SURAU.CO – Setiap orang tua tentu mendambakan anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, tangguh, dan berhasil dalam hidup. Namun seringkali kita lupa, kecerdasan sejati bukan hanya lahir dari fasilitas dan kenyamanan, melainkan dari proses menghadapi tantangan hidup yang membentuk karakter.
Kita bisa melihatnya dari anak-anak sekolah di pelosok negeri. Mereka harus berjalan jauh, melewati sungai, menempuh medan sulit demi sampai ke sekolah. Meski dengan segala keterbatasan, wajah mereka tetap penuh semangat. Justru karena tantangan itulah mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat, kreatif, dan pantang menyerah.
Tantangan Membentuk Mental
Anak yang terbiasa menghadapi kesulitan belajar untuk berpikir solusi. Mereka tidak mudah menyerah ketika gagal, karena terbiasa bangkit dari keterbatasan. Inilah kecerdasan yang tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual.
Kenyamanan yang Berlebihan Bisa Melemahkan
Sebaliknya, anak yang selalu diberikan jalan mudah, difasilitasi tanpa tantangan, justru berisiko tumbuh menjadi pribadi rapuh.
Mereka mudah frustrasi saat menghadapi kesulitan, karena tidak terbiasa berjuang. Kenyamanan tanpa ujian hanya melahirkan kelemahan, bukan kekuatan.
Peran Orang Tua dan Pendidikan
Tugas kita sebagai orang tua, pendidik, maupun masyarakat adalah menyeimbangkan antara kasih sayang dan tantangan. Anak perlu didukung, tetapi juga diberikan ruang untuk berjuang. Didampingi, tetapi tidak selalu dimanjakan. Karena dari proses itulah lahir anak-anak yang pintar, tangguh, dan siap menghadapi kehidupan.
Maka mari kita renungkan: Apakah kita sedang membesarkan anak-anak yang kuat menghadapi tantangan, atau hanya membiarkan mereka terjebak dalam kenyamanan semu?
Karena sejatinya, masa depan bangsa ini ditentukan oleh generasi yang berani melangkah di jalan penuh tantangan, bukan hanya yang duduk santai di zona nyaman.
Menikmati Keindahan dan Ketenteraman di Tepi Danau
Di balik hiruk-pikuk kehidupan, selalu ada ruang yang Allah hadirkan untuk kita berhenti sejenak, merenung, dan kembali menemukan ketenangan. Pemandangan tepi danau dengan jalan setapak yang rapi, pepohonan hijau yang meneduhkan, serta langit biru berhias awan putih ini seakan mengajarkan makna tadabbur, memandang ciptaan Allah dengan hati yang lapang.
Air yang tenang mengalir membawa pesan kesabaran. Ia tidak pernah tergesa, namun selalu setia menjalani alurnya. Begitu pula hidup, ada waktunya kita harus melambat, menata kembali langkah, agar tidak hanyut oleh arus dunia yang melenakan.
Pepohonan di sisi jalan, meski ada yang mulai meranggas, tetap berdiri tegak. Ia memberi isyarat bahwa dalam setiap fase kehidupan, ada masa subur dan ada masa gugur. Namun, keduanya sama-sama bagian dari perjalanan yang harus dijalani dengan ikhlas.
Langit luas dengan awan putih yang bergerak pelan mengingatkan kita akan kebesaran Allah ﷻ. Betapa kecil diri ini dibandingkan jagat raya ciptaan-Nya. Maka, bukankah sudah seharusnya kita tunduk dan bersyukur atas setiap nikmat, baik yang besar maupun yang sederhana seperti hembusan angin sejuk di tepi danau ini?
Di tempat seperti ini, doa terasa lebih dalam, dzikir lebih menenangkan, dan hati lebih ringan menerima takdir. Sesungguhnya Allah ﷻ berfirman:
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman).
Mari sesekali kita mencari ruang seperti ini — bukan sekadar untuk berjalan atau beristirahat, tetapi untuk menyapa diri sendiri, membersihkan jiwa, dan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Karena ketenangan sejati bukan hanya ada di alam sekitar, tetapi terutama di dalam hati yang senantiasa mengingat Allah. (Oleh : Tengku Iskandar, M. Pd –
Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
