Khazanah
Beranda » Berita » Qadha Menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’: Peran Hakim dalam Islam

Qadha Menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’: Peran Hakim dalam Islam

Hakim Muslim sedang membaca kitab fiqih sebagai simbol qadha menurut Imam an-Nawawi.
Ilustrasi realistik-filosofis seorang hakim Muslim duduk di kursi kayu sederhana dengan kitab fiqih di depannya, sementara cahaya matahari menyorot dari jendela, melambangkan keadilan sebagai cahaya ilahi

Dalam kehidupan sosial, manusia tidak pernah lepas dari perselisihan. Islam sebagai agama yang sempurna hadir dengan konsep qadha, yaitu peradilan yang menegakkan hukum syariat demi menjaga keadilan dan keharmonisan masyarakat. Imam an-Nawawi melalui karya monumentalnya Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab memberikan uraian mendalam tentang qadha dan peran hakim dalam Islam.

Artikel ini akan mengulas pemikiran Imam an-Nawawi mengenai qadha, rukun dan syarat hakim, serta hikmah besar di balik peradilan Islam. Di bagian akhir, pembahasan akan dibandingkan dengan pandangan dalam Fathul Mu’in agar kita mendapat perspektif yang lebih luas.

Landasan Syariah Qadha dalam Islam

Al-Qur’an menegaskan pentingnya menegakkan keadilan. Allah SWT berfirman:

“إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ”
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)

Rasulullah ﷺ juga menekankan kedudukan hakim dengan sabda beliau:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

“الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ، وَاحِدٌ فِي الْجَنَّةِ، وَاثْنَانِ فِي النَّارِ؛ فَأَمَّا الَّذِي فِي الْجَنَّةِ، فَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ…”
“Hakim itu ada tiga: satu di surga, dua di neraka. Yang di surga adalah hakim yang mengetahui kebenaran lalu memutuskan dengannya…” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa qadha bukan sekadar profesi, melainkan amanah besar yang langsung berkaitan dengan keadilan Allah di muka bumi.

Definisi Qadha Menurut Imam an-Nawawi

Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ mendefinisikan qadha sebagai aktivitas seorang hakim dalam menyelesaikan perselisihan dengan hukum syariat. Qadha bukan sekadar memberi keputusan, tetapi memastikan hukum Allah berlaku secara adil dan maslahat.

Beliau menekankan bahwa qadha harus dijalankan dengan niat ikhlas. Hakim tidak boleh memutuskan perkara dengan hawa nafsu, tekanan, atau kepentingan duniawi.

Rukun dan Syarat Hakim

Imam an-Nawawi menjelaskan rukun qadha adalah:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

  1. Hakim yang sah secara syariat.
  2. Pihak-pihak yang berperkara.
  3. Perkara yang disengketakan.
  4. Putusan yang diambil berdasarkan dalil syar’i.

Syarat hakim menurut Imam an-Nawawi sangat ketat. Hakim harus:

  • Muslim, baligh, berakal, merdeka.
  • Memiliki ilmu fiqih yang memadai untuk memahami hukum syariat.
  • Memiliki sifat adil dan amanah.
  • Tidak boleh memiliki kepentingan dalam perkara yang diadili.

Imam an-Nawawi menegaskan bahwa jabatan hakim adalah salah satu tugas paling berat dalam Islam karena tanggung jawabnya sangat besar di dunia dan akhirat.

Tugas Utama Hakim Menurut Al-Majmu’

Dalam Al-Majmu’, Imam an-Nawawi menjabarkan bahwa hakim memiliki tugas utama:

  1. Menyelesaikan perselisihan antara dua pihak dengan adil.
  2. Menetapkan hak bagi orang yang berhak.
  3. Melindungi yang lemah dari kezhaliman pihak kuat.
  4. Menegakkan hudud dan ta’zir dalam perkara pidana sesuai syariat.
  5. Menjaga ketertiban umum agar masyarakat tidak terjerumus ke dalam kekacauan.

Hakim, menurut beliau, adalah representasi dari nilai keadilan Allah di bumi.

Hikmah Qadha dalam Kehidupan Masyarakat

Imam an-Nawawi menekankan bahwa qadha memiliki hikmah besar, di antaranya:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

  • Menjaga keadilan sosial: mencegah orang kuat menindas orang lemah.
  • Menciptakan ketertiban hukum: masyarakat hidup damai karena ada rujukan hukum.
  • Menjadi sarana dakwah: peradilan yang adil mencerminkan keindahan Islam.
  • Menghadirkan keberkahan: keputusan yang adil mendatangkan ridha Allah.

Dengan demikian, qadha tidak hanya bersifat legal-formal, tetapi juga moral-spiritual.

Kode Etik Hakim Menurut Imam an-Nawawi

Dalam Al-Majmu’, Imam an-Nawawi menekankan etika seorang hakim, antara lain:

  • Tidak boleh menerima suap atau hadiah dari pihak yang berperkara.
  • Harus mendengar keterangan dari kedua belah pihak secara adil.
  • Tidak boleh menunjukkan keberpihakan dalam sikap maupun perkataan.
  • Harus berhati-hati dalam memutuskan perkara, menghindari ketergesa-gesaan.

Beliau bahkan menegaskan, jika hakim ragu, lebih baik menunda putusan daripada mengambil keputusan yang salah.

Qadha dan Tantangan Kontemporer

Meski konsep qadha lahir pada masa klasik, ajarannya tetap relevan. Di era modern, peran hakim Muslim bisa diwujudkan melalui:

  • Pengadilan agama yang menangani perkawinan, warisan, dan sengketa keluarga.
  • Lembaga peradilan syariah dalam transaksi ekonomi.
  • Mekanisme mediasi yang berlandaskan keadilan Islam.

Prinsip-prinsip Imam an-Nawawi tentang qadha dapat menjadi pedoman agar peradilan Islam tetap tegak di tengah tantangan zaman.

Perbandingan Al-Majmu’ dan Fathul Mu’in

Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ memberikan uraian qadha dengan pendekatan ensiklopedis. Beliau membahas syarat hakim, etika, serta berbagai cabang masalah secara detail, termasuk khilafiyah antarulama. Kitab ini menjadi rujukan utama bagi kajian peradilan Islam di level akademis.

Berbeda dengan itu, Fathul Mu’in menyajikan pembahasan qadha secara lebih ringkas dan praktis. Kitab ini menekankan hal-hal yang lebih sering dipraktikkan di masyarakat, seperti syarat dasar hakim dan adab dalam mengadili, tanpa menguraikan panjang lebar perbedaan pendapat ulama.

Perbedaan gaya ini membuat Al-Majmu’ cocok bagi kalangan peneliti dan santri tingkat lanjut, sementara Fathul Mu’in lebih mudah dipahami masyarakat umum yang membutuhkan panduan cepat dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

Penutup

Qadha menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ bukan sekadar konsep hukum, melainkan amanah spiritual yang sangat berat. Hakim bukan hanya berhadapan dengan manusia, tetapi juga mempertanggungjawabkan keputusannya di hadapan Allah.

Di tengah tantangan zaman modern, peradilan Islam tetap relevan jika dijalankan dengan nilai-nilai yang ditanamkan Imam an-Nawawi: keadilan, kejujuran, dan kehati-hatian.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement