Opinion
Beranda » Berita » Rahmat Allah: Samudera yang Menerima Sungai Bernama Dosa

Rahmat Allah: Samudera yang Menerima Sungai Bernama Dosa

Samudera luas menerima sungai gelap sebagai simbol rahmat Allah yang menampung dosa manusia.
Ilustrasi metaforis tentang samudera rahmat Allah yang menerima sungai-sungai dosa manusia.

Rahmat Allah adalah samudera yang tak pernah kering, bahkan ketika sungai-sungai dosa mengalir deras menuju ke dalamnya. Dalam kitab al-Tawbīkh karya Imam Ibn Hibbatillāh al-Makkī, manusia ditegur agar tidak tenggelam dalam rasa putus asa, karena ampunan Allah selalu lebih besar dari kesalahan hamba-Nya. Pesan ini begitu relevan di tengah realitas sosial Indonesia hari ini, di mana banyak orang terjerat rasa bersalah yang menyesakkan dada, merasa tak layak kembali kepada Tuhan.

Imam Ibn Hibbatillāh menulis:

«إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ أَوْسَعُ مِنْ ذُنُوبِكَ»
“Sesungguhnya rahmat Allah lebih luas daripada dosamu.”

Kutipan ini adalah tamparan lembut. Kita sering menilai diri dengan kaca mata manusia: jika salah, maka tercela; jika gagal, maka hina. Padahal Allah melihat dengan pandangan kasih sayang. Bahkan dalam Al-Qur’an Allah menegaskan:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا﴾ (الزمر: 53)
“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. Az-Zumar: 53)

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Bukankah ayat ini bagaikan pelukan bagi hati yang retak?

Tangisan Malam, Bunga yang Mekar di Gelap

Dalam kitab al-Tawbīkh juga disebutkan:

«مَنْ بَكَى مِنْ خَوْفِ اللَّهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ وَلَوْ كَانَتْ ذُنُوبُهُ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ»
“Barangsiapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah akan mengampuninya sekalipun dosanya sebesar buih lautan.”

Bayangkan, satu tetes air mata yang jatuh di malam sepi bisa memadamkan api neraka. Seorang pemuda di kampung kecil di Jawa Timur pernah berkata dalam sebuah pengajian, “Saya takut mati dalam keadaan buruk. Tapi saya lebih takut bila saya tak sempat menangis di hadapan Allah.” Kata-kata itu sederhana, namun memantulkan cahaya iman yang murni.

Seorang sahabat pernah berbisik kepada saya:

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

“Apakah engkau yakin Allah mau menerima tobatku? Dosaku terlalu banyak.”
Saya tersenyum, lalu menjawab,
“Bila samudera enggan menerima sungai, apakah masih bisa kita sebut samudera?”

Ia terdiam. Matanya basah. Diam-diam ia mengerti bahwa rahmat Allah tak mengenal ukuran yang bisa dihitung manusia.

Hati yang Kembali, Jalan yang Dibuka

Imam Ibn Hibbatillāh mengingatkan:

«التَّائِبُ مَحْبُوبٌ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ قَدْ أَكْثَرَ الْخَطَايَا»
“Orang yang bertobat itu dicintai Allah, meskipun ia banyak berbuat dosa.”

Di masyarakat kita, stigma seringkali lebih kejam daripada dosa itu sendiri. Mantan napi, pecandu, atau pelaku salah langkah kerap ditolak kembali ke tengah masyarakat. Padahal, rahmat Allah telah membuka jalan, justru kita yang menutup pintunya.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Bayangkan seseorang yang jatuh berkali-kali, namun setiap kali ia berdiri, Allah menyambutnya dengan senyum kasih. Itulah makna tobat. Ia bukan sekadar meninggalkan dosa, tapi kembali ke rumah yang sudah lama menunggu kita.

Langkah Praktis untuk Menyelami Rahmat

  1. Bangun kesadaran: Akui kelemahan, jangan melawan perasaan bersalah, tapi arahkan ia menuju pengampunan Allah.
  2. Tangisi dosa di sepertiga malam: Air mata itu lebih berharga dari segala harta.
  3. Baca istighfar dengan hati: Ucapkan perlahan, rasakan setiap hurufnya menyapu debu hati.
  4. Lakukan amal sederhana: Sedekah kecil atau doa untuk orang lain adalah tanda kesungguhan kembali.
  5. Bergaul dengan orang saleh: Lingkungan baik adalah pelabuhan yang aman setelah badai dosa.

Imam Ibn Hibbatillāh menulis lagi:

«لَوْ عَلِمَ الْعَبْدُ سِعَةَ رَحْمَةِ اللَّهِ لَمْ يَيْأَسْ أَبَدًا»
“Seandainya seorang hamba mengetahui luasnya rahmat Allah, niscaya ia tidak akan pernah berputus asa.”

Pesan ini meneguhkan. Kita bukanlah makhluk yang diikat oleh dosa, melainkan jiwa yang ditarik oleh rahmat. Di tengah hiruk-pikuk kota, di antara gedung-gedung yang tinggi dan hati-hati yang letih, manusia tetap punya kesempatan untuk kembali

Rahmat Allah adalah samudera yang selalu menerima sungai bernama dosa. Tidak ada kesalahan yang terlalu besar, tidak ada luka yang terlalu dalam, jika hati masih tahu jalan pulang. Semoga kita semua didekap oleh kasih sayang Allah, dibasuh oleh ampunan-Nya, dan dilunakkan oleh cinta-Nya.

Apakah engkau siap berenang di samudera rahmat itu, atau masih ingin duduk di tepi, menghitung dosa yang tak ada habisnya?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement