SURAU.CO – Dakwah adalah tugas mulia umat Islam. Ia merupakan ajakan menuju kebaikan, dan juga seruan kepada kebenaran Allah SWT. Namun, dakwah tidaklah mudah. Justru, ia menghadapi banyak rintangan. Salah satu musuh terbesar justru datang dari dalam diri sendiri. Musuh itu bernama ego atau keakuan. Ego ini bisa merusak dakwah secara perlahan. Bahkan, ia bisa membelokkan niat, dan juga dapat menghancurkan semangat perjuangan. Kisah ini memberi kita wawasan berharga. Kita memahami pentingnya keikhlasan, sekaligus belajar cara mengatasi ego. Oleh karena itu, ini adalah pelajaran krusial bagi setiap da’i.
Hakikat Dakwah
Pada dasarnya, dakwah berarti mengajak. Kita mengajak orang lain kepada Allah SWT, bukan mengajak kepada diri sendiri atau kelompok. Dakwah adalah tugas para nabi. Allah SWT berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. An-Nahl: 125). Ayat ini menjelaskan prinsip dakwah. Dakwah harus dilakukan dengan kebijaksanaan, dan juga harus dengan cara yang baik.
Keikhlasan adalah fondasi dakwah yang kokoh. Niat harus murni karena Allah. Seorang da’i tidak boleh mencari pujian, pun ia tidak boleh mencari keuntungan duniawi. Tujuan utamanya adalah hidayah, yang datang dari Allah semata. Da’i hanya perantara, menyampaikan pesan, dan berharap orang lain tercerahkan.
Ego dalam Dakwah, Musuh dalam Selimut?
Ego adalah sifat alamiah manusia. Namun, ia bisa menjadi racun yang berbahaya. Terutama dalam konteks dakwah. Ego muncul dalam berbagai bentuk. Ia bisa berupa rasa bangga, atau bisa juga berupa keinginan untuk diakui. Ini adalah jebakan halus yang harus diwaspadai. Da’i harus sangat waspada terhadapnya.
Ketika ego menguasai, dakwah bisa melenceng dari tujuan aslinya. Niat awalnya bisa berubah, sehingga fokusnya bukan lagi pada Allah. Sebaliknya, ia beralih pada diri sendiri. Ini sangat berbahaya, sebab ego bisa membunuh dakwah. Ia membuatnya tidak efektif, bahkan menghilangkan keberkahannya.
Tanda-Tanda Ego yang Merusak Dakwah
Bagaimana ego muncul dalam dakwah? Ada beberapa tanda yang bisa kita amati dengan saksama.
1. Mencari Pujian dan Popularitas
Seorang da’i mungkin berdakwah, namun ia diam-diam mengharapkan pujian. Ia ingin ceramahnya viral, bahkan ia ingin dikenal banyak orang. Motivasi ini bukan murni karena Allah; ini adalah ego yang mencari pengakuan. Dakwah semacam ini kehilangan ruhnya, sehingga tidak akan membawa keberkahan sejati.
Rasulullah SAW memperingatkan hal ini. Beliau bersabda: “Barang siapa mencari popularitas, maka Allah akan mempopulerkannya (dengan keburukan).” (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa tujuan da’i adalah keridaan Allah, bukan popularitas duniawi.
2. Merasa Paling Benar Sendiri dan Anti-Kritik
Ego juga membuat da’i merasa paling benar. Ia menganggap ilmunya paling tinggi, bahkan ia tidak mau menerima nasihat. Ia menolak pandangan yang berbeda. Sikap ini sangat berbahaya, karena ia menutup pintu kebenaran dan menghambat pertumbuhan ilmu. Dakwah harus terbuka, dan ia harus menerima kritik membangun.
Sikap merasa paling benar seringkali diikuti kesombongan. Da’i merasa dirinya lebih mulia, sehingga merendahkan orang lain. Ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam, sebab Islam mengajarkan rendah hati.
3. Berdakwah dengan Hujatan dan Merendahkan Orang Lain
Beberapa da’i mungkin menggunakan cara kasar. Mereka menghujat dan mencaci maki, bahkan merendahkan kelompok lain. Mereka merasa superior. Cara dakwah ini tidak efektif, dan ia tidak akan menarik hati orang. Justru, ia menimbulkan kebencian.
Rasulullah SAW berdakwah dengan akhlak mulia. Beliau tidak pernah menghina, dan tidak pernah mencaci maki. Sebaliknya, beliau menunjukkan kasih sayang. Beliau adalah rahmat bagi semesta alam. Dakwah yang berlandaskan ego seringkali keras, dan ia tidak menggunakan hikmah.
4. Berebut Pengikut atau Jemaah
Ego juga bisa mendorong persaingan tidak sehat. Da’i mungkin berebut pengikut, ia ingin jemaahnya paling banyak, bahkan ia ingin dianggap paling berpengaruh. Ambisi ini melenceng dari tujuan dakwah, sebab tujuan dakwah adalah hidayah Allah, bukan jumlah pengikut semata.
Persaingan semacam ini bisa menimbulkan perpecahan, dan juga merusak ukhuwah Islamiyah. Ini sangat dilarang dalam Islam. Umat Islam harus bersatu, dan mereka harus bekerja sama dalam kebaikan.
Kunci Kesuksesan Dakwah Sejati
Ikhlas adalah benteng utama dari ego. Ini adalah kunci kesuksesan dakwah sejati. Ikhlas berarti memurnikan niat, sehingga kita beramal semata-mata karena Allah. Tidak ada campur tangan selain Dia.
Dakwah yang ikhlas akan memiliki keberkahan. Allah akan melancarkan jalannya, dan akan menolong da’i. Hati manusia akan lebih mudah terbuka, dan da’i tidak akan mudah menyerah. Ia tidak akan terpengaruh pujian atau celaan, sebab niatnya hanya satu: mencari keridaan Allah.
Teladan Rasulullah SAW: Dakwah Penuh Rendah Hati dan Kasih Sayang
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam berdakwah. Beliau berdakwah tanpa ego sedikit pun.
-
Rendah Hati: Beliau selalu rendah hati, tidak pernah sombong. Bahkan, Beliau makan dan duduk bersama orang miskin.
-
Kasih Sayang: Beliau berdakwah dengan kasih sayang. Beliau mendoakan orang yang membencinya, dan tidak pernah putus asa.
-
Sabar: Beliau sangat sabar menghadapi penolakan. Beliau terus berdakwah, dan tidak membalas keburukan dengan keburukan.
-
Fokus pada Hidayah: Tujuan beliau murni. Beliau hanya ingin hidayah Allah sampai, dan tidak mencari kemuliaan diri.
Kehidupan beliau adalah bukti nyata. Dakwah yang berhasil adalah dakwah yang ikhlas, dan dakwah yang dilandasi akhlak mulia.
Membangun Dakwah yang Efektif dan Berkah
Bagaimana kita membangun dakwah yang efektif dan berkah? Kita harus terus memperbaiki diri.
-
Tazkiyatun Nafs: Membersihkan hati dari penyakit hati sangat penting. Ini termasuk ego, riya’, dan ujub. Ini, sejatinya, adalah perjuangan sejati.
-
Meningkatkan Ilmu: Ilmu adalah modal utama dakwah. Oleh karena itu, da’i harus terus belajar. Ini agar pesannya relevan dengan zaman.
-
Memperbaiki Metode: Dakwah harus relevan dengan zaman. Metode harus variatif, namun prinsip dasar tetap sama.
-
Berdoa: Memohon pertolongan kepada Allah sangatlah penting. Ini agar dakwah diterima, dan juga agar diberi kekuatan.
-
Berkolaborasi: Da’i tidak berdakwah sendirian. Mereka harus bekerja sama, karena ini menguatkan perjuangan dakwah.
Ego adalah musuh berbahaya bagi dakwah. Ia bisa membunuh keikhlasan, dan juga menghancurkan keberkahan. Oleh karena itu, kita harus waspada terhadapnya. Kita harus meneladani Rasulullah SAW, yang berdakwah dengan rendah hati dan kasih sayang. Ikhlas adalah kunci utama. Dengan membersihkan hati dari ego, dakwah akan efektif, dan ia akan membawa hidayah Allah SWT.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
