Surau.co. Hidup modern kerap membawa kita pada kelelahan yang tidak hanya terasa di tubuh, tetapi juga di dalam jiwa. Orang bisa tampak sehat secara fisik, namun diam-diam hatinya rapuh dan pikirannya tersiksa. Inilah yang oleh Abu Zayd al-Balkhi (w. 934 M) sudah dipahami jauh sebelum psikologi modern hadir. Dalam karyanya yang monumental Masālih al-Abdan wa al-Anfus, ia menekankan bahwa kesehatan jiwa sama pentingnya dengan kesehatan tubuh. Menjaga jiwa sebelum retak adalah kunci untuk hidup seimbang dan bahagia.
Luka Jiwa yang Tak Terlihat
Banyak orang fokus menjaga fisik: olahraga, pola makan, hingga vitamin. Namun, sedikit yang sadar bahwa luka jiwa bisa lebih membahayakan. Abu Zayd menulis:
“فكما أن الجسد إذا اعتل لم ينفع الغذاء ولا الشراب ولا الدواء، فكذلك النفس إذا اعتلت لم ينفعها المواعظ ولا التذكير.”
“Sebagaimana tubuh yang sakit tidak bermanfaat baginya makanan, minuman, maupun obat, begitu pula jiwa yang sakit tidak berguna baginya nasihat atau peringatan.”
Kalimat ini mengingatkan kita bahwa saat hati penuh luka, sebaik apa pun motivasi yang diberikan, sering kali tidak bisa masuk. Luka jiwa perlu dikenali sejak dini, sebelum ia semakin parah.
Jiwa dan Tubuh Ibarat Dua Sahabat
Al-Balkhi mengibaratkan tubuh dan jiwa seperti dua sahabat yang tidak bisa dipisahkan. Bila salah satunya terganggu, yang lain ikut terdampak. Dalam bukunya, ia menegaskan:
“البدن والنفس توأمان، متى مرض أحدهما تأذى الآخر.”
“Tubuh dan jiwa adalah dua saudara kembar, apabila salah satunya sakit, yang lain ikut tersakiti.”
Fenomena ini nyata di kehidupan sehari-hari. Saat kita stres, perut bisa ikut sakit. Begitu pula ketika tubuh lemah, pikiran sering murung. Menjaga keseimbangan keduanya adalah jalan tengah yang mesti ditempuh.
Al-Qur’an dan Jalan Menenangkan Hati
Islam menekankan pentingnya menenangkan hati. Allah berfirman:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (الرعد: 28)
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Ketenangan jiwa tidak bisa hanya dicari di luar diri, tetapi juga melalui zikrullah. Al-Balkhi sejalan dengan pandangan ini ketika ia menulis bahwa ketenangan batin adalah fondasi kesembuhan:
“النفس إذا قويت بالطمأنينة هان عليها البلاء وخف عليها الألم.”
“Jiwa yang diperkuat dengan ketenangan akan mudah menghadapi ujian dan terasa ringan dalam menanggung rasa sakit.”
Kita bisa melihat, meditasi dalam Islam berupa dzikir bukan sekadar ritual, melainkan juga terapi jiwa.
Menyadari Gejala Sebelum Jiwa Retak
Banyak orang baru mencari bantuan ketika depresi telah berat. Padahal, kata Al-Balkhi, pencegahan jauh lebih penting. Ia menyarankan untuk memperhatikan tanda-tanda awal keretakan jiwa. Dalam karyanya, ia menulis:
“علامة مرض النفس تغير أحوالها وانصرافها عن عاداتها.”
“Tanda sakitnya jiwa adalah berubahnya kondisi dan berpalingnya ia dari kebiasaan sebelumnya.”
Contoh sederhana adalah ketika seseorang biasanya ceria, lalu tiba-tiba sering murung atau menarik diri. Jika diabaikan, keadaan itu bisa menjadi jurang depresi yang lebih dalam.
Hidup Sederhana sebagai Penjaga Jiwa
Al-Balkhi menekankan bahwa kesederhanaan adalah obat yang jarang diperhatikan. Ia mengingatkan manusia agar tidak terlalu tenggelam dalam ambisi dunia. Dalam kehidupan sehari-hari, sederhana berarti menerima secukupnya, tidak membandingkan diri dengan orang lain, dan menikmati hal-hal kecil.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“قد أفلح من أسلم، ورزق كفافًا، وقنعه الله بما آتاه.”
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki secukupnya, dan Allah menjadikannya qana‘ah dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim)
Kesederhanaan bukanlah kekurangan, melainkan jalan menjaga jiwa agar tidak mudah retak oleh tekanan dunia.
Menjadikan Sahabat sebagai Penolong Jiwa
Salah satu cara efektif menjaga kesehatan mental menurut Al-Balkhi adalah memiliki teman yang tulus. Ia menyebutkan bahwa berbagi cerita kepada sahabat bisa mengurangi beban jiwa. Bukankah kita sering merasa lega setelah curhat kepada orang yang bisa dipercaya?
Di zaman ketika banyak orang merasa kesepian meski hidup di tengah keramaian, menemukan seorang teman sejati bisa menjadi terapi yang lebih ampuh dari obat apa pun.
Refleksi: Menjaga Sebelum Terlambat
Pelajaran dari Masālih al-Abdan wa al-Anfus begitu relevan untuk kita hari ini. Menjaga jiwa sebelum retak bukanlah hal mewah, melainkan kebutuhan. Kita bisa memulai dari hal kecil: melatih diri bersyukur, memperbanyak dzikir, menjaga tubuh, hidup sederhana, serta tidak ragu mencari dukungan dari sahabat atau ahli ketika jiwa mulai goyah.
Seperti kata Al-Balkhi, jiwa yang sehat akan membuat tubuh lebih mudah menerima kesembuhan, sementara jiwa yang retak akan membuat tubuh ikut menderita. Maka, menjaga jiwa sejak dini adalah ikhtiar paling bijak.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
