Khazanah
Beranda » Berita » Cinta Tanah Air dan Nasionalisme yang Bernilai Iman

Cinta Tanah Air dan Nasionalisme yang Bernilai Iman

Cinta tanah air
Ilustrasi sikap cinta tanah air dan nasionalisme memperkokoh iman. Foto : perplexity

SURAU.CO. Kekinian, diskusi tentang kata nasionalisme sering hadir di ruang-ruang publik. Tidak hanya di forum resmi, bahkan di tongkrongan anak muda atau di media sosial nasionalisme sering jadi pembahasan. Ada yang mengaitkannya dengan politik, ada yang menjadikannya jargon persatuan. Bahkan ada diskusi yang mengatakan nasionalisme bertentangan dengan ajaran agama. Namun, benarkah mencintai tanah air sekadar urusan duniawi? Atau justru ia memiliki nilai spiritual yang tinggi dalam Islam?

Sejatinya, cinta tanah air bukanlah istilah baru. Ia adalah fitrah manusia, perasaan alami yang muncul ketika seseorang lahir, tumbuh, dan hidup di suatu tempat. Dalam tradisi Islam, konsep ini bukan hanya diperbolehkan, melainkan juga ditekankan sebagai bagian dari iman. Tidak heran jika ulama besar menegaskan, hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman).

Mari kita telaah lebih jauh, bagaimana Alquran, Hadis, dan pandangan ulama memandang nasionalisme, serta apa maknanya bagi kita sebagai umat Muslim yang hidup di Indonesia, sebagai sebuah bangsa yang kaya budaya, bahasa, dan agama.

Nasionalisme Dari Barat ke Nusantara

Secara historis, istilah nasionalisme lahir dari Barat. Ia muncul sebagai semangat perlawanan terhadap kolonialisme dan penindasan. Namun ketika masuk ke dunia Islam, termasuk Indonesia, nasionalisme tidak diterima mentah-mentah. Sebagian kelompok menilai ia bertentangan dengan Islam karena dianggap sekuler, mengabaikan agama sebagai fondasi sosial.

Namun, sebagian pemikir Muslim justru menegaskan bahwa nasionalisme sejati sejalan dengan Islam. Mereka merujuk pada konsep Piagam Madinah yang dirancang Nabi Muhammad SAW. Dokumen itu bukan hanya mengatur hubungan antar-Muslim, tetapi juga menyatukan berbagai komunitas yaitubYahudi, Nasrani, dan kelompok lain dalam satu ikatan kebangsaan. Dengan kata lain, Islam sudah mempraktikkan semangat nasionalisme jauh sebelum istilah itu populer di Barat.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Di Indonesia sendiri, nasionalisme menjadi senjata utama melawan kolonialisme. KH. Hasyim Asy’ari melalui Resolusi Jihad 1945 menegaskan kewajiban umat Islam untuk mempertahankan Indonesia dari penjajahan. Dari sinilah lahir keyakinan bahwa mencintai bangsa bukanlah lawan agama, melainkan bagian dari pengamalan iman.

Membela Tanah Air adalah Kehormatan

Meskipun Alquran tidak menyebutkan istilah nasionalisme secara eksplisit, namun nilai-nilainya banyak ditemukan. Beberapa ayat menggambarkan betapa berharganya tanah air.

Allah berfirman, “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (Al-Anfal ayat 30).

Allah menceritakan bagaimana kaum Quraisy berencana mengusir Nabi Muhammad SAW dari Makkah. Peristiwa itu menunjukkan bahwa pengusiran dari tanah kelahiran bukan sekadar tindakan politik, tetapi luka mendalam yang sepadan dengan kehilangan nyawa. Tafsir Fakhruddin ar-Razi bahkan menegaskan: berpisah dari tanah air sama beratnya dengan kematian.

Ayat lain, Surah Al-Baqarah ayat 246, menggambarkan semangat kaum Bani Israil yang rela berperang karena mereka diusir dari tanah airnya. Begitu pula dalam Surah Al-Hajj ayat 39-40, Allah mengizinkan umat berperang karena mereka diusir secara zalim dari negeri mereka. Semua ayat ini memperlihatkan bahwa membela tanah air adalah bagian dari jihad yang luhur.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Lebih jauh, doa Nabi Ibrahim dalam Surah Al-Baqarah ayat 126 menunjukkan bagaimana seorang nabi mendoakan negerinya agar aman, makmur, dan penuh keberkahan. Tafsir Ibnu Asyur menambahkan, semua nabi mendoakan tanah air mereka masing-masing. Ini bukti bahwa nasionalisme sudah menjadi bagian dari spiritualitas para nabi.

