Sejarah
Beranda » Berita » Kisah Heroik Perang Yamamah, Kegigihan Tsabit bin Qais

Kisah Heroik Perang Yamamah, Kegigihan Tsabit bin Qais

Kisah Heroik Perang Yamamah, Kegigihan Tsabit bin Qais. Ilustrasi Meta AI.

SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat banyak pertempuran besar. Salah satunya adalah Perang Yamamah. Perang ini terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia merupakan bagian dari rangkaian Perang Riddah, bertujuan memberantas kemurtadan. Pada saat itu, berbagai kabilah Arab murtad. Mereka menolak membayar zakat. Beberapa kelompok bahkan mengikuti nabi-nabi palsu. Perang Yamamah menjadi pertempuran paling krusial. Ini untuk menentukan eksistensi Islam. Tidak hanya itu, ia juga menegaskan kedaulatan Madinah. Dalam Kisah Perang Yamamah ini, ada satu cerita yang sering terlewat. Kisah itu adalah keberanian Tsabit bin Qais.

Latar Belakang Perang Yamamah

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, banyak cobaan datang. Kaum Muslimin menghadapi tantangan besar. Salah satunya, munculnya Musailamah al-Kadzdzab. Ia adalah nabi palsu dari Yamamah. Musailamah mengumpulkan kekuatan besar. Ia memproklamirkan kenabiannya. Akibatnya, ia menjadi ancaman serius bagi Islam. Khalifah Abu Bakar mengambil tindakan tegas. Beliau memerintahkan pasukan Muslim. Mereka harus menumpas Musailamah dan pengikutnya. Ini demi menjaga kemurnian akidah.

Pasukan Muslim berangkat menuju Yamamah. Ini merupakan tanah yang tandus. Pertempuran sengit pun terjadi di sana. Suara pedang bergemercing memenuhi udara. Ringikan kuda perang terdengar keras. Tombak beradu, dan jerit kesakitan membahana. Pasukan Muslim mengenakan pakaian serba putih. Ini membedakan mereka dari musuh. Pasukan Musailamah memakai pakaian berbagai warna. Ada yang kelabu, coklat, hingga hitam. Ini adalah pertarungan antara kebenaran dan kebatilan. Ini juga pertarungan sesama bangsa Arab. Namun, mereka berbeda keyakinan.

Kecamuk Pertempuran dan Kemunduran Awal Muslim

Di medan Yamamah, Tsabit bin Qais memegang bendera Anshar. Sementara itu, Salim Maula Abu Hudzaifah memegang panji Muhajirin. Keduanya adalah sahabat senior Nabi. Mereka paham betul situasi perang. Pasukan Muslim sedang terdesak hebat. Bahkan, mereka tampak akan kalah. Semangat tempur para mualaf tampak lemah. Ini mungkin menjadi penyebabnya. Tsabit bin Qais mengungkapkan keluh kesahnya. Ia berujar, “Bukan seperti ini peperangan yang pernah kami lalui bersama Rasulullah!”

Petuahnya itu tidak dihiraukan. Para mujahid kocar-kacir. Pasukan Muslim hampir putus asa. Mereka lari ke segala arah. Seakan-akan mereka hanya menyelamatkan nyawa. Iman mereka terasa meredup. Memang, tetap ada yang berteguh hati melawan musuh. Namun demikian, setiap orang di sana bisa tahu. Pasukan Muslim di ambang kekalahan besar. Musailamah semakin jumawa. Pasukannya merupakan musuh terkuat. Mereka adalah bagian dari rangkaian Perang Riddah.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Aksi Heroik Tsabit bin Qais

Di tengah kecamuk perang, Tsabit berinisiatif. Pria yang pernah dipersaudarakan dengan Ammar bin Yasir ini bertindak tak biasa. Ia membaluri dirinya dengan minyak jenazah. Kemudian, ia membungkus diri dengan pakaian putih. Pakaian itu memang ia persiapkan sebagai kafannya. Yang perlu ia lakukan hanyalah menjauh sedikit dari pusat pertempuran. Ia yakin sebentar lagi pasukan musuh akan mengerubuti dirinya.

Tsabit menggali lubang untuk dirinya sendiri. Ini adalah tindakan unik. Sejauh ini belum ada sahabat Nabi yang ahli perang melakukan hal semacam itu. Apakah ini sebuah taktik jitu? Ternyata tidak. Melainkan, Tsabit hanya mempersiapkan kematiannya. Ia ingin mati secara jantan. Ia bertekad tidak akan menunjukkan sikap pengecut. Meskipun begitu, Tsabit melihat kemaksiatan dalam situasi perang. Pasukan Muslim tercerai-berai. Semangat bertempur mereka sangat lemah.

Ia memakai kafannya. Badannya ia masukan ke lubang. Di lubang itu Tsabit tidak berbaring. Sebaliknya, ia berdiri. Tanah menutupi dirinya hampir sedada. Lengannya dibiarkan bebas. Ini agar ia dapat menerjang musuh. Tsabit tahu kemenangan dari Allah. Kemenangan itu hanya diraih dengan kesatuan hati pasukan. Ditambah lagi, shaf yang disiplin. Taqwa yang menjulang tinggi menjadi kuncinya. Bagaimana mungkin pasukan bermental lemah akan mendapat pertolongan dari Allah?

Musuh pun menyadari kehadiran komandan Anshar tersebut. Kini Tsabit mesti siap menghadapi terjangan pasukan musuh. Sendirian. Tsabit melawan dengan gigih. Ia berjuang sampai titik darah penghabisan. Akhirnya, Tsabit berjumpa dengan Rabbnya dengan status syahid. Khatibul Anshar, sang juru bicara Baginda Nabi, menghembuskan napas terakhirnya dengan cara yang tidak biasa.

Makna di Balik Pengorbanan Tsabit

Sudut pandang modern mungkin melihat aksinya aneh. Sebagian menganggapnya sebagai tindakan putus asa. Padahal, berperang sendirian dianggap terpuji dalam situasi genting. Beberapa sahabat Nabi pernah melakukannya. Contohnya Al-Barra bin Malik dan Khalid bin Walid. Mereka melawan musuh seorang diri. Umumnya, tindakan ini dilakukan saat mental kaum Muslimin kendor. Harus ada figur-figur yang menjadi pemantik semangat.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Intinya sangat sederhana. Aksi Tsabit adalah untuk mengobarkan semangat pasukan lainnya. Dengan syahidnya juru bicara Nabi, sekaligus komandan Anshar ini, tentu akan memantik kobaran semangat para mujahid. Apalagi jenazahnya di lubang telah tercabik-cabik senjata musuh. Para mujahid tahu betul mahalnya darah seorang Muslim. Alhasil, pengorbanannya menjadi pelajaran. Ia mengingatkan akan pentingnya iman dan persatuan.

Dampak dan Pelajaran dari Kisah Ini

Pengorbanan Tsabit bin Qais, serta kegigihan sahabat lainnya, tidak sia-sia. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil membalikkan keadaan. Mereka mengalahkan Musailamah al-Kadzdzab. Perang Yamamah berakhir dengan kemenangan Islam. Kisah ini menegaskan. Iman dan persatuan adalah kunci utama. Keduanya menghasilkan kemenangan sejati.

Kisah Perang Yamamah ini memberi kita pelajaran berharga. Ia mengajarkan tentang keberanian. Ia juga mengajarkan tentang keteguhan hati. Tidak hanya itu, ia juga mengajarkan tentang pengorbanan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa besar. Ia rela mengorbankan diri. Ini demi membangkitkan semangat umat. Pengorbanan Tsabit bin Qais adalah manifestasi. Ia adalah manifestasi iman sejati.

Tsabit bin Qais mungkin syahid. Namun, kisahnya tetap hidup. Ia menjadi simbol kegigihan dan pengorbanan. Kisahnya menginspirasi generasi Muslim. Mereka harus menghadapi berbagai cobaan. Ini adalah pengingat abadi. Kemenangan datang bersama kesabaran. Kemenangan datang bersama persatuan. Oleh karena ituKisah Perang Yamamah dan pengorbanan Tsabit bin Qais adalah warisan yang tak akan pernah pudar.

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement