Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, banyak orang merasa dikejar waktu. Kita sering berlari, namun entah ke mana tujuan akhirnya. Dalam dunia pendidikan, fenomena yang sama terjadi: siswa dan mahasiswa belajar tanpa arah, mengejar nilai tanpa menata waktu dengan baik. Padahal, menurut Imam Az-Zarnuji, penataan waktu bukan sekadar urusan teknis, melainkan cermin dari tanggung jawab spiritual.
Dalam kitab klasiknya, Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum, Az-Zarnuji menekankan bahwa waktu adalah amanah yang harus dijaga. Ia mengajarkan bahwa keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada kecerdasan, tetapi juga pada kemampuan mengatur waktu dengan disiplin dan niat yang tulus karena Allah.
Menyadari Nilai Waktu Sebagai Nikmat dan Amanah
Imam Az-Zarnuji membuka pembahasan tentang waktu dengan cara yang lembut namun mendalam. Beliau menulis bahwa seorang penuntut ilmu harus memanfaatkan setiap detik hidupnya untuk hal-hal yang bermanfaat, karena waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali.
Nilai waktu ini juga ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.” (QS. Al-‘Ashr [103]: 1–2)
Ayat singkat namun padat ini menegaskan bahwa kerugian manusia tidak hanya karena kehilangan harta, tetapi juga karena menyia-nyiakan waktu. Orang yang gagal mengelola waktunya berarti kehilangan bagian terbaik dari kehidupannya.
Az-Zarnuji mengingatkan muridnya agar tidak menunda-nunda belajar. Ia menulis:
“من أخر الدرس ضاع أمره.”
“Barang siapa menunda pelajaran, maka hilanglah urusannya.”
Pesan ini sederhana, namun sangat relevan di zaman ini. Penundaan kecil hari ini dapat menjadi kebiasaan besar yang merusak masa depan. Menunda belajar berarti menunda kemajuan, dan menunda kemajuan berarti menunda kehidupan yang lebih baik.
Waktu Belajar yang Efektif Menurut Imam Az-Zarnuji
Salah satu keunikan Ta‘lîm al-Muta‘allim adalah panduannya yang praktis tentang manajemen waktu belajar. Imam Az-Zarnuji memberikan arahan agar pelajar menentukan waktu tertentu setiap hari untuk menuntut ilmu, karena konsistensi lebih penting daripada intensitas sesaat.
Beliau menulis:
“ينبغي أن يكون للطالب وقت معلوم للدرس والمطالعة.”
“Seharusnya bagi seorang pelajar memiliki waktu tertentu untuk belajar dan membaca.”
Dalam pandangan beliau, waktu terbaik untuk belajar adalah pagi hari. Pikiran masih segar, hati belum terbebani urusan dunia, dan berkah pagi membawa ketenangan. Rasulullah ﷺ pun bersabda:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu pagi mereka.” (HR. Abu Dawud)
Belajar di pagi hari bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal keberkahan. Banyak ulama yang mengatur waktu belajar mereka dengan disiplin tinggi: siang untuk hafalan, malam untuk menulis, dan fajar untuk merenung. Inilah pola hidup yang membuat ilmu mereka berbuah hikmah.
Mengatur Jadwal: Antara Disiplin dan Fleksibilitas
Menata waktu belajar bukan berarti mengurung diri dalam rutinitas kaku. Justru, Imam Az-Zarnuji menekankan keseimbangan. Ia memahami bahwa setiap murid memiliki kemampuan dan kondisi yang berbeda. Namun, prinsipnya jelas: jangan biarkan waktu berlalu tanpa manfaat.
Dalam kitabnya, beliau memberi nasihat:
“ينبغي لطالب العلم أن يختار أوقات النشاط، ويجتنب أوقات الغفلة.”
“Seyogianya bagi penuntut ilmu memilih waktu saat dirinya bersemangat, dan menjauhi waktu ketika lalai.”
Artinya, jadwal belajar yang baik adalah jadwal yang mengenali ritme diri. Tidak semua waktu efektif untuk belajar, dan tidak semua aktivitas harus dilakukan secara terburu-buru. Dengan menyesuaikan waktu terbaik, seseorang bisa menjaga keseimbangan antara jasmani dan rohani.
Disiplin tanpa kesadaran hanya akan melahirkan kelelahan, sementara fleksibilitas tanpa arah akan menimbulkan kemalasan. Az-Zarnuji mengajarkan keseimbangan antara keduanya agar murid tidak kehilangan semangat di tengah perjalanan panjang mencari ilmu.
Menghindari Pemborosan Waktu dalam Belajar
Zaman digital membawa kemudahan luar biasa, namun sekaligus jebakan besar dalam bentuk distraksi. Satu notifikasi ponsel bisa memecah konsentrasi, satu video pendek bisa mencuri waktu berjam-jam. Imam Az-Zarnuji, meski hidup berabad-abad sebelum era internet, telah memberi peringatan halus tentang bahaya menghabiskan waktu untuk hal sia-sia.
Beliau menulis:
“إياك وإضاعة الوقت فيما لا فائدة فيه.”
“Hati-hatilah dari menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat.”
Pesan ini seperti gema dari masa lalu yang kini terasa sangat relevan. Pemborosan waktu bukan hanya kehilangan peluang belajar, tetapi juga menumpulkan semangat. Waktu yang hilang untuk kesia-siaan adalah bagian dari umur yang tidak akan kembali.
Maka, murid perlu menjaga fokus. Setiap jam harus bernilai. Setiap kegiatan harus punya arah. Mengatur waktu bukan sekadar soal jam dan menit, tetapi juga soal prioritas dan kesadaran spiritual.
Waktu dan Keberkahan: Dimensi Spiritual dari Disiplin Belajar
Islam mengajarkan bahwa waktu memiliki dimensi spiritual yang dalam. Rasulullah ﷺ bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang banyak dilalaikan manusia: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Hadis ini mengajarkan bahwa waktu bukan hanya sumber produktivitas, tetapi juga ujian amanah. Orang yang pandai mengatur waktu berarti ia menghargai nikmat Allah. Sebaliknya, orang yang lalai berarti ia sedang menyia-nyiakan titipan.
Imam Az-Zarnuji melihat hubungan erat antara keberkahan ilmu dan pengelolaan waktu. Ia menulis bahwa murid yang mengatur waktunya dengan baik akan memperoleh ilmu yang muttaṣil (menyambung) dan penuh keberkahan. Sebaliknya, mereka yang lalai akan mudah lupa dan sulit memahami.
Belajar dengan niat dan jadwal yang teratur bukan sekadar disiplin, tetapi ibadah. Setiap menit yang digunakan untuk belajar dengan ikhlas menjadi saksi ketaatan kepada Allah.
Membangun Kebiasaan Ilmiah dari Pengelolaan Waktu
Salah satu pesan penting Az-Zarnuji adalah tentang istiqamah — konsistensi dalam belajar. Ia menulis:
“الدوام على القليل خير من الكثير المنقطع.”
“Sedikit yang dilakukan terus-menerus lebih baik daripada banyak yang terputus.”
Kebiasaan kecil seperti membaca satu halaman kitab setiap pagi, mengulang hafalan di sore hari, atau mencatat satu pelajaran penting setiap malam, jika dilakukan terus-menerus, akan melahirkan keberkahan besar.
Pengelolaan waktu bukan hanya tentang menghindari kesibukan yang sia-sia, tetapi juga tentang membangun kebiasaan ilmiah. Dalam dunia yang serba instan, kebiasaan seperti ini menjadi kekuatan yang langka. Ilmu yang bermanfaat tidak datang dari kecepatan, melainkan dari ketekunan.
Meneladani Para Ulama dalam Menghargai Waktu
Para ulama terdahulu menjadikan waktu sebagai harta paling berharga. Imam Nawawi, misalnya, dikenal tidak pernah melewatkan satu jam tanpa menulis, mengajar, atau membaca. Imam Bukhari menghabiskan masa mudanya dalam perjalanan panjang untuk mencari hadis.
Mereka memahami betul pesan Az-Zarnuji bahwa waktu adalah ladang amal. Setiap detik bisa menjadi pahala jika digunakan untuk ilmu. Sebaliknya, waktu yang berlalu tanpa manfaat adalah kehilangan yang tak tergantikan.
Meneladani mereka bukan berarti meniru seluruh jadwalnya, tetapi meniru semangatnya. Kita bisa mulai dengan menghormati waktu belajar, menjauhi kelalaian, dan menata hidup dengan kesadaran bahwa waktu adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Penutup
Waktu adalah guru yang paling jujur. Ia tidak menunggu siapa pun, tidak bernegosiasi dengan alasan, dan tidak memberi kesempatan kedua. Setiap detik yang berlalu membawa pesan bahwa hidup ini sementara, dan tugas kita adalah memaknainya dengan amal dan ilmu.
Imam Az-Zarnuji mengajarkan bahwa waktu yang digunakan untuk belajar adalah bentuk ibadah, karena ilmu adalah jalan menuju pengabdian. Maka, menata waktu belajar bukan sekadar urusan duniawi, melainkan cara menjaga amanah Allah.
Ketika kita mampu menata waktu, kita sejatinya sedang menata hati. Dalam ketertiban waktu, ada kedamaian jiwa. Dalam kesungguhan belajar, ada keberkahan hidup. Dan dalam setiap detik yang kita isi dengan ilmu, tersimpan jejak abadi menuju ridha Ilahi.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
