Mode & Gaya
Beranda » Berita » Viral Cek Khodam: Antara Budaya, Mitos, dan Akidah

Viral Cek Khodam: Antara Budaya, Mitos, dan Akidah

SURAU.CO.Dunia maya, khususnya media sosial, kembali viral dengan tren “cek khodam”. Fenomena ini, yang populer di platform seperti TikTok, melibatkan kreator yang mengaku bisa “mendeteksi” makhluk gaib yang mendampingi seseorang. Meskipun terkesan menghibur, jutaan orang terlibat dalam tren ini. Sebenarnya bagaimana fenomena ini terjadi  dari asal-usul budaya hingga dampaknya pada keyakinan.

Fenomena ini bukan hanya soal rasa penasaran semata, melainkan juga menunjukkan bagaimana budaya lama bertransformasi di ruang digital. Jika dulu keyakinan terhadap khodam hidup dalam ruang-ruang tradisi dan ritual tertentu, kini ia tampil dalam format konten singkat, dramatis, dan mudah dibagikan. Dengan demikian, “cek khodam” menjadi jembatan antara dunia mistis yang turun-temurun diyakini dan logika hiburan instan khas media sosial masa kini.

“Cek Khodam” di Era Digital: Viralitas dan Daya Tarik

“Cek Khodam” viral karena tiga hal utama. Pertama, rasa penasaran manusia pada hal gaib selalu kuat. Kedua, TikTok dan media sosial membuat konten semacam ini cepat menyebar. Ketiga, formatnya yang interaktif—cukup menuliskan nama lalu mendapat “penjelasan”—membuatnya terasa seru.

Meski tampak menghibur, tren ini menunjukkan betapa mudahnya orang terpengaruh oleh informasi tanpa verifikasi. Di satu sisi ia bisa jadi budaya populer digital, di sisi lain bisa menyesatkan bila masyarakat kita mentah-mentah sebagai kebenaran.

Khodam: Warisan Budaya dalam Wajah Baru

Istilah “khodam” berasal dari bahasa Arab yang berarti “pembantu” atau “pelayan”. Dalam tradisi Nusantara, maknanya bergeser menjadi makhluk gaib yang mendampingi seseorang. Kepercayaan pada makhluk halus sudah lama ada dalam budaya lokal, hadir dalam ritual adat dan cerita rakyat. Namun, di media sosial, konsep ini tampil dalam format yang lebih ringan, instan, dan mudah viral.

Fenomena Suami Takut Istri: Meneladani Sikap Sahabat Nabi dan Psikologi Modern

Generasi muda, yang mungkin sebelumnya kurang familiar dengan dunia klenik, kini akrab dengan istilah khodam. Memiliki “pendamping gaib” bahkan bisa menjadi identitas baru di ruang maya. Status mistis ini terkadang diperlakukan layaknya simbol kebanggaan digital.

Dari Hiburan ke Komodifikasi

Fenomena “cek khodam” juga terkait erat dengan logika hiburan digital. Masyarakat urban mencari tontonan segar, sementara kreator menemukan cara untuk mendapatkan penghasilan melalui gift dari penonton. Dalam ekosistem TikTok, hadiah virtual dapat bernilai ratusan hingga jutaan rupiah. “Cek khodam” pun berubah menjadi komoditas: gaib dijual sebagai hiburan, rasa ingin tahu masyarakat menjadi sumber pendapatan.

Psikolog Maryam dari Unusia menganggap bahwa tren ini tidak berbahaya jika hanya sebagai hiburan. Namun, ia mengingatkan akan potensi masalah jika orang mulai sulit membedakan realita dengan hal gaib, atau merasa hidupnya ditentukan oleh entitas tak kasatmata.

Risiko lain yang muncul adalah eksploitasi kepercayaan. Kreator dapat memanipulasi rasa penasaran, bahkan menciptakan kecemasan melalui ramalan negatif. Akibatnya, penonton yang rentan bisa merasa takut, cemas, atau kehilangan arah.

Pandangan Islam: Batasan dalam Perkara Gaib

Dari perspektif Islam, fenomena ini berpotensi bermasalah. Al-Qur’an menegaskan bahwa hanya Allah Swt yang mengetahui perkara gaib (QS. An-Naml: 65). Nabi Muhammad Saw melarang umatnya mendatangi peramal atau percaya pada klaim mengetahui hal gaib. Dengan kata lain, “cek khodam” yang diyakini sungguh-sungguh berpotensi melanggar akidah Islam. Islam tidak menolak keberadaan jin atau makhluk gaib. Namun, umat harus tepat dalam menyikapinya dengan doa, dzikir, dan tawakal kepada Allah Swt, bukan mencari khodam sebagai pendamping.

Budaya Workaholic: Mengancam Kesehatan Tubuh dan Kualitas Ibadah

Lebih jauh lagi, tren “cek khodam” seharusnya menyadarkan kita tentang pentingnya literasi digital dan literasi keagamaan. Dalam Islam, keyakinan terhadap hal gaib punya batas yang tegas: kita hanya wajib mengimani perkara gaib yang termaktub dalam al-Qur’an dan Hadis, seperti keberadaan malaikat, jin, surga, dan neraka. Selain itu, klaim seseorang mengetahui detail gaib pribadi—misalnya khodam tertentu yang mendampingi—tidak memiliki dasar syar’i.

Cermin Masyarakat Digital: Antara Mistik Lokal dan Kebutuhan Hiburan

Fenomena “cek khodam” adalah cermin dari masyarakat kita. Ia menunjukkan bagaimana warisan mistik lokal masih hidup dan beradaptasi dalam ekosistem digital. Ia juga memperlihatkan bahwa rasa penasaran dan kebutuhan hiburan bisa jadi modal finansial.

Bagi sebagian orang, tren ini hanyalah hiburan. Tetapi bagi yang lain, ia berpotensi menyesatkan. Tantangan terbesar adalah menawarkan alternatif yang sehat: memperkuat budaya dzikir, doa, dan kajian ilmu yang menentramkan. Dengan begitu, rasa ingin tahu masyarakat tidak jatuh pada spiritualitas yang semu.

Tren “Cek Khodam”: Refleksi dan Ujian Keimanan

Pada akhirnya, fenomena “cek khodam” mencerminkan tanda zaman: perpaduan budaya lama, logika hiburan, ekonomi digital, dan ujian keimanan. Tren ini menuntut kita bersikap bijak dalam menyikapinya. Kita boleh menonton dengan rasa penasaran, tetapi jangan sampai iman tergadai hanya karena hiburan yang viral.

Islam menegaskan bahwa perlindungan sejati selalu datang dari Allah Swt, bukan dari makhluk gaib yang tidak jelas keberadaannya. Di sinilah sikap reflektif kita diuji: apakah kita akan terjebak dalam pesona hiburan gaib yang sesaat, atau memilih jalan iman yang menghadirkan ketenangan dan ketenteraman?(kareemustofa)

Frugal Living: Seni Hidup Sederhana dan Secukupnya


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement