Khazanah
Beranda » Berita » Mengajar dengan Kasih Sayang: Jalan Guru Menuju Surga Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Mengajar dengan Kasih Sayang: Jalan Guru Menuju Surga Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Guru mengajar dengan penuh kasih sayang kepada murid-muridnya, simbol jalan menuju keberkahan dan surga
Seorang guru duduk di bawah cahaya lembut, mengajar murid-muridnya dengan senyum tulus. Suasana hangat dan penuh ketenangan, menggambarkan kasih yang memancar dari ilmu.

Mengajar bukan sekadar memindahkan pengetahuan dari kepala ke kepala, melainkan juga menyalakan cahaya dari hati ke hati. Dalam tradisi Islam, seorang guru bukan hanya pengajar, tetapi juga penuntun jiwa. Karena itu, kasih sayang dalam mengajar menjadi kunci utama agar ilmu membawa berkah.

Imam Az-Zarnuji dalam karya klasiknya, Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum, menegaskan bahwa keberhasilan ilmu bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan murid, tetapi juga oleh kelembutan hati seorang guru. Guru yang mengajar dengan kasih sayang bukan hanya mencetak murid yang pandai, tetapi juga membentuk manusia yang berakhlak.

Guru: Pewaris Para Nabi

Dalam Islam, guru menempati posisi yang sangat mulia. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah sebagai seorang pengajar.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits ini menunjukkan bahwa mengajar adalah misi kenabian. Guru yang mengajar dengan niat tulus melanjutkan jejak para nabi, menyebarkan ilmu untuk menuntun manusia menuju kebaikan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Imam Az-Zarnuji dalam Ta‘lîm al-Muta‘allim menulis bahwa seorang guru sejati adalah mereka yang mengajarkan ilmu dengan hati yang bersih, tanpa mengharap kedudukan dunia. beliau menulis:

“ينبغي أن يكون الشيخ رفيقاً بالمتعلمين، ويعاملهم بالشفقة والرحمة.”
“Seorang guru seharusnya bersikap lembut kepada para pelajar, dan memperlakukan mereka dengan kasih dan rahmat.”

Artinya, kasih sayang bukan pelengkap dalam proses belajar-mengajar, tetapi ruh yang membuat ilmu hidup. Tanpa kasih, ilmu menjadi kering; tanpa rahmah, ilmu sulit menembus hati.

Mengajar dengan Kasih Sayang Adalah Ibadah

Setiap kali guru berdiri di depan murid dengan niat tulus, ia sesungguhnya sedang beribadah. Ia bukan sekadar bekerja, melainkan berkhidmat kepada Allah melalui ilmu. Rasulullah ﷺ bersabda:

خيركم من تعلم القرآن وعلمه
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Hadits ini menjadi penegasan bahwa mengajar adalah amal saleh yang bernilai tinggi di sisi Allah. Guru yang mengajar dengan kasih sayang akan mendapatkan pahala berlipat—bukan hanya karena ilmunya, tapi karena hatinya yang tulus.

Imam Az-Zarnuji mengingatkan bahwa mengajar tidak boleh dilakukan dengan marah, sombong, atau menghina murid. Dalam kitabnya beliau menulis:

“لا يوبخ المتعلم عند خطئه، بل يرشده برفق.”
“Janganlah mencela murid ketika ia berbuat salah, tetapi bimbinglah dengan kelembutan.”

Guru yang marah dengan niat memperbaiki, akan mendidik. Namun guru yang marah karena ego, justru memadamkan semangat murid. Karena itu, kasih sayang adalah kompas moral bagi guru agar tetap di jalan yang benar.

Ilmu Tidak Akan Berkah Tanpa Kasih Sayang

Dalam setiap proses belajar, keberkahan ilmu menjadi tujuan utama. Imam Az-Zarnuji mengingatkan bahwa ilmu hanya akan memberi manfaat bila lahir dari hati yang penuh rahmah. Ia berkata:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

“العلم لا ينال إلا بالتواضع والمحبة.”
“Ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan kerendahan hati dan kasih.”

Guru yang mengajar dengan kasih sayang memancarkan ketulusan yang terasa oleh murid. Setiap nasihatnya mudah diterima, setiap ilmunya mengalir lembut. Sebaliknya, guru yang kasar dan angkuh akan membuat murid menjauh, bahkan menutup pintu hatinya terhadap kebenaran.

Kasih sayang bukan hanya memperindah suasana kelas, tapi juga menjadi pintu turunnya keberkahan ilmu. Karena dari kasih sayang itulah muncul ketulusan, keikhlasan, dan kerendahan hati—tiga hal yang menjadi ruh pendidikan Islam.

Mengajar Adalah Jalan Menuju Surga

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pelakunya.” (HR. Muslim)

Guru yang mengajar muridnya satu kebaikan, akan terus mendapat pahala setiap kali kebaikan itu diamalkan. Bahkan setelah ia wafat, pahalanya tidak akan terputus. Inilah yang disebut sebagai amal jariyah ilmu yang bermanfaat.

Allah juga berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa guru, sebagai penyebar ilmu, memiliki derajat tinggi di sisi Allah. Bila ia mengajar dengan hati penuh kasih, maka ilmunya menjadi jembatan menuju surga.

Kasih Sayang Membuka Pintu Hati Murid

Kasih sayang adalah bahasa universal yang mampu menembus batas usia dan latar belakang. Guru yang mengajar dengan cinta membuat murid merasa dihargai dan diterima. Dari rasa itulah muncul kepercayaan, lalu tumbuh semangat belajar.

Imam Az-Zarnuji menasihati para guru agar mendidik dengan kelembutan:

“على المعلم أن يعامل المتعلمين معاملة الأب لأولاده.”
“Seorang guru hendaknya memperlakukan muridnya seperti seorang ayah memperlakukan anak-anaknya.”

Guru yang mengajar dengan kasih tidak hanya memikirkan nilai akademik muridnya, tetapi juga pertumbuhan moral dan spiritualnya. Ia tidak hanya mengajarkan apa yang benar, tapi juga bagaimana menjadi manusia yang baik.

Sebaliknya, guru yang mengajar dengan keras tanpa kasih akan membuat murid belajar karena takut, bukan karena cinta. Padahal, ilmu yang tumbuh dari ketakutan akan mudah hilang, sedangkan ilmu yang tumbuh dari kasih akan bertahan selamanya.

Guru yang Tulus Adalah Pelita Zaman

Guru sejati bukan hanya sosok di ruang kelas. Ia adalah pelita yang menerangi kehidupan murid-muridnya, bahkan setelah cahaya fisiknya padam. Ketulusan hati seorang guru adalah sumber keabadian ilmunya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثَةٍ… عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ
“Apabila seseorang meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali dari tiga hal… salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat.” (HR. Muslim)

Guru yang mengajar dengan kasih sayang akan terus mengalirkan amal jariyah. Setiap murid yang mengamalkan ilmu dari pengajar yang penuh cinta, menjadi saksi bahwa kasih adalah bentuk abadi dari pengajaran.

Imam Az-Zarnuji menulis, guru sejati tidak mencari penghormatan dunia. Ia menulis:

“لا يطلب المعلم من المتعلم تعظيماً، بل يطلب رضى الله.”
“Seorang guru tidak menuntut penghormatan dari murid, tetapi mengharap ridha Allah.”

Itulah rahasia ketulusan: ketika guru mengajar bukan karena gengsi, tapi karena cinta kepada Allah dan kasih kepada murid.

Kasih Sayang sebagai Metode Pendidikan

Dalam konteks pendidikan modern, banyak teori tentang metode mengajar yang efektif. Namun, Islam telah lebih dulu menanamkan bahwa metode paling kuat adalah kasih sayang. Ia membangun kedekatan emosional, menumbuhkan empati, dan memperkuat ikatan antara guru dan murid.

Imam Az-Zarnuji menyebutkan bahwa guru harus mendoakan murid-muridnya agar diberi kemudahan dalam menuntut ilmu. Ini bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk kasih sayang yang mendalam. Guru yang mendoakan muridnya menunjukkan bahwa ia mengajar bukan hanya untuk hasil dunia, tetapi demi kebaikan akhirat mereka.

Kasih sayang juga menumbuhkan rasa saling percaya. Murid yang merasa dicintai akan terbuka, tidak takut bertanya, dan berani berpendapat. Dari sinilah suasana belajar menjadi hidup dan penuh makna.

Mengajar dengan Kasih Adalah Jalan Kesabaran

Tidak ada guru yang berhasil tanpa sabar. Kasih sayang dan kesabaran berjalan seiring. Dalam mendidik, guru sering menemui murid yang lamban, bandel, atau acuh. Namun, guru yang mengajar dengan kasih tahu bahwa setiap murid adalah ladang pahala.

Imam Az-Zarnuji menasihatkan:

“يجب على المعلم أن يصبر على المتعلمين كما يصبر الأب على ولده.”
“Guru wajib bersabar terhadap murid sebagaimana seorang ayah bersabar terhadap anaknya.”

Kasih sayang membuat guru memandang kelemahan murid bukan sebagai beban, tetapi sebagai ujian bagi dirinya untuk lebih ikhlas. Ia tahu bahwa tugasnya bukan sekadar menilai, tapi membimbing dengan penuh cinta.

Penutup

Pada akhirnya, mengajar bukan hanya profesi, tapi perjalanan spiritual menuju ridha Allah. Guru yang mengajar dengan kasih sayang sejatinya sedang menanam amal yang akan berbuah di surga.

Guru yang mengajar dengan hati, tidak akan pernah kehilangan muridnya—bahkan setelah waktu memisahkan mereka. Ilmunya akan terus hidup, kasihnya akan tetap mengalir, dan pahalanya akan menuntunnya menuju surga.

Karena sesungguhnya, setiap kata yang diucapkan dengan kasih adalah doa, dan setiap ilmu yang diajarkan dengan cinta adalah jalan menuju ridha Ilahi.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement