SURAU.CO – Kita sering mendengar istilah provokasi dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi beberapa waktu terakhir dalam dinamika kehidupan berbangsa kita yang ramai dengan demonstrasi atau unjuk rasa. Provokasi atau pelakunya adalah provokator, ramai terdengar. Istilah ini semakna dengan kata menghasut atau adu domba. Dalam bahasa Arab, kita mengenalnya sebagai namimah.
Provokasi atau adu domba atau namimah, memiliki dua sudut pandang yakni sudut pandang sosial dan sudut pandang agama Islam. Secara istilah, provokasi merupakan tindakan yang sengaja untuk membangkitkan emosi, memancing amarah, atau menimbulkan reaksi tertentu dari orang lain maupun kelompok. Dalam konteks sosial dan politik, penggunaan provokasi sering bermaksud untuk menciptakan perpecahan, kerusuhan, bahkan peperangan. Sementara dalam kehidupan beragama, provokasi bisa menjadi alat yang berbahaya karena dapat mengikis nilai-nilai ukhuwah (persaudaraan), menumbuhkan kebencian, serta merusak tatanan moral umat.
Di era modern saat ini, tindakan provokasi semakin mudah melalui media sosial, penyebaran berita bohong (hoaks) maupun ujaran kebencian. Bahayanya bukan hanya menimpa individu, tetapi juga merongrong persatuan bangsa dan menodai ajaran agama Islam yang sangat menekankan persaudaraan, kedamaian, dan keadilan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami provokasi ; bahaya serta sanksinya menurut Islam.
Provokasi dan Bentuk-Bentuknya
Secara bahasa, provokasi berasal dari kata Latin provocare yang berarti “memanggil keluar” atau “menantang.” Dalam pengertian modern, provokasi adalah upaya menghasut, memancing reaksi, atau menggiring opini publik ke arah tertentu. Bentuk-bentuk provokasi di masyarakat antara lain:
- Provokasi Politik
Biasanya terjadi menjelang pemilu atau dalam dinamika kekuasaan. Tindakan ini biasanya dengan menyebarkan fitnah, manipulasi informasi, atau menebar isu sensitif seperti SARA (suku, agama, ras, antargolongan). Tujuannya menciptakan kebingungan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah atau lawan politik. - Provokasi Sosial
Terjadi ketika ada pihak yang mengadu domba antar kelompok masyarakat, misalnya antara buruh dan pengusaha, antaragama, bahkan antartetangga. Provokasi ini bisa memicu kerusuhan yang mengganggu stabilitas sosial. - Provokasi Agama
Salah satu bentuk paling berbahaya, karena menyentuh ranah sensitif keyakinan. Penyebaran ujaran kebencian terhadap simbol agama tertentu atau penodaan agama sering menjadi bahan untuk mengobarkan permusuhan. - Provokasi Media dan Digital
pada era digital, provokasi banyak terjadi melalui media sosial, misalnya lewat berita hoaks, potongan video menyesatkan, atau narasi kebencian. Dengan cepat, provokasi digital bisa menyebar luas dan sulit terbendung.
Bahaya Provokasi dalam Kehidupan Bernegara
- Merusak Persatuan dan Kesatuan
Negara hanya bisa berdiri kokoh jika masyarakatnya bersatu. Provokasi yang menyinggung perbedaan SARA berpotensi menimbulkan konflik horizontal yang mengancam integrasi bangsa. Indonesia, misalnya, memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang rentan diguncang bila provokasi terus dipelihara. - Menghambat Pembangunan Nasional
Kerusuhan yang terpicu provokasi sering membuat roda pembangunan terhenti. Investor takut masuk, perekonomian stagnan, dan pemerintah kehilangan fokus pada agenda pembangunan karena harus mengatasi konflik. - Menciptakan Distrust terhadap Pemerintah
Provokasi politik bisa merusak legitimasi pemerintahan. Isu-isu provokatif yang dipelintir menjadi fitnah dapat membuat rakyat kehilangan kepercayaan pada pemimpin, meskipun sebenarnya isu tersebut tidak benar. - Mengundang Intervensi Asing
Ketidakstabilan yang muncul akibat provokasi membuka peluang pihak asing untuk ikut campur. Sejarah banyak mencatat bagaimana provokasi dari dalam termanfaatkan oleh kekuatan luar untuk melemahkan sebuah negara. - Menimbulkan Kerugian Nyata
Provokasi yang berujung kerusuhan menimbulkan korban jiwa, kerugian harta benda, bahkan trauma sosial. Hal ini pernah terjadi di beberapa daerah konflik di Indonesia seperti kerusuhan Mei 1998, Poso, dan Ambon.
Bahaya Provokasi dalam Pandangan Islam
Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin sangat menekankan pentingnya menjaga kedamaian, persaudaraan, dan keadilan. Provokasi jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Beberapa alasan mengapa provokasi berbahaya dalam pandangan agama adalah:
- Dilarang Karena Menimbulkan Fitnah
Allah SWT berfirman:
“Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.” (QS. Al-Baqarah: 191)Fitnah yang dimaksud adalah segala bentuk perpecahan dan adu domba yang berpotensi lebih berbahaya daripada sekadar tindak kriminal biasa.
- Menghancurkan Ukhuwah Islamiyah
Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)Provokasi merusak ukhuwah karena memunculkan kebencian dan permusuhan di antara sesama Muslim maupun antarumat manusia.
- Termasuk Perbuatan Munafik
Orang yang suka memprovokasi biasanya menyebarkan kebohongan, memperkeruh keadaan, dan membuat kerusakan. Ini termasuk ciri-ciri orang munafik yang dilaknat Allah. - Menyebabkan Permusuhan dan Pertumpahan Darah
Sejarah mencatat, banyak peperangan saudara terjadi akibat provokasi, baik di zaman awal Islam maupun dalam konflik modern. Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa membunuh sesama Muslim adalah dosa besar yang bentuknya haram. - Menghilangkan Keberkahan
Provokasi yang memecah belah membuat masyarakat kehilangan keberkahan hidup. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa umat Islam bagaikan satu tubuh; jika satu bagian sakit, seluruh tubuh merasakannya. Provokasi justru merusak kesatuan tubuh umat.
Sanksi Bagi Pelaku Provokasi
Islam menganggap perbuatan provokasi sebagai dosa besar karena merusak ukhuwah (persaudaraan), menimbulkan kerusakan (fasad), dan bisa memicu pertumpahan darah. Dalam hukum pidana Islam (fiqh jinayah), perbuatan menghasut masuk kategori jarîmah ta‘zîr (tindak pidana yang hukumannya ditentukan penguasa).
Penentuan hukuman bagi penghasut tidak secara baku dalam syariat, tetapi tergantung kepada hakim/pemerintah. Bisa berupa teguran keras, hukuman penjara, denda atau ganti rugi, hukuman sosial (misalnya pengucilan). Dalam kondisi sangat berat (misalnya hasutan menimbulkan pemberontakan atau pertumpahan darah), hukuman bisa lebih keras sesuai ijtihad hakim. Namun sebagai umat Islam kita patut mengingat larangan perbuatan menghasut dalam Al-Qur’an, misalnya:
- QS. Al-Hujurat: 12
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain…” - QS. Al-Qalam: 10-11
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang suka mencela, yang suka menyebarkan fitnah (hasutan).” - QS. Al-Baqarah: 191
“Fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.”
Dari ayat-ayat tersebut jelas bahwa menghasut termasuk perbuatan fitnah yang sangat berbahaya bahkan lebih besar dosanya daripada membunuh. Rasulullah telah mengngatkan tentang dosa besar orang yang suka menghasut:
- Tidak Masuk Surga
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (namâm).” (HR. Muslim) - Termasuk Ciri Munafik
Orang yang suka berbohong, mengadu domba, dan menghasut digolongkan sebagai orang munafik, sebagaimana hadis riwayat Bukhari-Muslim tentang tanda-tanda munafik: dusta, khianat, ingkar janji, dan berkhianat dalam amanah. - Mendapat Azab Kubur
Nabi pernah melewati dua kuburan lalu berkata:
“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang diazab, dan tidaklah mereka diazab karena perkara yang besar (menurut mereka). Yang satu diazab karena tidak bersuci setelah buang air kecil, dan yang satunya karena suka mengadu domba.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
