SURAU.CO – Dalam hidup, setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Tidak ada seorang pun yang sempurna, bahkan orang-orang terbaik sekalipun pernah tergelincir. Namun, yang membedakan seseorang yang dewasa dengan yang tidak, adalah keberanian untuk mengatakan: “Iya, saya salah. Saya minta maaf.”
Ucapan sederhana ini sebenarnya sangat berat di lidah sebagian besar orang. Mengapa? Karena ego sering kali lebih tinggi daripada kerendahan hati. Padahal, mengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, justru itu adalah bukti kekuatan hati.
Khalid Basalamah pernah menyampaikan bahwa belajar berkata jujur dengan mengakui kesalahan akan menutup pintu kebohongan di masa depan. Jika seseorang terbiasa menutup kesalahan dengan alasan, dalih, atau bahkan kebohongan, maka ia akan membangun “dinding rapuh” yang sewaktu-waktu bisa runtuh. Tapi jika ia berani berkata jujur, meminta maaf, dan memperbaiki diri, maka ia sedang membangun “pondasi kokoh” dalam hidupnya.
Mengapa mengakui kesalahan itu penting?
- Membersihkan hati dari kesombongan – Ego akan luluh ketika kita berani mengakui kesalahan.
- Menumbuhkan kepercayaan orang lain – Orang yang berani minta maaf justru lebih dipercaya daripada yang selalu mencari pembenaran.
-
Menutup pintu dosa yang lebih besar – Satu kebohongan akan melahirkan kebohongan berikutnya. Dengan berkata jujur, kita memutus rantai dosa.
- Menjadi pembelajaran berharga – Kesalahan adalah guru terbaik, asalkan kita mau mengakuinya dan belajar darinya.
Belajar dari Rasulullah ﷺ
Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk senantiasa jujur dan rendah hati. Beliau bahkan bersabda:
“Orang yang mengaku salah lalu bertaubat, lebih dicintai Allah daripada orang yang menutupi kesalahannya dengan dusta.”
(HR. Tirmidzi)
Dengan demikian, setiap kali kita salah kepada Allah, maka segeralah istighfar. Setiap kali kita salah kepada manusia, segeralah minta maaf. Tidak ada yang jatuh derajat karena mengakui kesalahan, justru sebaliknya harga diri akan terangkat.
Penutup
Mari kita latih diri untuk berani mengatakan: “Iya, saya salah, saya minta maaf.” Karena dari situlah jalan menuju kejujuran terbuka, hati menjadi lebih lapang, dan hubungan dengan sesama manusia terjaga.
Jangan biarkan kebohongan kecil menjadi pintu bagi dosa yang besar.
Kejujuran dan kerendahan hati adalah kunci untuk hidup penuh berkah.
Apa itu Psikologi Keluarga?
Psikologi keluarga adalah cabang psikologi yang mempelajari dinamika, interaksi, dan kesejahteraan psikologis dalam unit keluarga. Fokusnya tidak hanya pada individu, tetapi pada hubungan antar anggota keluarga seperti orang tua-anak, pasangan suami-istri, maupun hubungan dengan saudara.
Ruang Lingkup Psikologi Keluarga
- Pernikahan & Relasi Suami-Istri
Harmoni rumah tangga dibangun atas komunikasi, saling percaya, dan pembagian peran yang sehat.
Konflik perkawinan (misalnya soal keuangan, perbedaan pola asuh, atau perselingkuhan) sering jadi fokus konseling keluarga.
- Pola Asuh & Perkembangan Anak
Parenting styles (otoriter, permisif, demokratis) sangat memengaruhi perkembangan emosi, kognisi, dan sosial anak.
Psikologi keluarga meneliti bagaimana pola komunikasi dan kelekatan (attachment) memengaruhi rasa aman anak.
- Hubungan Saudara (Sibling Relationship)
Rivalitas, kecemburuan, hingga dukungan emosional antar saudara penting untuk perkembangan sosial anak.
- Kesehatan Mental Keluarga
Stres ekonomi, perceraian, kehilangan anggota keluarga, atau penyakit mental dalam keluarga bisa memengaruhi semua anggota.
Intervensi psikologi keluarga membantu keluarga beradaptasi.
- Budaya & Nilai dalam Keluarga
Nilai agama, tradisi, dan budaya memengaruhi pola komunikasi serta pembentukan identitas anak.
Peran Psikologi Keluarga dalam Kehidupan
Mencegah konflik melalui komunikasi efektif.
Membangun resiliensi keluarga agar mampu menghadapi krisis (kematian, bencana, PHK).
Meningkatkan kualitas parenting sehingga anak tumbuh dengan kepribadian sehat.
Mendukung kesehatan mental melalui dukungan emosional antar anggota.
Prinsip Dasar Psikologi Keluarga Islami
Jika dikaitkan dengan nilai Islam, ada beberapa prinsip:
- Sakinah, Mawaddah, Rahmah → landasan rumah tangga yang tenang, penuh cinta, dan kasih sayang.
-
Musyawarah & keadilan → komunikasi sehat antara pasangan.
-
Ta’awun (tolong-menolong) → dalam mengurus anak, ekonomi, maupun ibadah.
-
Teladan & pendidikan → orang tua berperan sebagai pendidik pertama dan utama.
Contoh Isu yang Sering Dikaji
Anak sulit diatur karena pola asuh tidak konsisten.
Suami-istri sering bertengkar soal ekonomi.
Anak mengalami trauma karena perceraian orang tua.
Hubungan mertua-menantu yang menimbulkan ketegangan. (Oleh: Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
