Di tengah kesibukan dunia modern, banyak pelajar mengejar ilmu dengan jadwal padat, metode mutakhir, dan strategi belajar cepat. Namun, dalam kesibukan itu, sering kali kita lupa pada satu kekuatan yang tak terlihat — doa dan tawakal. Dua hal sederhana yang oleh Imam Az-Zarnuji dalam kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum disebut sebagai senjata utama bagi setiap penuntut ilmu.
Dalam pandangan beliau, usaha tanpa doa ibarat kapal tanpa kemudi; sementara doa tanpa tawakal adalah perjalanan tanpa arah. Keduanya harus berjalan seiring, karena ilmu bukan sekadar hasil kerja keras, tetapi juga anugerah dari Allah yang diberikan kepada hati yang bersih dan penuh harap.
Ilmu: Anugerah yang Harus Dihampiri dengan Kerendahan Hati
Imam Az-Zarnuji memulai kitabnya dengan mengingatkan pentingnya adab sebelum ilmu. Ia menulis:
“العلم عبادة، لا يُنال إلا بالتعظيم له ولأهله.”
“Ilmu adalah ibadah; ia tidak akan diperoleh kecuali dengan menghormatinya dan para ahlinya.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa ilmu bukan sekadar hasil logika dan hafalan, melainkan karunia yang turun kepada mereka yang menjaga hati dan adabnya. Oleh sebab itu, seorang pelajar harus selalu merasa membutuhkan pertolongan Allah — bukan hanya pada awal belajar, tetapi dalam setiap langkah.
Allah berfirman:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Ṭāhā [20]: 114)
Ayat ini mengajarkan bahwa bahkan Rasulullah ﷺ pun diperintahkan untuk terus memohon tambahan ilmu. Maka, semakin tinggi seseorang menuntut ilmu, semakin besar pula kebutuhan untuk merendahkan hati dan berdoa.
Doa Sebagai Cahaya dalam Perjalanan Ilmu
Doa adalah jembatan antara upaya manusia dan kehendak Ilahi. Dalam Ta‘lîm al-Muta‘allim, Imam Az-Zarnuji menegaskan pentingnya doa seorang pelajar kepada Allah agar dimudahkan urusan belajarnya. Beliau menulis:
“على الطالب أن يدعو الله تعالى في كل حال، فإن الدعاء مفتاح كل خير.”
“Seorang pelajar hendaknya berdoa kepada Allah dalam setiap keadaan, karena doa adalah kunci dari segala kebaikan.”
Doa bukanlah bentuk kelemahan, melainkan bukti kesadaran bahwa segala ilmu berasal dari Allah. Ketika seseorang berdoa, ia mengakui keterbatasan dirinya dan menyerahkan hasil belajar sepenuhnya kepada Yang Maha Mengetahui.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Doa, dalam konteks ini, bukan hanya permintaan agar mudah memahami pelajaran, tetapi juga permohonan agar ilmu yang dipelajari menjadi jalan menuju ridha dan surga Allah.
Tawakal: Menyerahkan Hasil Setelah Berusaha Maksimal
Setelah berdoa dan berusaha, seorang pelajar harus bertawakal. Tawakal bukan berarti pasrah tanpa upaya, melainkan meyakini bahwa hasil akhir adalah hak prerogatif Allah. Imam Az-Zarnuji menulis dengan indah:
“ومن توكل على الله كفاه، ومن فوض أمره إليه هداه.”
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya; dan siapa yang menyerahkan urusannya kepada-Nya, maka Allah akan menuntunnya.”
Tawakal memberikan ketenangan jiwa di tengah ketidakpastian hasil. Pelajar yang bertawakal tidak mudah putus asa ketika gagal, dan tidak sombong ketika berhasil. Ia memahami bahwa keberhasilan sejati bukan pada nilai atau prestasi, tetapi pada keberkahan proses yang dijalani dengan ikhlas.
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, maka cukuplah Allah baginya.” (QS. At-Ṭalāq [65]: 3)
Ayat ini menjadi sumber kekuatan bagi siapa pun yang merasa lelah dalam belajar. Tawakal bukan hanya sikap mental, tetapi juga bentuk spiritualitas yang mendalam — mengubah rasa cemas menjadi tenang, dan menjadikan setiap usaha terasa bermakna.
Doa Para Penuntut Ilmu: Permohonan yang Menghidupkan Hati
Doa dalam belajar tidak hanya tentang permintaan agar dimudahkan memahami pelajaran, melainkan juga agar hati dijaga dari kesombongan dan keputusasaan. Imam Az-Zarnuji bahkan menyebutkan doa yang dianjurkan bagi pelajar:
“اللهم افتح علينا حكمتك، وانشر علينا رحمتك، وذكرنا ما نسينا يا ذا الجلال والإكرام.”
“Ya Allah, bukakanlah bagi kami hikmah-Mu, sebarkanlah rahmat-Mu atas kami, dan ingatkanlah kami terhadap apa yang telah kami lupakan, wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan.”
Doa ini menunjukkan bahwa ilmu sejati lahir dari rahmat Allah, bukan sekadar dari kecerdasan manusia. Doa menjaga hati pelajar agar tetap lembut dan terarah, serta menjauhkan dari kesombongan yang sering kali menyertai orang berilmu.