Kerinduan Nabi pada Makkah dan Madinah

Dalam hadis-hadis sahih, kita mendapati bagaimana Rasulullah SAW menunjukkan cintanya pada tanah air. Beliau lahir dan tumbuh di Makkah, dan meski akhirnya hijrah ke Madinah karena tekanan kaum Quraisy, kerinduan pada Makkah tak pernah padam.

Salah satu doa Nabi yang terkenal adalah: “Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, bahkan lebih darinya.” (HR. An-Nasa’i). Doa ini menegaskan bahwa cinta tanah air adalah fitrah manusiawi sekaligus bernilai spiritual.

Riwayat lain dari Imam Bukhari menyebutkan bahwa ketika Nabi kembali dari perjalanan, beliau mempercepat untanya saat melihat tembok-tembok Madinah. Itu tanda kerinduan dan cinta yang mendalam pada tanah air barunya. Ulama seperti Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan, hadis-hadis ini adalah bukti sahih bahwa mencintai tanah air adalah syariat yang diajarkan Rasulullah SAW.

Ulama dan Nasionalisme di Indonesia

Ungkapan hubbul wathan minal iman memang dinilai lemah secara sanad hadis. Namun substansinya sahih karena didukung banyak riwayat lain. Imam As-Sakhowi menegaskan, meski kalimat itu tidak berasal langsung dari Nabi, maknanya benar: cinta tanah air adalah bagian dari iman ketika diwujudkan dengan amal saleh, kepedulian, dan pengorbanan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Pandangan ini menjadi fondasi perjuangan para ulama Nusantara. KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, hingga H. Agus Salim dan Mohammad Natsir, semua menegaskan bahwa nasionalisme bukan bertentangan dengan Islam, melainkan justru memperkuat iman.

Sayyidina Umar bin Khattab bahkan berkata: “Seandainya tidak ada cinta tanah air, niscaya negeri-negeri akan hancur. Dengan cinta tanah air, negeri-negeri akan makmur.” Kalimat ini selaras dengan pandangan bahwa nasionalisme adalah energi untuk membangun bangsa.

Sebagian orang mempertanyakan bagaimana seorang Muslim memiliki identitas ganda, yaitu sebagai hamba Allah sekaligus warga negara? Alquran dan Hadis tidak pernah menafikan identitas kebangsaan. Seorang Muslim tetap bagian dari masyarakat, bangsa, dan negara tempat ia tinggal. Justru dengan mencintai tanah air, seorang Muslim bisa menjalankan ajaran Islam lebih luas. Seperti menegakkan keadilan, menolong fakir miskin, menjaga silaturahmi, hingga melindungi lingkungan. Semua itu adalah amal saleh yang bernilai ibadah.

Dalam konteks Indonesia, nasionalisme bukan berarti menomorduakan agama. Justru ia menjadi wujud nyata pengamalan iman, menjaga persatuan dalam kebhinekaan, membangun kesejahteraan bersama, dan menghindari perpecahan.

Nasionalisme sebagai Amal Iman

Dari Alquran, Hadis, hingga pandangan para ulama, jelas bahwa nasionalisme tidak bertentangan dengan Islam. Sebaliknya, ia menjadi bagian penting dari keimanan. Membela tanah air, menjaga persatuan bangsa, dan berkontribusi untuk kemajuan negara adalah amal saleh yang berpahala.

Di era modern yang penuh tantangan, mulai dari radikalisme, ekstremisme, hingga ancaman disintegrasi, maka nasionalisme bisa menjadi benteng kokoh. Islam memberi kita fondasi bahwa mencintai tanah air adalah ibadah, bukan sekadar slogan.

Maka, ketika kita menyanyikan lagu kebangsaan, bekerja keras untuk negeri, atau menjaga keberagaman dengan sikap toleran, sesungguhnya kita sedang menunaikan sebagian dari iman. Cinta tanah air adalah iman yang hidup. Ia bukan hanya kata-kata, tetapi energi yang menggerakkan kita untuk menjaga Indonesia tetap damai, berdaulat, dan bermartabat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement