Opinion
Beranda » Berita » Pergeseran Peran Guru di Era Digital

Pergeseran Peran Guru di Era Digital

Ilustrasi Guru Zaman Now di Dua Dunia, Dunia Nyata dan Dunia Maya

SURAU.CO. Di era digital yang bergerak cepat, peran guru bergeser signifikan. Guru bukan hanya mengajar di ruang kelas, tetapi juga hadir sebagai Guru Zaman Now di dua dunia: nyata dan maya. Kedua dunia itu saling berinteraksi, memengaruhi, dan membentuk cara berpikir serta cara hidup siswa.

Guru: Penuntun di Dunia Digital

Guru masa kini hadir di ruang fisik dan digital. Mereka memberi nilai sekaligus menuntun siswa dalam perjalanan digital. Guru ikut membentuk algoritma yang mengarahkan pikiran dan hidup siswa, lalu tampil sebagai jangkar di tengah kaburnya batas antara fakta dan opini.

Guru menjaga nilai dengan menanamkan akhlak dan kebijaksanaan. Mereka menunaikan tugas ini meski tidak berdiri di depan kelas. Guru mengajar sekaligus membimbing ziarah intelektual dan spiritual.

Peran Guru Bergeser: Tantangan dan Peluang

Di era digital, peran guru sebagai agent of change mengalami pergeseran. Jika dulu guru menjadi sumber utama informasi, kini ia harus “bersaing” dengan gawai, internet, dan media sosial.

Mayoritas siswa hidup di dunia maya. Data We Are Social (2023) mencatat 170 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia. Siswa belajar lewat TikTok, YouTube, atau Instagram. Sayangnya, derasnya arus informasi membuat mereka rentan disinformasi, ujaran kebencian, hingga budaya instan.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Karena itu, guru dituntut hadir bukan hanya sebagai pengajar akademik, tetapi juga penuntun etika digital. Media sosial dapat menjadi ruang belajar baru bila dimanfaatkan secara kreatif. Dengan keteladanan dan adaptasi, guru dapat menjadi navigator digital yang mengarahkan generasi agar cerdas, beretika, dan berakhlak mulia di tengah derasnya arus teknologi.

Guru dan Media sosial

Guru berperan penting sebagai agen literasi digital, terutama media sosial. Ia adalah pengajar dan pendidik yang harus membekali siswa dengan kemampuan memilah informasi. Selain itu juga mengajarkan siswa untuk berpikir kritis selain juga harus mengajarkan siswa untuk bertanggung jawab dalam penggunaan media sosial. Literasi Digital bukan sekadar kemampuan teknis tetapi mencakup etika berinternet serta kesadaran akan dampak sosial dari jejak digital.

Gilster (1997) seorang pengamat teknologi Amerika. Ia dikenal sebagai tokoh pembuat konsep “literasi digital” menyatakan bahwa literasi digital mencakup kemampuan menggunakan informasi dalam berbagai format dari berbagai sumber saat dibutuhkan. Oleh karena itu, Guru Zaman Now perlu meningkatkan kapasitas dirinya dalam Literasi Digital. Dengan demikian, guru harus menuntun siswa menavigasi dunia digital yang luas dan penuh jebakan.

Tantangan Guru di Era Digital

Guru masa kini menghadapi tantangan kompleks di era digital: banjir informasi, pergeseran otoritas ilmu, disrupsi teknologi, hingga krisis karakter siswa, menuntut adaptasi, kreativitas, dan keteladanan berkelanjutan.

  • Digital Divide: Tidak semua guru memiliki akses, perangkat, atau kemampuan teknologi yang memadai. Siswa justru lebih fasih menjelajahi dunia maya. Kesenjangan ini menghambat integrasi media sosial dalam pembelajaran.
  • Overload Informasi: Media sosial menghadirkan informasi yang berlimpah namun dangkal. Siswa belum paham membedakan berita faktual dan hoaks. Guru harus menuntun siswa agar tidak terjebak dalam informasi semu.
  • Etika dan Keamanan Cyber: Guru dan siswa belum memahami etika berinteraksi di media sosial. Perundungan digital (cyberbullying) dan penyebaran hoaks menjadi ancaman dalam proses pembelajaran.
  • Perubahan Peran Sosial Guru: Guru dituntut hadir di ruang kelas dan ruang maya. Eksistensi ini harus dijaga agar tetap etis dan mencerminkan nilai-nilai kependidikan.

Strategi Menghadapi Era Digital

Di era digital, guru dituntut tetap eksis sebagai pendidik sekaligus adaptif terhadap perkembangan teknologi. Peran guru kini bukan sekadar mengajar, tetapi juga membimbing siswa agar cerdas, kreatif, dan berkarakter.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Langkah pertama adalah peningkatan kompetensi dan literasi digital. Guru harus menguasai teknologi, media sosial, hingga platform pembelajaran daring. Mereka perlu mampu membuat konten edukatif sekaligus membimbing siswa agar kritis terhadap hoaks.

Kedua, guru bisa membangun akun edukasi di media sosial. Akun ini menjadi ruang inspiratif untuk menanamkan Digital Ethics, seperti menghargai privasi dan bersikap bijak di ruang maya.

Ketiga, guru perlu berkolaborasi dengan siswa dalam membuat konten. Cara ini melatih kreativitas, mempererat hubungan emosional, dan menjadikan pembelajaran lebih hidup.

Dengan strategi ini, guru hadir bukan hanya di kelas, tetapi juga di ruang digital—membentuk generasi pembelajar yang unggul secara akademik dan tangguh secara moral.

Guru Sebagai Duta Literasi

Di era digital, guru bukan lagi sekadar “Pahlawan tanpa tanda jasa”. Lebih dari itu, guru adalah navigator generasi, pembimbing sekaligus duta literasi digital. Tugasnya bukan hanya mentransfer ilmu, melainkan juga mengarahkan siswa agar bijak, berakhlak mulia, dan cerdas dalam menggunakan media sosial.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Guru harus berani hadir di ruang digital. Meski tantangannya besar—banjir informasi, distraksi teknologi, hingga krisis karakter—namun konsistensi dan adaptasi guru akan melahirkan generasi digital yang bukan hanya unggul secara akademik, tetapi juga tangguh secara moral.(kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement