SURAU.CO – Banyak sarjana sejarah Islam mengakui prestasi gemilang para khalifah dinasti Umayyah. Namun, hanya sedikit yang benar-benar mengenal Hindun binti Utbah, sang nenek moyang khalifah-khalifah ini. Namanya terkenal di seluruh Semenanjung Arab karena keberaniannya, baik dalam melawan maupun membela Islam. Kisah hidupnya adalah tapestry yang kaya akan kontradiksi, keberanian, dan transformasi.
Kita tentu tahu beberapa orang yang meraih kehormatan sebagai syahid karena tangan Hindun muda. Sejarawan tidak mencatat banyak tentang peristiwa-peristiwa berbahaya yang Hindun muda timbulkan. Bahkan, penelitian para sarjana tidak mampu mengungkap berapa kendi air yang Abu Sufyan harus minum demi menghilangkan rasa takut setelah ia menyaksikan keganasan Hindun muda. Namun, satu hal yang pasti: medan-medan peperangan di wilayah Arab merasa ngeri melihat keganasan Hindun, yang kemudian mengisi lembaran-lembaran penting dalam sejarah Arabia.
Kemarahan Quraisy dan Perang Badar
Penyiksaan kejam yang orang-orang Quraisy lakukan menyebabkan Rasulullah harus mengungsi ke Madinah. Akan tetapi, Rasulullah tidak sedikit pun mendapatkan ketenangan hidup, meskipun beliau berada di tempat yang jauh. Sambutan baik penduduk Madinah dan keberhasilan beliau dalam membangun kekuatan memicu kemarahan dan kecemburuan kaum Quraisy. Oleh karena itu, mereka mengirimkan bala tentara guna menghancurkan Rasulullah dan para pengikutnya. Akibatnya, terjadilah Perang Badar, yang berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin. Sayangnya, salah seorang putra Hindun yang bertempur di pihak pasukan Mekah terbunuh dalam insiden tersebut.
Kekalahan yang memalukan ini hanya menambah kemarahan kaum Quraisy. Karenanya, mereka segera mengumpulkan kekuatan dan mengirimkan ekspedisi militer besar-besaran untuk menyerbu Madinah. Hindun, yang menyimpan dendam kesumat mendalam, turut merekrut pasukan khusus wanita. Mereka berasal dari kalangan wanita bangsawan Quraisy. Di bawah pimpinannya, pasukan ini bergabung dengan rekan-rekan mereka menuju Madinah. Mereka berbaris sembari bernyanyi — menyanyikan lagu-lagu peperangan yang membakar semangat.
Perang Uhud
Kaum Muslimin berkumpul di bukit Uhud untuk mempertahankan kedaulatan mereka. Sebelum pasukan Mekah menyerang pasukan Muslim, Hindun dan pasukan srikandinya berdiri di depan mereka dan menyanyikan syair:
“Kami adalah anak-anak matahari pagi
Melangkah di atas permadani beludru
Kami menyambut mereka dengan kalungan bunga
Yang maju ke medan tempur dengan hati yang tak pernah kecut
Kami dekap mereka dengan penuh cinta ke dada kami
Tetapi kami tendang mereka untuk selamanya
tinggalkan medan laiknya pengecut”
Tergerak oleh ucapan yang merendahkan itu, orang-orang Mekah menerjang pasukan Muslim. Hindun dan pengikut-pengikutnya berdiri di belakang mereka seraya tetap mendendangkan:
“Majulah kawan! Majulah!
Putra-putra pahlawan majulah!
Pegang pedang kalian erat-erat
Bunuh musuh sampai kepala terakhir
Biarkan bendera kebanggaan kalian berkibar di angkasa
Jadikan medan perang kosong dari para musuh
Majulah kawan, majulah!
Putra halilintar, majulah!”
Kedua pasukan bertempur mati-matian hingga medan Uhud banjir darah dan mayat. Hamzah, paman Rasulullah, gugur dalam pertempuran itu. Dalam tindakan yang menunjukkan keganasan ekstrem, Hindun membelah jenazahnya, mengambil jantungnya, memamah, dan memuntahkannya kembali! Ia juga memotong hidung dan telinga pasukan Muslim yang tewas, merangkainya menjadi kalung. Dengan bangga, Hindun memakai rangkaian anggota tubuh manusia itu, menari, dan bernyanyi:
“Puas sudah rasa haus darah yang menyerang jiwa
Padam sudah bara dalam dada
Hindun, kini roh anakmu telah terbebaskan
Kembali! Pulanglah segera ke rumah!”
Transformasi dan Keislaman Hindun
Tujuh tahun setelah peristiwa Uhud, masa-masa kegelapan Islam telah berlalu. Rasulullah berhasil menaklukkan Mekah dan mendeklarasikan pengampunan massal kepada musuh-musuh beliau. Tersentuh oleh keluhuran budi Rasulullah, orang-orang Mekah berkumpul di hadapan beliau dan menyatakan syahadat.
Hindun pun tidak tinggal diam. Ia datang bersama pengikut-pengikutnya menghadap Nabi dan menyatakan masuk Islam. Rasulullah memberikan mereka nasihat seraya berkata, “Berjanjilah bahwa kalian tidak akan berbohong dan melakukan zina!”
“Wahai Rasulullah, mungkinkah wanita terhormat melakukan hal itu?” tanya Hindun.
“Alangkah baiknya kalau kalian tidak melakukannya. Berjanjilah bahwa kalian tidak akan membunuh anak-anak kalian!” lanjut Rasulullah.
“Kami yang membesarkan mereka. Kalianlah para lelaki yang membawa mereka ke medan perang dan membunuh mereka,” jawab Hindun lagi.
Rasulullah menatap si pembicara, “Apakah kamu Hindun?”
“Benar, Wahai Rasulullah.”
“Baiklah kalau begitu. Jangan ijinkan lagi lelaki kalian membunuh mereka. Berjanjilah juga bahwa kalian tidak akan mencuri.”
“Kadang-kadang aku melakukan hal ini, tetapi aku mencurinya dari dompet suamiku; apakah itu juga termasuk pencurian?”
Rasulullah tersenyum, “Bukan, itu bukan mencuri; tetapi jangan menggunakan uang suami secara berlebihan.”
Perang Yarmuk
Beberapa tahun kemudian, api perang menyelimuti cakrawala Yarmuk. Kekaisaran Romawi Timur tidak akan pernah membiarkan negara persemakmuran Islam berkembang luas hingga ke daerah yang berbatasan dengan kerajaannya. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk menghancurkan ancaman orang Islam yang semakin besar meskipun masih dalam tahap perkembangan awalnya, dan mengirimkan satu ekspedisi militernya dengan kekuatan penuh. Tentara Muslim pun tidak ketinggalan mempersiapkan kekuatannya untuk mempertahankan eksistensi mereka. Akibatnya, terjadilah Perang Yarmuk.
Hindun masih hidup pada waktu itu. Ia mencari tahu maksud tentara Romawi dan meninjau persiapan kaum Muslimin dalam menghadapi bencana yang menghadang. Meskipun kepalanya sudah bertabur uban, darah Hindun masih tetap mendidih dalam urat nadinya.
Suatu hari, ia pergi menemui teman-teman dan pengikut-pengikut lamanya, dan mengatakan dengan lantang, “Seluruh negeri sedang dimobilisasi untuk menghadapi Perang Yarmuk. Bagaimana kalian masih sibuk menyisir uban kalian dan berbagi kisah-kisah cengeng? Kawan, bersiaplah! Mari kita berangkat ke medan laga dan memberikan semangat kepada cucu-cucu kita yang maju ke medan perang. Paling tidak hal ini bisa menggantikan kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan pada Perang Uhud. Dan jika kita beruntung, tombak dan anak panah musuh akan menembus dada kita, niscaya pintu surga akan terbuka lebar di hadapan kita!”
Para wanita itu menanggapi seruan Hindun dengan serta-merta. Selang beberapa saat, satu peleton pasukan srikandi Islam di bawah pimpinan Hindun bergabung dengan tentara Muslim.
Pada malam menjelang perang, saat pasukan Muslim hendak maju ke medan perang, Hindun dan pasukan srikandinya mendekati mereka. Seiring derap langkah pasukan Muslim, mereka menyanyikan lagu-lagu perjuangan:
“Majulah! Saudara seiman, majulah!
Qur’an nan suci dalam dada kalian
— Pesan Kebenaran, Cahaya Tuhan —
Musnahkan tentara kafir
Majulah! Kaum Muslimin, majulah!”
Perang pun berkecamuk. Pasukan Islam bertempur dengan gagah berani, tetapi keberanian mereka tidak mampu menghadang kekuatan pasukan musuh yang jauh lebih banyak. Alhasil, pasukan Muslim mulai terdesak mundur.
Srikandi Arab di Medan Laga
Pada saat genting itu, tiba-tiba Hindun dan pasukan srikandinya muncul di depan mereka. Ia mencabut seluruh perhiasan dan kerudung yang ia pakai, lalu ia lemparkan ke wajah tentara Islam seraya berteriak, “Wahai para pengecut! Mau ditaruh di mana muka kalian bila kalian pulang dengan membawa kekalahan? Dasar tidak tahu malu. Jika kalian ingin melarikan diri, turun dari kuda kalian, ambillah perhiasan ini dan pakailah, dan masuklah kalian ke kamp kalian. Kami yang akan memacu kuda-kuda kalian. Kami akan bertempur dan kami akan menang.”
Arus pertempuran pun berbalik. Pasukan Muslim bertempur dengan kekuatan baru dan berjuang habis-habisan hingga tentara Romawi terpukul mundur pontang-panting dan melarikan diri.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
