Nasional
Beranda » Berita » Meneladani Muslimah Pelaut Nusantara: Kisah, Tantangan, dan Kontribusi Perempuan di Laut

Meneladani Muslimah Pelaut Nusantara: Kisah, Tantangan, dan Kontribusi Perempuan di Laut

Meneladani Muslimah Pelaut Nusantara: Kisah, Tantangan, dan Kontribusi Perempuan di Laut
Gambar AI: Sumber: gemini.google.com.

SURAU.CO. Nusantara sejak berabad-abad tetap dikenal sebagai negeri maritim. Laut tidak hanya memisahkan pulau-pulau, tetapi juga menghubungkan peradaban, membuka jalur perdagangan, serta menyediakan sumber kehidupan. Karena letak Indonesia berada di persilangan Samudra Hindia dan Pasifik, maka laut berfungsi sebagai nadi utama sejarah bangsa. Namun, narasi maritim yang berkembang lebih sering menonjolkan laki-laki, baik sebagai nakhoda kapal, pedagang, maupun pejuang laut. Padahal, muslimah pelaut pun terus hadir sebagai bagian integral dunia maritim, baik melalui aktivitas langsung di laut maupun melalui rantai ekonomi hasil laut.

 

Jejak Historis Muslimah di Laut

Islam sejak awal tidak membatasi ruang gerak perempuan selama mereka menjaga syariat serta kehormatan diri. Bahkan, sejarah Islam mencatat kehadiran Ummu Haram binti Milhan, sahabat Nabi SAW, yang ikut serta dalam ekspedisi laut di masa Khalifah Utsman bin Affan. Kehadirannya menegaskan bahwa perempuan pernah tampil aktif di samudra sejak masa awal Islam. Oleh karena itu, teladan tersebut bisa menginspirasi muslimah pelaut Nusantara yang hingga kini terus berjuang di tengah gelombang tantangan sosial, ekonomi, dan budaya.

Selain itu, tradisi perempuan melaut di Nusantara pun memiliki akar sejarah panjang. Di wilayah Bugis-Makassar, Maluku, hingga pesisir Papua, perempuan pernah ikut berlayar bersama suami bahkan memimpin aktivitas pengolahan serta perdagangan hasil laut. Maka, kiprah perempuan maritim jelas tidak bisa masyarakat kesampingkan begitu saja.

 

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Tantangan Muslimah Pelaut Nusantara

  • Stigma Sosial

Muslimah pelaut menghadapi stigma sosial yang keras. Masyarakat sering menganggap laut sebagai ranah laki-laki, sementara perempuan seolah hanya layak mengurus rumah tangga. Karena pandangan sempit ini, banyak orang menilai perempuan pesisir keluar dari kodrat. Padahal, Islam menilai manusia dari niat, amal, dan kesungguhan, bukan jenis kelamin. Allah menegaskan:

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik…” (QS. An-Nahl: 97).

Ayat ini menegaskan kesetaraan amal saleh, sehingga kerja keras muslimah pelaut harus masyarakat pandang sebagai ibadah jika diniatkan dengan benar.

  • Tekanan Ekonomi

Faktor ekonomi mendorong banyak perempuan pesisir untuk turun langsung ke laut. Pendapatan suami yang tidak menentu membuat mereka mencari nafkah tambahan, baik dengan melaut maupun dengan mengolah hasil tangkapan. Bahkan, dalam banyak kasus, perempuan justru menopang ekonomi keluarga ketika hasil tangkapan menurun. Karena itu, kerja keras mereka bernilai ibadah jika dijalankan dengan cara halal demi menafkahi keluarga.

  • Risiko Keselamatan

Melaut selalu penuh risiko. Ombak besar, cuaca ekstrem, dan keterbatasan peralatan menuntut nyali serta keahlian tinggi. Bagi perempuan, risiko ini terasa lebih berat karena masyarakat sering menilai kondisi fisik mereka lebih lemah. Namun, keteguhan hati, doa, serta solidaritas komunitas pesisir memberi kekuatan. Maka, muslimah pelaut pun tampil sebagai pejuang kehidupan yang tabah.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

 

Kontribusi Sosial dan Ekonomi

Muslimah pesisir tidak hanya melaut. Mereka juga aktif dalam seluruh rantai pasok hasil laut, mulai dari pembersihan, pengolahan ikan, penjemuran, hingga pemasaran di pasar tradisional maupun modern. Karena itu, perempuan berkontribusi langsung pada ketahanan pangan sekaligus menopang ekonomi keluarga. Bahkan, mereka sering mengelola keuangan rumah tangga serta merancang strategi penjualan agar hasil tangkapan lebih bernilai.

Selain itu, mereka juga menjaga pengetahuan tradisional maritim. Misalnya, pemahaman tentang musim penangkapan, arah angin, dan lokasi tangkapan yang baik. Pengetahuan tersebut diwariskan turun-temurun dan menjadi kearifan lokal penting bagi kelestarian laut. Dengan demikian, muslimah pelaut tidak hanya menopang ekonomi, tetapi juga melestarikan budaya maritim Nusantara.

 

Gerakan Perempuan Nelayan

Beberapa dekade terakhir, gerakan perempuan nelayan semakin kuat. Di Demak, Jawa Tengah, sekelompok perempuan memperjuangkan pengakuan hukum sebagai nelayan agar mereka bisa mengakses program bantuan pemerintah. Mereka menolak hanya dilabeli sebagai “istri nelayan” karena mereka juga melaut dan mengolah hasil tangkapan.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Selain itu, organisasi perempuan nelayan di berbagai daerah aktif menginisiasi pelatihan konservasi laut, kampanye lingkungan, dan memperluas jaringan pemasaran hasil laut. Fakta ini menegaskan bahwa muslimah pesisir tidak hanya memikirkan ekonomi keluarga, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan.

 

Inspirasi dari Islam

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang apabila bekerja, ia mengerjakan dengan itqan (profesional).” (HR. Baihaqi).

Hadis ini sangat relevan. Muslimah pesisir selalu bekerja dengan penuh kesungguhan meski masyarakat sering menyepelekan peran mereka. Maka, semangat itqan ini menjadi teladan umat Islam, baik dalam konteks maritim maupun dalam kehidupan secara umum.

 

Kisah muslimah pelaut Nusantara membuktikan bahwa kontribusi perempuan di laut bukan anomali, melainkan bagian alami dari sejarah bangsa maritim. Mereka tidak hanya mencari nafkah, tetapi juga menjaga budaya, pengetahuan tradisional, dan kelestarian laut. Dalam perspektif Islam, kerja keras mereka selaras dengan ajaran agama yang menghargai amal saleh tanpa membedakan jenis kelamin.

Oleh karena itu, meneladani muslimah pelaut berarti menghargai keteguhan hati, kerja keras, dan dedikasi perempuan pesisir dalam mengarungi gelombang kehidupan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement