SURAU.CO – Fiqih Pendidikan Anak, Nasehat Pernikahan, Rumah Tangga dan Keluarga | “JANGAN PILIH KASIH TERHADAP ANAK !” “BERLAKU ADIL KEPADA ANAK”.
Pertanyaan : “Dalam keluarga, ada orang tua yang sangat menyayangi satu anak laki-lakinya daripada empat anak perempuan yang lain, sampai-sampai pada pemberian harta hibah sangat terlihat sekali perbedaannya sehingga menimbulkan rasa iri.
Berdosakah orang tua tersebut?
Bagaimana seharusnya sikap anak?”
Jawaban : “Semoga Allâh Ta’ala melindungi kita semua dari perkara-perkara yang menimbulkan murka Allâh ‘Azza wa Jalla…
Tidak bisa dipungkiri bahwa kadang orang tua menyayangi sebagian anaknya lebih dari sebagian yang lain. Tidak masalah jika hal itu hanya sebatas perasaan sayang yang ada dalam hati, karena menyamaratakan semua anak dalam kasih sayang hati adalah sesuatu yang sulit, bahkan di luar kuasa manusia.
Orang Tua Menggariskan Berbuat Adil
Adapun dalam perkara pemberian hibah, Islam menggariskan bahwa orang tua harus berbuat adil. Jika salah satu diberi, yang lain juga harus diberi bagian yang sama.
Nabi ﷺ bersabda:
اعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلادِكُمْ فِي النُّحْلِ، كَمَا تُحِبُّونَ أَنْ يَعْدِلُوا بَيْنَكُمْ فِي الْبِرِّ وَاللُّطْفِ
(( “Bersikaplah adil di antara anak-anak kalian dalam hibah, sebagaimana kalian menginginkan mereka berlaku adil kepada kalian dalam berbakti dan berlemah lembut.” ))
[HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra no. 12.003].
Menurut sebagian ‘ulama, keadilan dalam pemberian hibah saat orang tua masih hidup adalah dengan membaginya sesuai dengan hukum waris, di mana anak perempuan mendapatkan setengah bagian anak laki-laki.
Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa harta yang dihibahkan dibagi rata tanpa membedakan jenis kelamin.
Pendapat yang kedua ini lebih kuat, karena didukung hadits An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu yang akan datang.
Dalam hadits ini, Nabi ﷺ mengisyaratkan bahwa keadilan dalam hibah akan membuat anak-anak juga akan adil dalam berbakti.
Sebaliknya, ketidakadilan bisa menimbulkan kebencian di antara anak-anak kita atau memicu kebencian kepada orang tua yang membawa kepada durhaka.
Perlu diketahui bahwa hibah tidak sama dengan nafkah.
Jika dalam hibah kepada anak, orang tua diwajibkan adil, tidak demikian dalam nafkah.
Orang tua boleh memberikan nafkah sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Kita tidak bisa menyamakan biaya sekolah anak SD dengan biaya kuliah kakaknya. Begitu pula biaya makan, pengobatan, menikahkan anak, dan kebutuhan-kebutuhan semisal tidak harus sama rata; karena hal itu termasuk nafkah, bukan hibah.
Kisah Dapat Hukuman Secara Langsung
Mari kita lihat bagaimana Nabi ﷺ menyelesaikan kasus ini pada masa kenabian, karena ketetapan beliau ﷺ memberikan kita hukum yang terbaik.
عَنْ النُّعْمَانِ قَالَ: سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لاَ أَرْضَى حَتَّى أُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَأَخَذَ أَبِي بِيَدِي وَأَنَا غُلاَمٌ، فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّ هَذَا ابْنَةَ رَوَاحَةَ طَلَبَتْ مِنِّي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ، وَقَدْ أَعْجَبَهَا أَنْ أُشْهِدَكَ عَلَى ذَلِكَ، قَالَ: يَا بَشِيرُ، أَلَكَ ابْنٌ غَيْرُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَوَهَبْتَ لَهُ مِثْلَ مَا وَهَبْتَ لِهَذَا؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَلاَ تُشْهِدْنِي إِذًا، فَإِنِّي لاَ أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ
(( Dari An-Nu’man (bin Basyir), beliau radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ibuku meminta hibah kepada ayah, lalu memberikannya kepadaku.
Ibu berkata: Aku tidak rela sampai Rasûlullâh ﷺ menjadi saksi atas hibah ini.’
Maka ayah membawaku -saat aku masih kecil- kepada Rasûlullâh ﷺ dan berkata: ‘Wahai Rasûlullâh, ibunda anak ini, ‘Amrah binti Rawahah memintakan hibah untuk si anak dan ingin Engkau menjadi saksi atas hibah.’
Maka Rasûlullâh ﷺ bertanya: ‘Wahai Basyir, apakah engkau punya anak selain dia?’
‘Ya.’, jawab ayah.
Beliau ﷺ bertanya lagi: ‘Engkau juga memberikan hibah yang sama kepada anak yang lain?’
Ayah menjawab: ‘Tidak’.
Maka Rasûlullâh ﷺ berkata: ‘Kalau begitu, jangan jadikan Aku sebagai saksi, karena Aku tidak bersaksi atas kedzhaliman’.“ ))
[HR. Al-Bukhâri no. 1623].
Hibah Diharuskan Sama Rata
Nabi ﷺ menyebutnya sebagai kedzhaliman, dan itu berarti bahwa ketidakadilan seperti ini adalah dosa.
Orang tua harus membagikan hibah secara adil dan merata kepada semua anak. Namun boleh membedakannya untuk alasan tertentu, misalnya ada anak yang cacat sehingga tidak bisa bekerja, atau sibuk menuntut ilmu sehingga belum bisa bekerja, atau punya banyak anak sehingga gajinya tidak cukup. Orang tua boleh memutuskan tidak memberikan hibah kepada anak yang durhaka atau yang menggunakan uang untuk bermaksiat. Demikian pula, boleh memberikan hibah kepada sebagian anak jika anak-anak yang lain tidak mempermasalahkan hal itu, karena hibah ini adalah hak mereka bersama. Jika mereka saling ridha, tidak masalah. Perlu ada komunikasi yang baik agar hibah tidak menimbulkan masalah.
Jika anak-anak mengetahui kesalahan orang tua dalam hal ini, sebaiknya anak-anak bisa menyelesaikannya di antara mereka dahulu tanpa melibatkan orang tua. Alangkah baiknya jika yang terdzhalimi mengalah dan tidak mempermasalahkan pemberian yang lebih untuk saudaranya.
Namun jika hal itu tidak bisa terwujud, dan masing-masing menuntut persamaan, hendaklah mereka menasehati orang tua dengan lemah lembut. Anak yang mendapat hibah lebih banyak, hendaknya menolak pemberian dengan halus. Orang tua harus menghindari ketidakadilan dalam kasus ini, dan jika terjadi, kita harus menegurnya dengan cara yang baik.
Banyak orang tua yang melakukannya karena buta akan hukum agama, maka penjelasan yang baik akan cukup untuk membuat mereka menyadari kesalahan.” [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XVII/1435H/2014].
“ORANG TUA WAJIB BERSIKAP ADIL TERHADAP SEMUA ANAKNYA”
‘Orang Tua Wajib Bersikap Adil terhadap Semua Anaknya’. Dalam pembahasan ini, kita mengkategorikan anak sebagai mencakup anak lelaki dan wanita. Hak anak sangatlah banyak. Yang terpenting adalah tarbiyah (memberikan pendidikan), yaitu mengembangkan agama dan akhlaq mereka sehingga hal itu menjadi bagian terbesar dalam kehidupan mereka.
Allâh Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluarga kalian dari api Neraka, yang kayu bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6).
Orang tua wajib menjalankan keadilan dengan keras dan langsung menolak segala bentuk pilih kasih dalam pemberian dan hibah kepada anak-anak. Tidak boleh memberikan sesuatu kepada salah seorang anaknya sedangkan dia tidak memberikan kepada anaknya yang lain. Hal tersebut termasuk perbuatan curang dan dzalim, padahal Allâh Ta’ala tidak mencintai orang-orang yang dzalim. Perbuatan semacam itu memicu kekecewaan pada anak yang tidak diberi dan memicu konflik di antara mereka, bahkan anak yang tidak diberi langsung berkonflik dengan orang tua mereka.
Di dalam Shahihain (Kitab Ṣhaḥīḥ Al-Bukhâri dan Ṣhaḥīḥ Muslim), terdapat riwayat dari Nu’man bin Basyir, bahwa bapaknya (yakni Basyir bin Sa’ad) telah memberikan kepadanya seorang budak sahaya. Kemudian ia memberitahukan itu kepada Nabi ﷺ .
Nabi ﷺ pun bertanya kepada Basyir:
“Apakah seluruh anakmu engkau berikan sama seperti ini?”
Dia menjawab: “Tidak.”
Nabi ﷺ bersabda: “Kembalikanlah!”
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Beliau ﷺ bersabda:
“Bertaqwalah kalian kepada Allâh dan bersikaplah adil kepada anak-anak kalian.”
Dalam lafal lain disebutkan:
(“Carilah saksi orang lain, karena Aku tidak mau menjadi saksi atas perbuatan curang.”)
Perbuatan Curang
Rasûlullâh ﷺ menyebut sikap melebihkan salah satu anak dalam hal pemberian dengan istilah “perbuatan curang”. Perbuatan curang adalah kedzaliman dan hukumnya haram.
Orang tua boleh mengistimewakan salah seorang anak atas anak yang lain jika kebutuhan masing-masing berbeda. Misalnya, jika seorang anak membutuhkan alat tulis, berobat, atau menikah, orang tua dapat memberikan kepada yang membutuhkannya karena hal ini sesuai dengan kebutuhan dan hukumnya sama seperti memberi nafkah. (خاموش لارکی/Daily)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
