Surau.co. Ikhlas bukan sekadar kata indah yang sering terdengar di mimbar, melainkan inti dari setiap amal. Kitab Bustān al-‘Ārifīn karya Imam al-Nawawī mengajarkan bahwa ikhlas adalah rahasia antara manusia dan Tuhannya, begitu halus hingga malaikat pun tak sanggup menuliskannya, syaitan pun tak bisa merusaknya, dan hawa nafsu tak mampu merenggutnya.
Imam al-Nawawī menulis:
قال الإمام النووي: “الإخلاص سرٌّ بين العبد وربه، لا يعلمه ملك فيكتبه، ولا شيطان فيفسده، ولا هوى فيميله.”
“Ikhlas adalah rahasia antara hamba dan Tuhannya, malaikat tidak mengetahui untuk menuliskannya, syaitan tidak mampu merusaknya, dan hawa nafsu tak dapat memalingkannya.”
Di Indonesia, banyak orang bekerja keras demi keluarga, membangun usaha, bahkan membantu masyarakat. Namun, pertanyaan yang kerap muncul adalah: apakah semua itu dilakukan karena Allah, atau sekadar mencari pujian manusia? Rahasia ikhlas terasa seperti laut luas yang bersembunyi di setetes air: tak terlihat, namun menentukan kedalaman hati.
Godaan Pujian yang Membutakan
Ikhlas sering terhalang oleh cinta pujian. Imam al-Nawawī mengingatkan bahwa amal yang tampak besar bisa menjadi kecil jika dipenuhi riya’.
قال الإمام النووي: “من عمل عملاً يطلب به غير الله، فهو حجاب له عن الله.”
“Barang siapa melakukan amal untuk selain Allah, amal itu menjadi penghalang baginya menuju Allah.”
Fenomena ini mudah terlihat di tengah masyarakat kita. Banyak aksi sosial yang dibanjiri kamera, seakan niatnya lebih untuk dilihat publik ketimbang memberi manfaat. Media sosial kerap menjadikan ibadah sebagai tontonan, bukan persembahan. Padahal, amal yang disembunyikan sering kali lebih bernilai daripada yang diumumkan.
Ikhlas Adalah Jalan yang Menyembuhkan
Ikhlas tidak hanya membuat amal diterima, tetapi juga menenangkan jiwa. Hati yang ikhlas tidak mudah hancur oleh hinaan dan tidak mudah mabuk oleh sanjungan.
Imam al-Nawawī menulis lagi:
قال الإمام النووي: “المخلص لا يضره مدح الناس ولا ذمهم.”
“Orang yang ikhlas tidak terpengaruh oleh pujian manusia dan tidak pula oleh celaan mereka.”
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kisah sederhana tentang para guru di desa yang tetap mengajar meski gajinya kecil, atau para relawan yang bekerja tanpa ingin dikenal. Mereka menunjukkan wajah ikhlas yang nyata. Hati mereka bahagia bukan karena dikenal banyak orang, melainkan karena merasa dilihat oleh Allah.
Melatih Hati untuk Diam dalam Cahaya
Ikhlas lahir dari latihan hati yang panjang. Ia menuntut kejujuran pada diri sendiri dan kesadaran penuh bahwa segala amal hanyalah persembahan. Imam al-Nawawī memberikan nasihat yang lembut:
قال الإمام النووي: “أخلص نيتك يكفك الله عملك.”
“Sucikanlah niatmu, maka Allah akan mencukupkan amalmu.”
Di negeri ini, banyak orang mulai belajar menyederhanakan hidup. Tren berbagi makanan untuk fakir miskin tanpa menyebut nama, atau gerakan amal di masjid yang tidak diumumkan siapa penyumbangnya, menjadi tanda bahwa masyarakat kita terus belajar menyimpan lautan amal dalam setetes air niat yang tulus.
Menjadi Laut yang Tenang di Tengah Badai
Ikhlas membuat manusia teguh meski dunia bergoncang. Orang ikhlas ibarat laut yang menyimpan kedalaman tak terlihat dari permukaan. Angin bisa mengguncang ombak, tetapi dasar laut tetap tenang.
Dalam perjalanan hidup, setiap orang bisa memilih: apakah amalnya akan menjadi buih yang lenyap ditiup angin, ataukah menjadi lautan yang tenang, menyimpan rahasia perjumpaan dengan Allah.
Ikhlas bukan tentang besar atau kecilnya amal, melainkan siapa yang menjadi tujuan amal itu. Setetes air yang ikhlas bisa lebih berat timbangannya daripada lautan amal yang penuh pamrih.
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
