Khazanah
Beranda » Berita » Mengapa Kita Bisa Bergerak? Ngaji Nafas dan Gerak yang Sering Kita Lupa

Mengapa Kita Bisa Bergerak? Ngaji Nafas dan Gerak yang Sering Kita Lupa

Ilustrasi al-Kindī merenungkan gerak tubuh dan nafas.
Ilustrasi filosofis tentang hubungan jiwa, nafas, dan gerak tubuh menurut al-Kindī.

Nafas yang Memberi Hidup

Mengapa kita bisa bergerak? Mengapa kaki melangkah, tangan menggenggam, dan mata mampu melihat dunia? Al-Kindī, dalam Risāla fī al-Nafs, mengingatkan bahwa semua itu bukan sekadar gerak mekanis, tapi berasal dari suatu prinsip yang lebih tinggi: jiwa. Sejak paragraf pertama, risalahnya menegaskan bahwa gerak lahir dari nafas yang mengalir di dalam jiwa. Kata kunci “ngaji nafas dan gerak” menegaskan kita untuk kembali merenungi bagaimana setiap tarikan dan hembusan nafas menghidupkan tubuh.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menganggap gerak itu wajar, tapi jarang menyadari mekanisme spiritual di baliknya. Setiap langkah kecil yang kita ambil sebetulnya adalah hasil kerja sama tubuh dan ruh yang halus.

Jiwa Memberi Gerak pada Tubuh

Al-Kindī menulis:

«النفس هي المحرك الحقيقي للجسد، بها يتحرك ويشعر»

“Jiwa adalah penggerak sejati tubuh; melalui jiwa, tubuh bergerak dan merasakan.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Dari kutipan ini kita belajar, tubuh hanyalah alat, sedangkan jiwa adalah tenaga penggerak yang tak terlihat. Bayangkan sebuah kereta tanpa mesin. Begitu pula tubuh tanpa jiwa: diam, tak bernyawa, tak punya arah.

Fenomena sederhana bisa kita amati: saat kita tersenyum kepada anak, tubuh bergerak, tangan mengangkat mainan, tapi yang memberi rasa hangat adalah jiwa. Gerak tubuh mengikuti kehendak batin yang lembut.

Nafas Sebagai Titik Awal

Selain gerak, al-Kindī menekankan pentingnya nafas. Nafas bukan sekadar oksigen untuk tubuh, tapi medium yang menghubungkan jiwa dan tubuh. Ia menulis:

«التنفس هو الرابط بين النفس والجسد، به يعيش الجسد ويشعر»

“Nafas adalah penghubung antara jiwa dan tubuh; dengan nafas, tubuh hidup dan merasakan.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Kita sering lupa menghargai nafas. Saat tergesa-gesa atau marah, nafas menjadi pendek, gerak tubuh menjadi tegang. Namun ketika kita menarik nafas panjang dan sadar, jiwa ikut tenang, dan gerakan tubuh lebih lentur. Inilah mengapa meditasi, dzikir, dan tarikan nafas yang sadar menjadi praktik yang menenangkan jiwa sekaligus tubuh.

Indera dan Kesadaran Gerak

Gerak tidak hanya fisik, tapi juga mental. Indera bekerja sebagai jendela yang memberi arah pada jiwa dan tubuh. Al-Kindī menekankan:

«الحواس تعطي النفس القدرة على توجيه الجسد نحو ما يفهمه»

“Indera memberi jiwa kemampuan untuk mengarahkan tubuh ke hal-hal yang ia pahami.”

Contoh sehari-hari: ketika melihat anak tersenyum, tangan otomatis terulur untuk menepuk bahunya. Mata melihat, hati merasakan, tangan bergerak—semua bekerja selaras. Itulah integrasi indera, jiwa, dan tubuh yang menakjubkan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

﴿وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْأَنْهَارَ لِتَجْرِيَ عَلَيْهَا الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَتُسْقُونَ مِنْهُ (QS. Al-Mu’minun: 18)

“Dan Dia lah yang menundukkan sungai-sungai bagimu agar perahu-perahu berjalan di atasnya dengan perintah-Nya, dan kamu minum dari air-Nya.”

Ayat ini mengingatkan bahwa setiap gerak, baik di alam maupun tubuh kita, terjadi karena kehendak Ilahi. Jiwa dan tubuh hanyalah sarana untuk menyelaraskan gerak itu.

Khayal dan Akal Mengatur Gerak

Selain indera, al-Kindī membahas khayal dan akal sebagai pengatur gerak. Khayal membayangkan arah, akal menilai mana yang baik untuk dilakukan. Ia menulis:

«القوة الخيالية توجه النفس نحو الأفعال، والعقل يزنها ويدركها»

“Kekuatan khayal mengarahkan jiwa pada tindakan, dan akal menimbang dan memahaminya.”

Fenomena sederhana: saat ingin menolong orang jatuh, bayangan mental muncul, akal menilai apakah aman, lalu tubuh bergerak. Proses ini terlihat alami, namun sejatinya merupakan koordinasi cermat antara jiwa, akal, dan tubuh.

Jika kita lalai melatih akal dan jiwa, gerak tubuh bisa salah arah. Misalnya, marah karena dorongan nafsu, tangan menampar, kata-kata melukai—padahal jiwa dan akal seharusnya menahan dan mengarahkan.

Menghargai Gerak dan Nafas dalam Kehidupan

Al-Kindī mengingatkan kita agar selalu menyadari gerak sebagai anugerah. Tubuh bergerak, tangan menulis, kaki melangkah, mata memandang—semua karena jiwa dan nafas bekerja harmonis. Ia menulis:

«حافظ على النفس، فإنها محرك الجسد وحارس الروح»

“Peliharalah jiwa, karena ia penggerak tubuh dan penjaga ruh.”

Hadits Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya menjaga diri:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَا أَصْلَحَ النَّاسُ إِلَّا بِالنَّفْسِ»

“Tidaklah seseorang menjadi baik kecuali melalui jiwa yang benar.”

Dengan memahami gerak dan nafas, kita bisa lebih bijak menjalani kehidupan sehari-hari. Misalnya, berjalan dengan sadar, menatap dengan penuh perhatian, berbicara dengan kesadaran—semua itu menenangkan jiwa dan menyehatkan tubuh.

Penutup: Menggerakkan Hidup dengan Kesadaran

Akhirnya, kita belajar bahwa setiap gerak tubuh bukan sekadar mekanisme, melainkan manifestasi hidup dari jiwa yang sadar. Mengapa kita bisa bergerak? Karena ada nafas yang mengalir, ada jiwa yang memberi arah, dan ada akal yang menimbang setiap langkah.

Al-Kindī mengajak kita merenung, jangan sampai gerak menjadi kebiasaan kosong. Setiap langkah, tarikan nafas, dan jentikan tangan harus menjadi bentuk syukur dan kesadaran. Dengan begitu, tubuh dan jiwa bekerja selaras, dan hidup terasa lebih bermakna.

 

*Sugianto Al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement