Khazanah
Beranda » Berita » Keterkaitan Prinsip Falsifiabilitas dan Ajaran Islam Tentang Ilmu Pengetahuan

Keterkaitan Prinsip Falsifiabilitas dan Ajaran Islam Tentang Ilmu Pengetahuan

Keterkaitan Prinsip falsifiabilitas dan Ajaran Islam Tentang Ilmu Pengetahuan
Ilustrasi ilmuwan muslimah sedang meneliti di laboratorium.

SURAU.CO-Karl Popper (1902-1994) mengemukakan salah satu prinsip utama dalam filsafat ilmu adalah falsifiabilitas. |Prinsip ini  yang menyatakan bahwa suatu teori ilmiah harus mengalami pengujian dan proses bantahan. Falsifiabilitas telah menjadi landasan dalam metode ilmiah dan berkontribusi pada pertumbuhan ilmu pengetahuan. Dalam tulisan ini, terdapat kaitan antara konsep falsifiabilitas dengan ajaran Islam. Terutama mengenai pertumbuhan ilmu pengetahuan, dengan merujuk pada Surat Luqman ayat 27.

Ilmu pengetahuan maju melalui proses kritis

Popper berpendapat bahwa kemajuan ilmu pengetahuan terjadi melalui proses kritis, di mana teori-teori yang ada diuji dan dibantah untuk memberi jalan bagi pemikiran dan penemuan baru. Prinsip ini mengakui keterbatasan pengetahuan manusia dan menghargai proses pencarian kebenaran yang terus-menerus.

Dalam konteks ini, falsifiabilitas mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati terhadap pengetahuan yang kita miliki dan terbuka terhadap kemungkinan kesalahan.

Pentingnya penelusuran ilmu pengetahuan dalam Islam

Ajaran Islam juga menekankan pentingnya pencarian ilmu dan pertumbuhan pengetahuan. Al-Qur’an, sebagai kitab suci umat Islam, mengandung banyak ayat yang mengajak manusia untuk belajar dan mengeksplorasi alam semesta.

Salah satu ayat yang mencerminkan pandangan ini adalah Surat Luqman ayat 27, yang menggambarkan kedalaman dan kekayaan pengetahuan Allah:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

Ayat ini mengajarkan kita bahwa pengetahuan Allah tidak terbatas. Selanjutnya manusia harus terus berusaha untuk memahami dan mengeksplorasi kebenaran yang ada dalam dunia ini. Dalam konteks falsifiabilitas, ayat ini dapat bermakna sebagai dorongan untuk selalu menggali pengetahuan lebih dalam dan menghargai proses kritis yang terlibat dalam pencarian kebenaran.

Ajaran Islam mendorong umatnya untuk kritis

Seperti prinsip falsifiabilitas, ajaran Islam mendorong umatnya untuk mengkritisi dan menilai kembali pemikiran yang ada. Hal ini demi mencapai pemahaman yang lebih baik tentang kebenaran. Proses kritis ini penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pada gilirannya dapat membawa manfaat bagi umat manusia.

Selain itu, ajaran Islam mengajarkan bahwa pengetahuan adalah amanah dari Allah yang harus digunakan untuk kebaikan. Dalam konteks falsifiabilitas, ini berarti bahwa ilmu pengetahuan yang kita peroleh melalui proses kritis harus dapat berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan menciptakan kehidupan yang lebih baik. Falsifiabilitas dan ajaran Islam keduanya menekankan pentingnya etika dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan, serta tanggung jawab manusia untuk menggunakan pengetahuan dengan bijaksana dan adil.

Penting untuk kita catat bahwa, meskipun ajaran Islam dan falsifiabilitas sama-sama menghargai pencarian ilmu dan proses kritis, keduanya juga mengakui bahwa ada batasan dalam kemampuan manusia untuk memahami kebenaran. Surat Luqman ayat 27 mengajarkan kita bahwa pengetahuan Allah tidak terbatas, dan kita harus menyadari keterbatasan pengetahuan kita sebagai manusia.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Mengakui keterbatasan pengetahuan ini adalah penting dalam menjaga sikap rendah hati dan terbuka terhadap penemuan baru. Falsifiabilitas, dalam hal ini, mengajarkan kita untuk tidak menganggap teori-teori yang ada sebagai kebenaran mutlak, tetapi sebagai pemahaman sementara yang tidak mutlak. Dalam maksud dapat kita perbaiki dan perluas.

Terdapat relasi yang saling menggenapkan

Prinsip falsifiabilitasnya Karl Popper dan ajaran Islam tentang pertumbuhan ilmu pengetahuan saling melengkapi. Hal ini mengajarkan kita akan  pentingnya proses kritis, etika, dan kerendahan hati dalam pencarian kebenaran.

Surat Luqman ayat 27 mengingatkan kita akan kedalaman dan kekayaan pengetahuan yang tak terbatas. Juga menekankan kewajiban kita sebagai manusia untuk terus belajar, mengeksplorasi, dan menghargai proses pencarian ilmu.

Dengan menggabungkan prinsip falsifiabilitas dan ajaran Islam, kita dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dunia ini. Kita juga berkewajiban menggunakan pengetahuan yang  kita peroleh untuk kebaikan umat manusia.(St.Diyar)

Referensi:Karl Popper,The Logic of Scientific Discovery,2006.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement