SURAU.CO – Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang yang melakukan kesalahan. Sebagai sesama muslim, kita wajib menasihati agar tidak terjerumus dalam keburukan. Namun, dalam Islam, cara menegur dan memberi nasehat harus benar. Jika kita menegur dengan cara yang salah, kita bisa melukai hati orang lain, mempermalukan, bahkan menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan adab dalam memberi nasehat agar pesan sampai dengan baik dan orang yang dinasihati dapat memahami dengan hati lapang.
Rasulullah SAW menegaskan betapa pentingnya nasehat. Dari Tamim Ad-Dariy RA, beliau bersabda:
“Agama adalah nasihat.” Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Beliau menjawab: “Demi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan umat muslim seluruhnya.” (HR.Muslim, no.55).
Hadits ini menunjukkan bahwa nasihat menjadi bagian penting dalam kehidupan beragama. Ketika kita saling menasihati, kita membangun hubungan persaudaraan yang kuat dan menumbuhkan tradisi saling menjaga dalam kebenaran. Namun, kita harus menyampaikan nasihat dengan adab yang baik.
Mengutip buku Pelajaran Adab Islam 2 karya Ahmad Syukri dkk, ada beberapa adab yang harus kita lakukan ketika menasihati orang lain.
1.Ikhlas karena Allah
Seorang muslim yang menasihati saudaranya harus meniatkan perbuatannya semata-mata karena Allah Ta’ala. Ia tidak boleh menasihati karena ingin dipuji, terlihat pintar, atau menjatuhkan orang lain. Ia harus menasihati hanya untuk mencari ridha Allah Ta’ala.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap amal bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menegaskan bahwa amal kebaikan, termasuk nasehat, hanya bernilai ibadah jika kita melakukannya dengan niat ikhlas.
2. Sesuai syariat
Kita harus memberi nasihat dengan cara yang sesuai tuntunan syariat. Rasulullah SAW mengajarkan urutan dalam mengingkari kemungkaran. Beliau bersabda:
“Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ingkarilah dengan hati, dan itu selemah-lemahnya iman.” (HR.Muslim).
Hadits ini menegaskan bahwa Islam mengatur cara kita mengingkari kesalahan. Jika kita tidak mampu menggunakan tindakan secara langsung, kita harus menggunakan lisan dengan tutur kata yang baik. Jika lisan pun tidak mungkin, kita cukup mengingkari dalam hati. Dengan prinsip ini, kita bisa menjaga agar nasihat tetap sesuai syariat, bukan dorongan emosi.
3. Menggunakan kelembutan
Banyak orang menolak saran bukan karena isinya, tetapi karena cara penyampaiannya yang kasar. Padahal, kelembutan bisa membuka hati orang yang salah agar mau menerima kebenaran.
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu pasti akan memikatnya. Dan tidaklah ia tercabut dari sesuatu, kecuali akan merusaknya.” (HR.Muslim).
Oleh karena itu, saat memberi nasihat, kita harus menggunakan kata-kata yang lembut dan penuh empati. Kita harus menghindari kalimat yang menyudutkan atau menghakimi, karena hal itu hanya membuat orang merasa dipermalukan.
4. Menasihati secara rahasia
Kita harus menasihati orang lain secara pribadi. Jika kita memberi nasihat di depan banyak orang, kita justru mempermalukan orang tersebut. Akibatnya, ia bisa merasa harga dirinya jatuh sehingga lebih memilih menolak daripada menerima.
Imam Syafi’i rahimahullah pernah berpesan: “Berilah nasehat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberi nasehat di tengah keramaian, karena nasehat di depan orang banyak termasuk memahami yang aku tidak suka mendengarkannya.” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56).
Pesan ini menegaskan bahwa kita lebih efektif menasihati seseorang dalam suasana sepi daripada di depan orang banyak.
5. Tidak memaksa agar diterima
Seorang pemberi nasihat jangan memaksa orang lain menerima ucapannya. Tugasnya hanya menyampaikan dengan cara yang baik. Penerimaan nasehat adalah urusan hati orang yang mendengarnya, dan itu berada dalam kekuasaan Allah.
Ketika kita memberi nasihat, kita harus melapangkan hati. Jika orang lain tidak segera menerimanya, kita tidak boleh marah atau kecewa. Kita harus sadar bahwa hanya Allah yang memberi hidayah, bukan manusia.
6. Memilih waktu yang tepat
Nasihat akan lebih mudah diterima jika kita menyampaikannya pada waktu yang tepat. Tidak semua orang berada dalam kondisi siap untuk mendengarkan. Ada kalanya seseorang sedang marah, sedih, atau hatinya gundah, sehingga sulit menerima masukan.
Ibnu Mas’ud RA berkata: “Sesungguhnya ada kalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan ada kalanya hati malas dan mudah menolak. Maka ajaklah hati ketika ia bersemangat, dan tinggalkanlah saat ia malas.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, Ibnu Muflih).
Pesan ini menegaskan bahwa pemilihan waktu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan nasihat.
Menjaga Etika dalam Nasihat
Menasehati orang lain berarti kita menunjukkan kasih sayang sebagai seorang muslim. Namun, jika kita tidak menjaga etika, niat baik bisa berubah menjadi luka. Kita harus menasihati dengan ikhlas, sesuai syariat, penuh kelembutan, secara rahasia, tanpa paksaan, dan pada waktu yang tepat. Dengan cara ini, orang yang kita nasihati lebih mudah menerima kebenaran.
Islam tidak hanya memerintahkan kita untuk menegur kesalahan, tetapi juga mengajarkan seni dalam menyampaikannya. Jika kita menjaga adab, nasihat akan menjadi ringan yang menuntun, bukan cambuk yang menyakitkan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
