Khazanah
Beranda » Berita » Alam Bukan Sekadar Benda, Ia Guru yang Menyimpan Bahasa Cinta

Alam Bukan Sekadar Benda, Ia Guru yang Menyimpan Bahasa Cinta

pohon guru alam bahasa cinta
Pohon berdiri di tengah padang rumput, cahaya menembus dedaunan, menggambarkan alam sebagai guru yang diam namun penuh pelajaran.

Alam bukan sekadar hutan, laut, atau gunung yang kita lihat di sekeliling. Ia adalah guru yang mengajarkan dengan kesunyian. Pernahkah kita duduk di bawah pohon sambil mendengar angin berdesir? Ada pelajaran sabar dalam setiap daun yang jatuh. Alam seperti cermin yang menyingkap wajah kita sendiri—kadang penuh cahaya, kadang penuh keluh.

Dalam kitab al-Shifāʾ bagian al-Ṭabī‘iyyāt, Ibn Sīnā menulis bahwa realitas dunia bukan benda mati yang tanpa makna. Segala sesuatu memiliki gerak, ruh, dan tujuan. Ia menegaskan:
“إِنَّ الْعَالَمَ كُلَّهُ لَهُ غَايَةٌ فِي حَرَكَتِهِ”
“Sesungguhnya seluruh alam memiliki tujuan dalam geraknya.”

Kata-kata ini mengingatkan kita, setiap detik yang kita alami adalah pelajaran, bukan sekadar peristiwa kosong.

Alam dalam pandangan manusia modern

Hari ini, banyak orang memandang alam sebatas sumber daya. Hutan ditebang, sungai dicemari, udara dihirup tanpa rasa syukur. Padahal, langit yang terus biru dan tanah yang setia menumbuhkan padi, semuanya berbicara dengan bahasa cinta yang sering kita abaikan.

Al-Qur’an pun mengingatkan dalam QS. Ar-Rum ayat 41:
“ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ”
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia.”
Makna ayat ini mengajak kita berhenti sejenak, merenung, bahwa kerusakan yang terjadi bukanlah ulah alam, melainkan keserakahan kita sendiri.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Gerak alam dan gerak hati

Ibn Sīnā menyebut dalam al-Ṭabī‘iyyāt:
“الطَّبِيعَةُ لَيْسَتْ سَاكِنَةً بَلْ هِيَ فِي حَرَكَةٍ دَائِمَةٍ”
“Alam tidaklah diam, melainkan senantiasa bergerak.”

Gerak ini tidak hanya dalam fisika, tetapi juga dalam makna batin. Ketika siang berganti malam, hati pun bergerak dari gelisah menuju tenang. Ketika musim hujan datang, jiwa kita belajar tentang kesuburan setelah masa kering. Seperti tubuh manusia yang lapar agar bisa tumbuh, begitu pula bumi membutuhkan hujan agar kembali segar.

Alam sebagai guru yang sabar

Pernahkah kita perhatikan bagaimana tanah menerima apa pun yang jatuh padanya? Sampah, benih, air, bahkan darah. Namun tanah tetap diam, menumbuhkan atau mengurai apa yang diterimanya. Dari situ kita belajar makna kesabaran.

Ibn Sīnā menulis lagi:
“الأَرْضُ تَحْمِلُ كُلَّ شَيْءٍ وَتُرَبِّي الْحَيَاةَ”
“Bumi menanggung segala sesuatu dan menumbuhkan kehidupan.”

Kalimat itu bukan hanya refleksi ilmiah, tetapi juga wejangan batin. Seakan-akan bumi berbisik: belajarlah menerima, lalu berikan kembali kehidupan.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Menghubungkan tanda alam dengan hati manusia

Kita yang sering sibuk dengan layar ponsel, lupa menatap langit senja. Padahal, langit sore selalu mengajarkan bahwa segala yang indah akan meredup, namun itu bukan akhir. Akan ada pagi yang datang.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ”
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)

Keindahan alam adalah pintu mengenal-Nya. Jika kita bisa melihatnya dengan mata hati, maka gunung bukan lagi sekadar tumpukan batu, melainkan tasbih yang berdiri tegak.

Menyerap hikmah alam dalam kehidupan

Alam selalu memberi pelajaran sederhana: jika angin terlalu keras, ia bisa merobohkan; jika air terlalu deras, ia bisa menghanyutkan. Maka segala sesuatu membutuhkan keseimbangan.

Kita belajar dari api: ia memberi hangat, tetapi juga bisa membakar. Juga belajar dari udara: ia tak terlihat, tapi tanpanya kita binasa. Kita belajar dari tanah: ia rendah, tapi darinya tumbuh segala kehidupan.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Semua itu bukan kebetulan. Ibn Sīnā kembali menegaskan dalam al-Shifāʾ:
“كُلُّ جُزْءٍ مِنَ الْكَوْنِ مُرْتَبِطٌ بِالآخَرِ”
“Setiap bagian dari alam semesta saling terhubung dengan yang lain.”

Penutup: bahasa cinta alam

Jika kita membaca dengan mata biasa, alam hanyalah benda mati. Tapi jika dengan mata hati, alam adalah kitab terbuka. Pohon, air, batu, bahkan hembusan angin, semuanya sedang mengajarkan kesabaran, ketekunan, dan cinta.

Alam bukan sekadar benda, ia guru yang menyimpan bahasa cinta. Barang siapa belajar darinya, ia akan mengerti bagaimana mencintai Tuhannya dengan sederhana namun dalam.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement