Sosok
Beranda » Berita » Pernikahan Rasulullah dengan Khadijah ; Kisah Cinta Paling Agung

Pernikahan Rasulullah dengan Khadijah ; Kisah Cinta Paling Agung

Khadijah
Pernikahan Rasulullah dengan Khadijah. Pernikahan ini sering digambarkan sebagai "kisah cinta paling agung" karena mengandung banyak nilai moral, spiritual, dan kemanusiaan yang layak menjadi contoh bagi setiap pasangan. Gambar : Internet

SURAU.CO – Sejarah Islam penuh dengan kisah-kisah agung yang tidak hanya menjadi teladan, tetapi juga sumber inspirasi bagi umat manusia sepanjang zaman. Salah satu kisah yang paling indah dan sarat makna adalah kisah pernikahan Rasulullah Muhammad SAW dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid. Hubungan mereka bukan sekadar ikatan lahiriah, melainkan perpaduan cinta, kesetiaan, pengorbanan, dan perjuangan bersama dalam menegakkan risalah Allah.

Pernikahan ini sering digambarkan sebagai “kisah cinta paling agung” karena mengandung banyak nilai moral, spiritual, dan kemanusiaan yang layak menjadi contoh bagi setiap pasangan. Kisah ini terjadi saat Rasulullah SAW berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

Sosok Khadijah binti Khuwailid

Khadijah binti Khuwailid berasal dari keluarga Quraisy yang terhormat. Ayahnya, Khuwailid bin Asad adalah seorang tokoh terpandang di Makkah. Sementara ibunya, Fatimah binti Za’idah, juga berasal dari keluarga bangsawan Quraisy. Khadijah terkenal sebagai seorang wanita yang cerdas, terhormat, dan kaya raya. Ia mewarisi usaha perdagangan keluarganya dan mampu mengelolanya dengan sangat baik sehingga mendapat julukan sebagai At-Thahira (wanita suci) dan Sayyidat Quraisy (pemuka wanita Quraisy).

Meskipun hidup dalam masyarakat jahiliyah yang kerap merendahkan posisi perempuan, Khadijah tampil berbeda. Ia mandiri, disegani, dan memiliki integritas tinggi. Kekayaannya tidak membuatnya angkuh, justru ia terkenal dermawan dan senang membantu kaum miskin.

Muhammad Sebelum Menjadi Rasul

Muhammad bin Abdullah, yang kelak menjadi Rasulullah SAW, tumbuh sebagai sosok yang jujur, amanah, dan memiliki akhlak mulia. Bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau sudah dikenal masyarakat Makkah dengan gelar Al-Amin (yang dapat dipercaya).

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Sejak usia muda, beliau sudah bekerja keras untuk menghidupi diri sendiri. Beliau menggembalakan kambing, kemudian menekuni dunia perdagangan. Ketekunannya membuat reputasinya semakin dikenal luas. Bagi masyarakat Quraisy, Muhammad adalah simbol kejujuran dan keadilan dalam berdagang.

Pertemuan Pertama dengan Khadijah

Khadijah yang saat itu menjadi pengusaha sukses, sering mengirimkan kafilah dagang ke luar Makkah. Namun, ia tidak bisa ikut serta dalam setiap perjalanan karena tradisi saat itu membatasi gerak perempuan. Ia biasanya mempercayakan urusannya kepada para lelaki yang ia pekerjakan.

Mendengar reputasi Muhammad sebagai seorang yang jujur dan amanah, Khadijah merasa tertarik untuk mempercayakan perniagaannya kepadanya. Ia mengutus Muhammad untuk memimpin kafilah dagang ke Syam, ditemani seorang pembantunya bernama Maisarah.

Perjalanan dagang tersebut membuahkan hasil yang luar biasa. Muhammad berhasil menggandakan keuntungan Khadijah lebih besar dari biasanya. Selain itu, Maisarah menyaksikan langsung kepribadian Muhammad yang begitu mulia. Ia menceritakan kepada Khadijah bagaimana Muhammad tidak pernah menipu, selalu berlaku adil, dan memiliki akhlak terpuji. Bahkan, Maisarah melihat tanda-tanda kenabian yang mengisyaratkan keistimewaan Muhammad.

Pernikahan Penuh Berkah

Pernikahan Muhammad dan Khadijah terlaksana dengan penuh kesederhanaan. Paman Nabi, Abu Thalib, memberikan khutbah pernikahan yang menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang pemuda yang mulia, jujur, dan layak memimpin rumah tangga.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Mahar yang diberikan kepada Khadijah sangat sederhana dibandingkan kekayaannya. Namun, bagi Khadijah, yang ia cari bukanlah harta, melainkan kepribadian luhur Muhammad. Pernikahan ini menjadi titik awal terbentuknya rumah tangga penuh berkah yang kelak mendukung perjuangan risalah Islam.

Harmoni Rumah Tangga Rasulullah dan Khadijah

Rumah tangga Muhammad dan Khadijah dipenuhi cinta, pengertian, dan saling mendukung. Dari pernikahan ini, lahir enam orang anak: Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah. Meski dua putra mereka meninggal saat masih kecil, kehidupan rumah tangga mereka tetap kokoh dan harmonis.

Khadijah selalu mendukung Muhammad dalam setiap langkah. Saat Muhammad menyendiri di Gua Hira untuk merenung, Khadijah memberikan dorongan penuh. Ketika wahyu pertama turun dan Muhammad ketakutan, Khadijah adalah orang pertama yang menenangkan hatinya. Ia berkata dengan penuh keyakinan:

“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu. Sesungguhnya engkau selalu menyambung silaturahmi, berkata jujur, menolong orang lemah, memuliakan tamu, dan membantu orang yang kesusahan.”

Ucapan itu bukan sekadar hiburan, melainkan keyakinan mendalam dari seorang istri yang mengenal suaminya lebih dari siapa pun.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Khadijah: Istri, Sahabat, dan Pendukung Dakwah

Peran Khadijah tidak berhenti pada ranah rumah tangga. Ia adalah pendukung utama dakwah Rasulullah di masa-masa awal yang penuh tantangan. Ia rela mengorbankan seluruh harta bendanya demi menyokong perjuangan Islam.

Ketika Quraisy memboikot Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kaum Muslimin harus bertahan hidup di lembah sempit selama tiga tahun. Dalam situasi itu, Khadijah tetap tegar mendampingi Nabi, menanggung lapar dan penderitaan bersama. Semua kekayaannya habis untuk membantu kaum Muslimin, tetapi ia tetap ridha.

Cinta yang Tak Pernah Pudar

Rasulullah tidak pernah melupakan cinta dan pengorbanan Khadijah, bahkan setelah ia wafat. Meski menikah dengan istri-istri lain setelah Khadijah, Rasulullah selalu mengenangnya dengan penuh cinta.

Aisyah r.a. pernah berkata:
“Aku tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi sebagaimana aku cemburu terhadap Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya. Rasulullah sering menyebut-nyebut namanya, dan jika beliau menyembelih kambing, beliau akan memotongnya dan mengirimkan kepada teman-teman Khadijah.”

Rasulullah juga pernah berkata:
“Dia (Khadijah) beriman kepadaku ketika orang-orang mendustakanku, dia mempercayaiku ketika orang-orang mendustakanku, dia membantuku dengan hartanya ketika orang lain menahan, dan Allah menganugerahkan anak-anak kepadaku melalui dirinya.”

Inilah bukti bahwa cinta sejati tidak berhenti meski ajal memisahkan.

Nilai-Nilai yang Bisa Dipetik

Kisah pernikahan Rasulullah dan Khadijah mengandung banyak pelajaran dalam kehidupan kaum muslimin saat ini yaitu :

  1. Akhlak adalah daya tarik utama. Khadijah jatuh cinta bukan pada harta atau fisik, tetapi pada akhlak Muhammad.
  2. Pernikahan sebagai ibadah. Hubungan mereka bukan sekadar romantisme, melainkan ibadah untuk mendukung perjuangan menegakkan kebenaran.
  3. Kesetiaan dan dukungan. Khadijah mendukung Nabi dalam suka dan duka, hingga menjadi tiang kekuatan dakwah Islam.
  4. Cinta sejati melampaui usia dan status sosial. Khadijah lebih tua dan lebih kaya, tetapi cinta mereka melampaui batas itu.
  5. Menghormati pasangan setelah wafat. Rasulullah mengajarkan bahwa cinta sejati tetap hidup dalam doa dan kenangan.

Pernikahan Rasulullah dengan Khadijah bukan hanya kisah cinta antara dua insan, melainkan kisah agung tentang kesetiaan, pengorbanan, dan dukungan dalam menegakkan kebenaran. Khadijah bukan hanya seorang istri, tetapi juga sahabat sejati, penopang, dan penguat Nabi di saat beliau sangat membutuhkan.

Kisah ini adalah teladan abadi bagi setiap pasangan suami istri dalam membangun rumah tangga. Cinta sejati bukan hanya tentang rasa, tetapi tentang kesetiaan, pengorbanan, dan bersama-sama berjuang menuju ridha Allah. Itulah sebabnya, kisah pernikahan Rasulullah dengan Khadijah layak disebut sebagai kisah cinta paling agung sepanjang masa.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement