bersyukur pada-Mu karena Engkau telah memberiku kehormatan sebagai ibu para syuhada.” Doanya ini adalah puncak dari keimanan dan pengorbanan, sebuah pengakuan bahwa kehilangan adalah bagian dari rencana Ilahi dan bahwa kehormatan sebagai ibu para syuhada adalah anugerah terbesar.

Kisah Khansah bukan hanya menjadi catatan sejarah, tetapi juga sebuah pelajaran berharga tentang kekuatan iman, ketabahan, dan pengorbanan seorang ibu. Ia adalah contoh nyata bagaimana seorang individu dapat menginspirasi dan mendorong anak-anaknya untuk berjuang demi nilai-nilai yang mereka yakini, bahkan sampai pada pengorbanan jiwa raga. Kisahnya terus dikenang sebagai simbol keberanian dan dedikasi dalam sejarah Islam, menegaskan bahwa peran wanita dalam membentuk generasi pejuang dan syuhada adalah tak ternilai harganya.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement