Surau.co. Cinta Ilahi adalah rahasia terdalam yang membuat hati manusia selalu bergetar. Sejak awal, kitab Bustān al-‘Ārifīn karya Imam al-Nawawī mengajarkan bahwa cinta kepada Allah adalah puncak perjalanan ruhani. Ia bukan sekadar perasaan, melainkan bara yang membakar segala selain-Nya dalam hati seorang hamba. Ketika cinta ini tumbuh, dunia dengan segala kilauannya terasa kecil, sementara Allah menjadi tujuan tunggal.
Di Indonesia, banyak orang berusaha menemukan makna cinta dalam bentuk yang beragam. Ada yang mencari cinta pada manusia, ada yang mengejar cinta pada harta, ada pula yang tersesat dalam cinta pada popularitas. Namun pada akhirnya, semua itu fana. Cinta kepada Allah-lah yang abadi, yang menenangkan, sekaligus membakar segala ikatan selain Dia.
Cinta yang Menjadi Sumber Kehidupan
Imam al-Nawawī menuliskan dengan indah:
“المحبة أصل العبادة وروحها، ومن لا محبة له فلا عبادة له”
“Cinta adalah asal dari ibadah dan ruhnya. Barang siapa tidak memiliki cinta, maka ia tidak memiliki ibadah.”
Kata-kata ini menjelaskan bahwa ibadah tanpa cinta hanyalah gerakan tubuh. Namun ibadah dengan cinta menjelma sebagai nyanyian hati. Maka, cinta kepada Allah bukan sekadar pilihan, melainkan inti dari seluruh amal.
Menemukan Bara Cinta di Tengah Hiruk Pikuk Dunia
Fenomena sosial di Indonesia menunjukkan betapa cinta sering dipersempit maknanya. Media, iklan, dan budaya populer lebih sering memuja cinta duniawi. Padahal, cinta sejati justru terletak pada hubungan batin dengan Sang Pencipta.
Al-Qur’an mengingatkan:
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Adapun orang-orang yang beriman itu sangat besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Ayat ini menggugah hati kita untuk merenung: sudahkah cinta kita lebih besar kepada Allah dibanding cinta pada selain-Nya?
Keikhlasan dalam Cinta
Imam al-Nawawī menekankan bahwa cinta sejati selalu bersih dari pamrih. Ia menulis:
“من أحب الله أحب لقاءه، ومن أحب لقاء الله أحب الله لقاءه”
“Barang siapa mencintai Allah, ia akan mencintai perjumpaan dengan-Nya. Dan barang siapa mencintai perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun mencintai perjumpaan dengannya.”
Betapa lembut ungkapan ini. Cinta yang ikhlas tidak meminta balasan duniawi. Ia hanya menanti pertemuan dengan Allah. Inilah yang membuat hati salaf begitu tenang, meski hidup mereka penuh kesederhanaan.
Bara yang Membakar Segala Selain-Nya
Cinta kepada Allah adalah api yang membakar segala selain-Nya. Nafsu, kebanggaan, keserakahan, dan ego akan luluh di hadapan bara cinta ini. Imam al-Nawawī menuliskan peringatan yang dalam:
“لا يجتمع في قلب عبد حب الدنيا وحب الله”
“Tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba cinta kepada dunia dan cinta kepada Allah.”
Hati manusia seperti wadah. Bila dipenuhi oleh cinta dunia, tidak ada ruang bagi cinta Ilahi. Namun bila hati terbakar oleh cinta kepada Allah, maka dunia akan terlihat kecil, bahkan sirna.
Cinta Ilahi dalam Kehidupan Sosial
Di masyarakat Indonesia yang penuh tantangan, cinta kepada Allah dapat menjadi fondasi kuat dalam membangun harmoni. Ketika cinta kepada Allah mengisi hati seorang ayah, maka kasih sayangnya kepada keluarga menjadi ibadah. Jika cinta kepada Allah mengisi hati seorang guru, maka pengajarannya penuh berkah. Saat cinta kepada Allah mengisi hati seorang pemimpin, maka kebijakannya lahir dari ketulusan, bukan kepentingan.
Cinta Ilahi bukanlah konsep abstrak. Ia hadir dalam keseharian: dalam kejujuran pedagang, dalam kesabaran seorang ibu, dalam kesetiaan sahabat. Mencintai Allah membuat setiap amal kecil bernilai besar di hadapan-Nya.
Jalan Menuju Cinta yang Murni
Menumbuhkan cinta kepada Allah membutuhkan usaha yang berkesinambungan. Imam al-Nawawī dalam Bustān al-‘Ārifīn memberi petunjuk: memperbanyak dzikir, merenungkan ayat-ayat-Nya, dan menjaga hati dari penyakit cinta dunia.
Menghidupkan cinta Ilahi dapat dimulai dari hal-hal sederhana:
Membaca Al-Qur’an dengan hati yang terbuka.
Merenungkan ciptaan-Nya di sekitar kita.
Menghadirkan niat yang ikhlas dalam setiap amal.
Menjadikan doa bukan sekadar permintaan, melainkan percakapan cinta dengan Allah.
Penutup: Bara yang Menjadi Cahaya
Cinta Ilahi adalah bara yang menghanguskan segala selain-Nya, tetapi sekaligus menjadi cahaya yang menerangi jiwa. Ia membuat seseorang berani meninggalkan dunia, rela berkorban, dan tetap teguh di jalan-Nya.
Bila cinta ini tertanam dalam hati, maka kehidupan akan berubah. Dunia tidak lagi menakutkan, kematian tidak lagi mengerikan, dan kehidupan sosial pun penuh kasih sayang. Pada akhirnya, cinta Ilahi adalah satu-satunya harta yang tidak akan sirna.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
