Surau.co. Keselarasan jiwa merupakan konsep penting dalam tradisi filsafat Islam, terutama menurut Al-Fārābī dalam Risāla fī al-Nafs. Konsep ini menekankan keseimbangan antara berbagai lapisan jiwa: vegetatif, sensori, imajinatif, dan rasional. Keseimbangan tersebut tidak hanya berdampak pada spiritualitas, tetapi juga pada kesehatan mental. Menurut Al-Fārābī, manusia yang mampu menyeimbangkan fungsi jiwa akan lebih mampu menghadapi tekanan hidup, mengambil keputusan bijak, dan menjaga hubungan harmonis dengan lingkungan.
Fenomena sehari-hari menunjukkan pentingnya keseimbangan jiwa. Misalnya, seorang pekerja yang stres karena deadline dapat merasa lebih tenang ketika ia mampu mengatur pikirannya, menenangkan emosinya, dan merencanakan langkah selanjutnya dengan akal yang jernih. Al-Fārābī menulis:
“وَالْعَقْلُ الْفَاعِلُ يُرْشِدُ النَّفْسَ إِلَى التَّصَرُّفِ الْحَكِيمِ وَالْإِسْتِقَامَةِ”
“Akal Penggerak membimbing jiwa untuk bertindak bijak dan tetap lurus.” (Risāla fī al-Nafs)
Kutipan ini menekankan bahwa kesehatan mental bukan sekadar bebas dari stres, tetapi kemampuan jiwa untuk berpikir, merasakan, dan bertindak selaras dengan kebenaran dan kebajikan.
Hubungan Indra, Imajinasi, dan Akal
Al-Fārābī menjelaskan bahwa proses penyelarasan jiwa dimulai dari indera. Indera menerima informasi dari dunia luar, kemudian imajinasi mengolah informasi tersebut menjadi gambaran mental yang bisa dianalisis oleh akal. Fenomena sehari-hari terlihat ketika seorang guru merancang metode pengajaran. Ia melihat murid belajar, membayangkan bagaimana materi bisa diterima lebih mudah, lalu menggunakan akal untuk memilih pendekatan terbaik. Al-Fārābī menulis:
“وَيُوجَدُ فِي النَّفْسِ مَا يُمَكِّنُهَا مِنْ تَصْوِيرِ مَا تَلْحِقُ بِهِ مِنَ الْمُدْرَكَاتِ”
“Dalam jiwa terdapat kemampuan untuk membentuk gambaran dari apa yang diterima oleh indera.” (Risāla fī al-Nafs)
Proses ini menekankan pentingnya integrasi antara persepsi inderawi, imajinasi, dan akal untuk menjaga keseimbangan emosi dan pikiran, sehingga kesehatan mental tetap terjaga.
Mengelola Emosi melalui Rasionalitas
Salah satu penyebab stres dan ketidakseimbangan jiwa adalah emosi yang tidak terkelola. Al-Fārābī menunjukkan bahwa akal yang sehat mampu menenangkan jiwa dengan menilai informasi dan pengalaman secara objektif. Fenomena sehari-hari bisa kita lihat saat seseorang menghadapi konflik di tempat kerja: ia menahan kemarahan sejenak, mengevaluasi situasi, dan memilih respon yang tepat. Ia menulis:
“وَالْخَيَالُ وَالْعَقْلُ يَعْمَلَانِ مَعًا لِتَسْتَقِيمَ النَّفْسُ وَتَتَجَنَّبَ الْمَفَاسِدَ”
“Imajinasi dan akal bekerja bersama agar jiwa tetap lurus dan terhindar dari kerusakan.” (Risāla fī al-Nafs)
Keseimbangan ini sejalan dengan prinsip psikologi modern, di mana regulasi emosi dan berpikir rasional membantu seseorang mengatasi stres dan meningkatkan kualitas hidup.
Kesehatan Mental dan Spiritualitas
Al-Fārābī juga menekankan dimensi spiritual dalam kesehatan mental. Jiwa yang selaras memungkinkan manusia memahami nilai-nilai moral, keindahan, dan petunjuk kehidupan. Fenomena sehari-hari terlihat ketika seseorang merenung atau berdzikir untuk menenangkan hati dan menguatkan tekad. Ia menulis:
“وَالْعَقْلُ الْفَاعِلُ يُمَكِّنُ النَّفْسَ مِنْ تَقَبُّلِ الْجَمِيلِ وَالْخَيْرِ وَالْهُدَى”
“Akal Penggerak memungkinkan jiwa menerima keindahan, kebaikan, dan petunjuk.” (Risāla fī al-Nafs)
Al-Qur’an mengingatkan pentingnya keselarasan jiwa dan refleksi:
“أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ” (QS. Al-Mu’minun: 68)
“Bukankah Allah adalah sebaik-baik hakim?”
Ayat ini menegaskan bahwa kesehatan mental dan moral tidak bisa dipisahkan dari pemahaman dan penerapan nilai-nilai kebenaran.
Praktik Sehari-hari untuk Menjaga Keselarasan Jiwa
Beberapa langkah praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar jiwa tetap selaras antara lain:
- Mengamati diri sendiri: Mengenali pikiran dan emosi yang muncul setiap hari.
- Menggunakan imajinasi konstruktif: Membayangkan skenario positif untuk menghadapi tantangan.
- Berpikir rasional: Menilai informasi dan pengalaman sebelum bertindak.
- Refleksi spiritual: Merenungkan nilai-nilai hidup dan berinteraksi dengan lingkungan dengan kesadaran penuh.
- Interaksi sosial positif: Membina hubungan harmonis dengan keluarga, teman, dan komunitas.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, manusia dapat menjaga kesehatan mental dan emosional sekaligus menguatkan hubungan dengan lingkungan dan Tuhan.
Menjadi Jiwa yang Selaras
Keselarasan jiwa bukanlah tujuan yang statis, tetapi proses dinamis yang perlu dipelihara setiap hari. Dengan memahami mekanisme jiwa menurut Al-Fārābī—dari indera ke imajinasi hingga akal—manusia mampu menghadapi tekanan hidup dengan bijak, membuat keputusan yang tepat, dan menjaga kesehatan mental. Fenomena sehari-hari mengajarkan bahwa keseimbangan ini bukan sekadar teori, tetapi praktik hidup yang nyata dan bermanfaat.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
