SURAU.CO – Khitan atau sunat merupakan praktik yang sudah dikenal luas dalam berbagai peradaban, agama, dan budaya. Umat Islam melaksanakan khitan sebagai bentuk pemenuhan seorang hamba kepada Allah Swt sekaligus simbol penyucian diri. Jika kita menelusuri jejak sejarah, praktik khitan sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan sejak masa Nabi Ibrahim AS. Artikel ini mengajak kita menelusuri perjalanan panjang khitan dari masa ke masa sekaligus memahami makna dan manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Makna Khitan Menurut Bahasa dan Istilah
Secara etimologi, kata khitan berasal dari bahasa Arab khatana yang berarti memotong. Dalam istilah syariat, khitan berarti membuka atau memotong kulit (quluf) yang menutupi ujung kemaluan untuk menjaga kebersihan najis. Dunia medis modern menyebut khitan dengan istilah sirkumsisi, yaitu tindakan membuang sebagian kulit kulup pada penis.
Rasulullah SAW menegaskan keutamaan khitan dalam sebuah hadis riwayat Ahmad:
“Sunat (khitan) dianjurkan untuk laki-laki (sunah), dan hanya merupakan kebolehan (sunnah) bagi perempuan.”
Hadis ini menegaskan bahwa khitan menempati posisi penting, khususnya bagi laki-laki muslim. Umat Islam tidak hanya memandangnya sebagai budaya, melainkan menjalankannya sebagai bagian dari ibadah yang bernilai sunnah dan penuh hikmah kesehatan.
Khitan dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, khitan adalah ibadah yang mengikuti syariat Nabi Ibrahim AS. Syaikh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam bukunya Indahnya Syariat Islam menjelaskan bahwa umat terdahulu sudah mengenal tradisi khitan sejak lama.
Nabi Ibrahim sendiri menjadi manusia pertama yang melaksanakan khitan. Kitab Mughni Al-Muhtaj meriwayatkan kisah ketika Nabi Ibrahim melaksanakan khitan setelah Allah Swt memerintahkannya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Bukhari:
“Nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak.”
Kisah ini menegaskan bahwa Allah Swt mewariskan syariat khitan melalui Nabi Ibrahim. Dalam QS. Ali Imran ayat 95 Allah berfirman:
“Katakanlah, ‘Benar (apa yang difirmankan) Allah.’ Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.”
Ayat ini memerintahkan umat Islam untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, termasuk syariat khitan.
Khitan pada Masa Kaum Jahiliyah
Riwayat lain menunjukkan bahwa bangsa Arab Jahiliyah juga sudah mengenal khitan sebelum Islam datang. Mereka menyebut khitan dengan istilah aqlaf (kuluf), aghlaf, atau aghral. Kaum Jahiliyah mencela orang yang tidak berkhitan dan berpikir kurang sempurna.
Sejarawan klasik seperti Josephus, Eusebius, dan Sozomenius mencatat bahwa bangsa Arab sudah melaksanakan khitan. Josephus bahkan menulis bahwa bangsa Arab melaksanakan khitan ketika anak-anak berusia sepuluh tahun. Meski begitu, beberapa riwayat menyebut mereka tidak menetapkan usia tertentu untuk melaksanakan khitan.
Dr Jawwad Ali dalam Sejarah Arab Sebelum Islam menegaskan bahwa orang Arab Selatan dan Habasyah (Ethiopia) juga mengenal khitan. Mereka mewarisi tradisi ini dari nenek moyang dan terus melestarikannya.
Khitan sebagai Perayaan Sosial
Selain bermakna ibadah, masyarakat menjadikan khitan sebagai ajang sosial yang menggembirakan. Kaum Arab kerap merayakan acara khitan dengan pesta syukuran. Keluarga yang melaksanakan khitan mengundang kerabat, tetangga, dan sahabat untuk menghadiri jamuan makan. Tradisi ini menampilkan bahwa khitan tidak hanya bermakna spiritual, tetapi juga mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sosial.
Hingga kini, umat Islam di berbagai daerah masih merayakan tradisi khitan dengan meriah. Sebagian masyarakat mengiringi anak-anak yang akan dikhitan dengan arak-arakan, sementara yang lain menggelar doa bersama dan kenduri. Semua itu mereka lakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt sekaligus simbol kebahagiaan keluarga.
Khitan dalam Pandangan Medis
Selain bernilai ibadah, khitan juga memiliki manfaat kesehatan yang diakui dunia medis modern. Sunat atau sirkumsisi membantu menjaga kebersihan organ reproduksi laki-laki. Dengan memotong kulit kulup, seorang anak laki-laki terhindar dari tumpukan sisa kotoran dan najis di sekitar ujung kemaluan.
Para ahli kesehatan menyatakan bahwa khitan mengurangi risiko infeksi saluran kemih, mencegah penyakit menular seksual, serta menurunkan risiko kanker penis. Fakta ini menunjukkan bahwa khitan bukan hanya praktik keagamaan, tetapi juga tindakan pencegahan penyakit.
Khitan Sebagai Identitas Keagamaan
Umat Islam memandang khitan sebagai salah satu tanda identitas keagamaan. Seorang laki-laki muslim belum dianggap sempurna keislamannya jika ia belum berkhitan. Banyak ulama yang berpendapat bahwa khitan termasuk syiar Islam yang membedakan umat Islam dari pemeluk agama lain.
Meski ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan, sebagian besar menyatakan bahwa khitan hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Sebagian ulama bahkan menyatakan khitan wajib bagi laki-laki karena khitan berkaitan langsung dengan kesucian ibadah.
Dengan demikian, umat Islam melaksanakan khitan bukan sekedar karena warisan budaya atau kebiasaan turun-temurun, melainkan sebagai bagian dari syariat agama yang sarat hikmah. Sejak Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad SAW, khitan menjadi simbol kesucian, kepatuhan, dan kebersihan yang harus umat Islam jaga sepanjang zaman.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
