SURAU.CO – Dalam khazanah ilmu balaghah, khususnya cabang Ma‘ani, para ulama bahasa Arab menjelaskan bahwa doa memiliki kedudukan istimewa — bukan sekadar ungkapan harapan, tetapi bentuk komunikasi spiritual antara hamba dan Rabb-nya yang dilandasi adab dan ketundukan.
Dalam kitab-kitab Ma‘ani, doa didefinisikan dengan ungkapan:
“الأمر من الأدنى إلى الأعلى على سبيل التضرع”
Artinya: “Perintah dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi, dengan penuh kerendahan hati dan penghambaan.”
Maknanya sangat dalam. Dalam doa, seorang hamba yang hina dan lemah menghadap kepada Allah Yang Maha Tinggi, bukan dengan kesombongan, tetapi dengan sepenuh kerendahan, pengakuan dosa, dan harapan yang mendalam.
Allah Memerintahkan Kita Untuk Memohon
Maka, dalam berdoa kepada Allah, kita diajarkan untuk memakai fi‘l amr (kata kerja perintah). Hal ini bukan berarti kita “memerintah” Allah, tetapi menunjukkan ketegasan dalam meminta kepada-Nya — karena Allah sendiri yang memerintahkan kita untuk memohon.
Allah berfirman:
> “Udu‘uni astajib lakum”
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan bagi kalian.” (QS. Ghafir: 60)
Karena itu, bentuk doa yang benar bukanlah sekadar ucapan penuh harapan seperti, “Semoga Engkau mengampuni,” tetapi dengan lafaz yang tegas, sebagaimana dicontohkan dalam Al-Qur’an:
> رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا
“Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami.”
Perhatikan bedanya. Doa ini memakai bentuk fi‘l amr — ighfir (ampunilah), yang menunjukkan permintaan langsung kepada Allah. Ini bukan bentuk raja’ (harap-harap saja), tetapi ṭalab mubāsyir (permintaan tegas dan langsung).
Doa Sejatinya adalah Ibadah
Mengapa demikian?
Karena doa sejatinya adalah ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Ad-du‘ā’ huwa al-‘ibādah.”
“Doa itu adalah ibadah.” (HR. Tirmidzi)
Sebagai ibadah, doa harus diucapkan dengan adab dan tata cara yang benar — di antaranya menggunakan bentuk perintah dengan penuh ketundukan, bukan sekadar ucapan harapan yang samar.
Maka, biasakanlah lidah kita dengan lafaz doa yang tegas dan langsung. Katakan dengan yakin:
“Ya Allah, ampunilah aku.”
>“Ya Allah, berikanlah aku petunjuk.”
>“Ya Allah, kuatkanlah imanku.”
Bukan hanya, “Semoga Engkau mengampuni,” atau “Semoga Engkau memberi petunjuk.”
Sebab, doa yang tegas menggambarkan kesadaran kita akan kekuasaan Allah dan kelemahan diri sendiri.
Selalu memakai bentuk fi‘l amr
Dalam ketegasan itu, terkandung dua hal yang mulia:
- Keyakinan penuh bahwa Allah Maha Mampu memenuhi permintaan kita.
-
Ketundukan total bahwa kita tidak memiliki daya dan kekuatan selain dari-Nya.
Maka, doa yang benar bukan hanya soal kata-kata, tapi juga mencerminkan tauhid dan adab seorang hamba kepada Rabb-nya.
Kita memerintah bukan karena sombong, tapi karena menjalankan perintah Allah untuk meminta.
Kita berbicara tegas bukan karena berani kepada Tuhan, tapi karena yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Mendengar.
Inilah rahasia indah dalam bahasa Al-Qur’an: setiap doa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya selalu memakai bentuk fi‘l amr — agar hamba berani meminta, tidak ragu, dan tidak malu untuk mengadu.
Lafadz yang Kuat dan yakin
Saudaraku, mulai hari ini biasakanlah berdoa dengan lafadz yang kuat dan yakin. Jangan hanya berharap, tapi mintalah dengan penuh keyakinan:
“Ya Allah, kabulkanlah doaku.”
>“Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu.”
>“Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang istiqamah.”
Karena doa bukan sekadar kata, tetapi cermin dari keyakinan.
Kita doakan dengan penuh keyakinan, karena doa yang yakin itu yang paling dekat dengan ijabah (pengabulan).
Sebagaimana firman Allah:
> “Wa idzā sa’alaka ‘ibādī ‘annī fa innī qarīb, ujību da‘wata ad-dā‘i idzā da‘ān.”
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Kesimpulan
Doa bukan hanya bentuk harapan, tapi permintaan tegas dengan hati yang tunduk.
Hendaknya kita mengucapkan kata-kata doa dengan contoh dari Al-Qur’an — jelas, yakin, dan penuh kerendahan hati.
Karena dalam setiap doa yang tegas, tersimpan keyakinan mendalam bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengabulkan, dan Maha Penyayang.
Ponpes Khollilul Qur’an – Kaliwader, Bener, Purworejo, Jawa Tengah. “Fokus pada kebutuhan, bukan bangga dengan banyaknya mata pelajaran.” (Oleh: Tengku Iskandar, M. Pd –
Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