Dalam realitas kehidupan akademik modern, banyak pelajar yang terjebak pada ambisi tanpa spiritualitas. Mereka lupa bahwa ilmu tanpa doa ibarat tubuh tanpa jiwa — tampak hidup, tetapi kosong makna.
Antara Ikhtiar dan Tawakal: Dua Sayap Menuju Keberhasilan
Imam Az-Zarnuji mengajarkan keseimbangan antara usaha dan tawakal. Ia menegaskan bahwa seorang pelajar harus giat, tetapi juga sadar bahwa hasilnya tidak selalu sesuai harapan. Ia menulis:
“اجتهد ولا تعتمد على اجتهادك.”
“Berusahalah dengan sungguh-sungguh, namun jangan bergantung pada usahamu semata.”
Ungkapan ini menjadi penegas bahwa tawakal bukan alasan untuk malas, dan usaha bukan alasan untuk sombong. Keduanya adalah dua sayap yang membawa seorang penuntut ilmu menuju keberkahan.
Pelajar yang hanya mengandalkan ikhtiar sering kali terbebani oleh hasil. Sementara yang hanya berdoa tanpa usaha hidup dalam delusi. Namun ketika keduanya berpadu, muncullah ketenangan — karena ia tahu bahwa yang ia lakukan adalah bagian dari ibadah.
Menghidupkan Kembali Tradisi Spiritual dalam Belajar
Di masa lalu, para ulama selalu memulai kegiatan belajar dengan doa. Mereka membaca basmalah, memohon keberkahan, dan menjaga wudhu ketika menulis. Semua itu bukan ritual kosong, melainkan bentuk tawassul agar ilmu menjadi cahaya, bukan beban.
Kebiasaan itu kini mulai luntur. Banyak siswa dan mahasiswa terburu-buru mengejar waktu, lupa memohon keberkahan dari Sang Pemberi Ilmu. Padahal, keberhasilan sejati tidak hanya diukur oleh seberapa cepat seseorang memahami materi, tetapi seberapa dalam ilmu itu mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih beradab.
Kita bisa memulai perubahan sederhana: berdoa sebelum belajar, bersyukur setelah memahami, dan bertawakal ketika ujian tiba. Dengan demikian, proses belajar bukan hanya intelektual, tetapi juga spiritual — sebuah perjalanan hati menuju ridha Allah.
Doa dan Tawakal dalam Praktik Kehidupan Modern
Bagi pelajar masa kini, doa dan tawakal bukan hal kuno. Keduanya justru menjadi kebutuhan di tengah tekanan akademik yang berat. Saat dunia menuntut kecepatan, doa mengajarkan kesabaran. Saat hasil tidak sesuai harapan, tawakal memberi ketenangan.
Misalnya, seorang mahasiswa yang gagal ujian tidak akan larut dalam kecewa jika ia memahami hakikat tawakal. Ia akan berkata dalam hati, “Aku sudah berusaha, sisanya adalah keputusan Allah.” Kalimat sederhana itu menenangkan jiwa lebih dari seribu motivasi.
Doa juga menumbuhkan harapan. Di saat otak lelah dan hati gundah, mengangkat tangan ke langit bukan tanda menyerah, melainkan bentuk pengakuan bahwa kita tidak sendirian. Dalam setiap huruf yang dipelajari, ada doa yang menyertainya — dan itulah yang membuat ilmu menjadi cahaya, bukan beban.
Ilmu, Doa, dan Tawakal: Jalan Menuju Keberkahan Hidup
Imam Az-Zarnuji menegaskan bahwa keberkahan ilmu tidak datang dari banyaknya buku yang dibaca, tetapi dari hati yang bersih dan penuh tawakal. Ia menulis:
“من تواضع للعلم رفعه الله، ومن اعتمد على نفسه حرمه الله.”
“Barang siapa merendahkan diri di hadapan ilmu, maka Allah akan mengangkatnya; dan barang siapa bersandar pada dirinya sendiri, maka Allah akan menjauhkannya dari keberkahan.”
Kutipan ini menjadi pengingat bahwa ilmu sejati bukan milik mereka yang paling pintar, tetapi milik mereka yang paling ikhlas. Dengan doa, kita mengetuk pintu rahmat; dengan tawakal, kita menyerahkan kunci hasil kepada Allah.
Penutup
Pada akhirnya, doa dan tawakal adalah energi batin yang menghidupkan perjalanan menuntut ilmu. Seorang pelajar yang berdoa dan bertawakal akan melihat setiap kesulitan sebagai bagian dari proses penyucian jiwa. Ia akan menemukan makna dalam kegagalan, dan rasa syukur dalam keberhasilan.
Belajar bukan hanya tentang menambah pengetahuan, tetapi juga tentang memperbaiki hubungan dengan Allah. Doa menjadikan ilmu bermakna; tawakal menjadikan hati tenang.
Maka, setiap kali pena digerakkan, ucapkanlah doa. Setiap kali hafalan terasa berat, bersandarlah pada tawakal. Sebab di balik setiap usaha yang tulus, ada tangan Allah yang bekerja diam-diam — menuntun, menjaga, dan memberkahi setiap penuntut ilmu yang berjalan dengan doa di bibir dan tawakal di hati.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
