Sejarah Sosok
Beranda » Berita » Mengenal Laksamana Ceng Ho. Laksamana Muslim dari Tiongkok

Mengenal Laksamana Ceng Ho. Laksamana Muslim dari Tiongkok

Laksamana Ceng Ho
Laksamana Ceng Ho. Laksamana Muslim dari Tiongkok. Namanya terabadikan sebagai nama belasan masjid di seantero daerah Indonesia. Gambar : Jakarta Islamic Center

SURAU.CO –  Mengenal Laksamana Ceng Ho. Laksamana Muslim dari Tiongkok, memberikan gambaran betapa Islam berkembang dengan berbagai cara. Dalam sejarah maritim dunia, nama Laksamana Ceng Ho atau Zheng He (1371–1433) menjadi legenda. Ceng Ho terkenal luas sebagai salah satu tokoh besar yang mengukir prestasi gemilang sebagai seorang pelaut dan penjelajah ulung.  Ia juga menjadi seorang duta besar yang berhasil memperluas pengaruh Tiongkok hingga ke berbagai penjuru Asia dan Afrika.

Menariknya, selain karena ketokohannya sebagai laksamana dari Dinasti Ming, Ceng Ho adalah seorang Muslim yang taat dan berperan penting dalam menyebarkan nilai-nilai Islam pada wilayah yang ia singgahi, termasuk  Nusantara. Kisah hidupnya memperlihatkan perpaduan antara kekuatan, diplomasi, dan spiritualitas yang menjadikannya sosok inspiratif bagi banyak kalangan.

Di Indonesia, legenda Ceng Ho sangat harum. Komunitas Tionghoa Muslim Indonesia menjadikan Laksamana Cheng Ho sebagai salah satu tokoh pemersatu. Namanya bahkan terabadikan sebagai nama belasan masjid seantero tanah air. Kota-kota seperti Surabaya, Purbalingga, Pasuruan, Palembang, Kutai Kartanegara, hingga Batam dan Makassar terdapat masjid dengan nama Ceng Ho. Tercatat sejumlah 14 masjid pada berbagai daerah menggunakan nama Ceng Ho.

Sejarah Kelahiran Ceng Ho

Ceng Ho lahir dengan nama asli Ma He pada tahun 1371 di Kunyang, Provinsi Yunnan, Tiongkok. Ia merupakan putra kedua dari pasangan Ma Hazhi dan Wen. Nama “Ma” yang melekat pada keluarganya menandakan garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW, sebagaimana tradisi Muslim Hui di Tiongkok yang menggunakan nama keluarga “Ma” sebagai singkatan dari “Muhammad.”

Sejak kecil, Ma He tumbuh dalam lingkungan muslim dengan pendidikan agama yang kuat. Ayahnya bahkan pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah, sehingga memberi pengaruh besar dalam pembentukan spiritualitas putranya. Namun, masa kecilnya tidak sepenuhnya bahagia. Pada usia sekitar 10 tahun, pasukan Dinasti Ming menangkapnya ketika menaklukkan Yunnan. Ma He kemudian menjadi kasim (eunuch) dalam istana kekaisaran dan melayani pangeran Zhu Di, yang kelak menjadi Kaisar Yongle.

Cara Ampuh Mengobati Iri dan Dengki Menurut Imam Nawawi: Panduan Membersihkan Hati

Meskipun statusnya sebagai kasim membuatnya kehilangan kesempatan membangun keluarga, hal itu justru membuka jalan baginya untuk meraih posisi penting. Kecerdasan, keberanian, dan loyalitasnya membuat Zhu Di mempercayainya. Setelah Zhu Di naik tahta pada 1402 sebagai Kaisar Yongle, Ma He mendapat nama kehormatan Zheng He dan kemudian diangkat sebagai laksamana besar armada kekaisaran.

Kiprah Sebagai Laksamana Dinasti Ming

Kaisar Yongle memiliki ambisi besar untuk memperlihatkan kemegahan Dinasti Ming kepada dunia. Salah satu caranya adalah dengan mengirimkan ekspedisi laut dalam skala besar. Untuk misi penting ini, ia menunjuk Zheng He sebagai pemimpin armada. Penunjukan ini tidak sembarangan, sebab Zheng He terbukti memiliki keterampilan militer, politik, dan diplomasi yang luar biasa.

Antara tahun 1405 hingga 1433, Zheng He memimpin tujuh kali pelayaran besar yang terkenal sebagai “Ekspedisi Samudra.” Armada Zheng bukanlah armada biasa. Kapal utamanya bernama Baochuan (kapal harta karun) yang berukuran raksasa dengan panjang lebih dari 120 meter dan lebar sekitar 50 meter. Kapal ini jauh lebih besar dari kapal-kapal Eropa pada masa itu, bahkan dianggap sebagai keajaiban teknologi maritim Tiongkok kuno.

Dalam setiap pelayaran, Zheng He membawa ratusan kapal dan puluhan ribu awak, termasuk prajurit, pedagang, dan penerjemah. Armada ini berlayar ke Asia Tenggara, India, Sri Lanka, Jazirah Arab, hingga pantai timur Afrika. Tujuannya bukan hanya perdagangan, tetapi juga memperkuat hubungan diplomatik dan menyebarkan pengaruh budaya Tiongkok.

Jalur Pelayaran dan Hubungan Diplomatik

Zheng He menyinggahi banyak pelabuhan penting dalam pelayarannya. Di Asia Tenggara, ia berkunjung ke Jawa, Sumatra, Palembang, Malaka, dan Kalimantan. Di Nusantara, kedatangannya meninggalkan jejak sejarah yang masih melekat hingga kini. Misalnya, hubungan erat dengan kerajaan Samudra Pasai yang kala itu menjadi pusat dakwah Islam Asia Tenggara.

Mbah Mangli: Ulama Kharismatik dari Lereng Andong Magelang

Selain Nusantara, Zheng He juga singgah di Calicut (India), Sri Lanka, Hormuz (Iran), Aden (Yaman), Mekkah, dan Mogadishu (Somalia). Ia membawa barang-barang mewah seperti sutra, keramik, dan teh dari Tiongkok, lalu kembali dengan rempah-rempah, mutiara, gading, hingga membawa hewan eksotis seperti jerapah dari Afrika ke Tiongkok.

Pelayaran ini bukan semata-mata ekspansi ekonomi, tetapi juga strategi politik. Zheng He berhasil menjalin aliansi dengan banyak kerajaan, bahkan menengahi konflik lokal. Hubungan diplomatik yang dibangun melahirkan pertukaran budaya, teknologi, dan agama, termasuk memperkuat jaringan Islam internasional.

Identitas Keislaman Ceng Ho

Sebagai seorang Muslim, Zheng He dikenal tetap memegang teguh nilai-nilai Islam meski berada di tengah lingkungan istana Tiongkok yang dominan dengan budaya Konfusianisme dan Buddhisme. Dalam catatan sejarah, ia sering menyinggahi masjid-masjid di wilayah yang ia datangi, bahkan mendukung pembangunan masjid baru. Salah satu peninggalan yang terkenal adalah Masjid Nanjing, yang dibangun pada masa pemerintahannya.

Zheng He juga disebut-sebut pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah saat memimpin ekspedisi ke Jazirah Arab. Fakta ini menunjukkan kedalaman spiritualitasnya meski ia memiliki tanggung jawab besar sebagai laksamana. Di beberapa tempat, seperti Semarang (Indonesia), masyarakat setempat mengenang Zheng He sebagai sosok Muslim yang ikut berperan dalam penyebaran Islam. Klenteng Sam Poo Kong di Semarang, misalnya, menjadi bukti persinggahannya dan kini menjadi situs sejarah yang mencerminkan akulturasi budaya Tionghoa-Muslim di Nusantara.

Warisan dan Pengaruh Ceng Ho

Warisan Zheng He tidak hanya dalam bentuk peninggalan fisik seperti masjid atau situs sejarah, melainkan juga pada jejak peradaban maritim dan diplomasi antarbangsa. Ia berhasil membuktikan bahwa kekuatan laut bukan hanya untuk penaklukan, melainkan juga untuk membangun perdamaian dan kerjasama antarnegara.

Menangkal Hoaks dengan Bab “Menjaga Lisan”: Perspektif Imam Nawawi untuk Era Digital

  1. Dalam Bidang Maritim. Zheng He memperlihatkan kehebatan teknologi perkapalan Tiongkok. Kapal harta karun yang dipimpinnya dianggap sebagai kapal kayu terbesar sepanjang sejarah, jauh mendahului Eropa dalam eksplorasi samudra.
  2. Dalam Bidang Diplomasi. Ekspedisi yang dipimpinnya memperkuat hubungan internasional. Banyak kerajaan yang menjalin hubungan dengan Tiongkok melalui Zheng He, sehingga memperluas jaringan politik dan perdagangan.
  3. Dalam Penyebaran Islam. Meski misi utamanya adalah diplomasi Tiongkok, Zheng He juga meninggalkan pengaruh keislaman di banyak daerah. Perannya dalam membangun masjid dan interaksi dengan ulama lokal memberi kontribusi dalam perkembangan Islam di Asia Tenggara.
  4. Dalam Akulturasi Budaya. Kehadirannya di berbagai wilayah memperkaya interaksi budaya. Di Nusantara, kisah Zheng He memunculkan legenda dan tradisi lokal yang memadukan unsur Tionghoa dan Islam.

Akhir Hayat dan Legenda

Setelah tujuh kali pelayaran besar, Zheng He wafat pada tahun 1433, tak lama setelah ekspedisi terakhirnya. Sebagian catatan menyebut ia meninggal dalam perjalanan di laut, sementara sumber lain mengatakan ia wafat di Nanjing. Pemakamanya dengan tradisi Islam, meskipun ada juga versi yang menyebut Ceng memiliki makam simbolisnya pada beberapa tempat lain.

Setelah kematiannya, kebijakan pelayaran besar Dinasti Ming berhenti karena perubahan politik dan biaya yang sangat besar. Namun, nama Zheng He tetap terkenang dalam sejarah dunia sebagai simbol kejayaan maritim Tiongkok dan persaudaraan antarbangsa.

Ceng Ho dan Relevansinya Kini

Kisah Zheng He masih relevan hingga kini. Di era globalisasi, pelayarannya menjadi simbol pentingnya diplomasi, perdagangan, dan dialog antarbudaya. Ia menunjukkan bahwa interaksi antarbangsa bisa terjadi tanpa peperangan, melainkan melalui pertukaran ilmu, budaya, dan perdagangan yang saling menguntungkan.

Bagi umat Islam, Zheng He juga menjadi teladan bagaimana seorang Muslim mampu berperan di tengah keragaman budaya tanpa kehilangan identitasnya. Ia membuktikan bahwa nilai-nilai Islam dapat berjalan seiring dengan diplomasi internasional dan pencapaian peradaban.

Laksamana Ceng Ho atau Zheng He adalah sosok luar biasa dalam sejarah dunia. Ia bukan hanya laksamana yang memimpin ekspedisi laut terbesar pada masanya, tetapi juga seorang Muslim yang meninggalkan jejak keislaman pada berbagai wilayah. Pelayaran yang ia pimpin membawa pengaruh besar bagi hubungan internasional, perdagangan, serta penyebaran budaya dan agama. Hingga kini, nama Zheng He tetap membekas sebagai simbol kejayaan maritim Tiongkok sekaligus sebagai teladan bagi generasi Muslim dan dunia internasional.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement