Opinion
Beranda » Berita » Iri Adalah Api Kecil: Membakar Hati Sebelum Membakar Lawanmu

Iri Adalah Api Kecil: Membakar Hati Sebelum Membakar Lawanmu

ilustrasi api kecil di hati melambangkan iri hati
Ilustrasi realistik seorang manusia duduk dalam gelap, di dadanya ada api kecil yang menyala, melambangkan iri hati.

Iri hati dalam Islam sering digambarkan sebagai api yang merambat tanpa terlihat. Kitab al-Tawbīkh karya Imam Ibn Ḥibbatillāh al-Makkī menyingkap bahwa hasad bukan hanya merusak hubungan antarmanusia, tapi juga memakan habis amal kebaikan. Di Indonesia, kita melihat api kecil ini di ruang kerja, di sekolah, bahkan di lingkaran keluarga—ketika tetangga mendapat rezeki, atau ketika teman meraih keberhasilan.

Imam Ibn Ḥibbatillāh menulis:

الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Hasad memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.”

Apakah pantas kita menyalakan api yang membakar diri sendiri, hanya karena tak sanggup melihat cahaya orang lain?

“Kenapa wajahmu murung, padahal rekanmu baru dapat promosi?” tanya saya kepada seorang kawan.
Ia menjawab lirih, “Entah, aku merasa sempit di dada. Seakan kebahagiaan orang lain mencuri bahagiaku.”
Saya menepuk bahunya, “Bahagiamu bukan berkurang karena keberhasilan orang lain. Yang berkurang hanyalah ketenangan hatimu, saat iri menyelinap.”

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Potret Sosial: Dari Kampung ke Kota

Di kampung, iri hadir saat tetangga memperbaiki rumah. Di kota, ia hadir dalam bentuk persaingan karier, iri pada gaji, kendaraan, atau jumlah pengikut media sosial. Fenomena ini semakin nyata di era digital. Penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa media sosial memperkuat rasa iri karena manusia cenderung membandingkan hidupnya dengan “panggung” orang lain. Padahal yang ditampilkan hanyalah potongan terbaik, bukan kenyataan penuh.

Imam Ibn Ḥibbatillāh berkata:

مَا رَأَيْتُ ظَالِمًا أَشْبَهَ بِمَظْلُومٍ مِنَ الْحَاسِدِ
“Aku tidak pernah melihat orang zalim yang lebih mirip orang terzalimi daripada orang yang hasad.”

Orang iri sebenarnya menzalimi dirinya, karena setiap detik yang terbakar oleh dengki adalah luka bagi jiwanya sendiri.

Al-Qur’an mengingatkan:

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (الفلق: 5)
“Dan dari kejahatan pendengki ketika ia dengki.” (QS. al-Falaq: 5)

Ayat ini mengajarkan dua hal: bahaya hasad nyata, dan perlindungan dari Allah adalah benteng utama. Hasad bukan sekadar emosi, ia bisa menjadi racun sosial yang merusak tatanan keluarga, masyarakat, bahkan bangsa.

Iri Membakar Hati Lebih Dahulu

Ketika seseorang iri, ia sebenarnya menolak takdir Allah. Imam Ibn Ḥibbatillāh mengingatkan:

الْحَاسِدُ مُعَادٍ لِنِعْمَةِ اللهِ، رَاضٍ لِنَقْمَتِهِ
“Orang yang hasad memusuhi nikmat Allah dan meridai murka-Nya.”

Betapa kerasnya kalimat ini. Dengki bukan sekadar kelemahan emosional, tapi bentuk halus dari permusuhan terhadap kehendak Ilahi.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Dalam jalan sufi, syukur adalah air yang memadamkan api iri. Saat kita mensyukuri nikmat sekecil apa pun, jiwa menemukan keseimbangannya. Ibn Ḥibbatillāh menutup dengan kalimat lembut:

مَنْ قَنِعَ غَنِيَ، وَمَنْ حَسَدَ بَقِيَ فَقِيرًا
“Barangsiapa ridha (dengan bagian hidupnya), maka ia kaya; dan barangsiapa hasad, ia akan tetap miskin.”

Kekayaan hati jauh lebih bernilai daripada limpahan harta.

Iri adalah api kecil yang pertama kali membakar hati sendiri.

Syukur dan tawadhu adalah air yang memadamkan dengki.

Keberhasilan orang lain tidak mencuri takdirmu, justru menegaskan luasnya karunia Allah.

 

Langkah Praktis Memadamkan Api Iri

  1. Ucapkan doa untuk yang berhasil – setiap kali iri muncul, doakan agar Allah memberkahinya.
  2. Syukuri nikmat kecil – catat tiga hal setiap hari yang membuatmu bahagia.
  3. Latih empati sosial – lihat perjuangan orang lain, bukan hanya hasilnya.

Kurangi perbandingan digital – batasi waktu menatap media sosial.

Riset dari University of California menemukan bahwa praktik syukur menurunkan stres dan meningkatkan kepuasan hidup. Dalam tradisi Islam, syukur adalah inti dari kerendahan hati dan jalan menuju ketenangan.

Ya Allah, padamkanlah api iri di hati kami, gantikan dengan cahaya syukur dan kasih. Jadikan setiap keberhasilan orang lain sebagai cermin bahwa rahmat-Mu tiada batas.

Apakah kita rela terus membawa api kecil ini, membakar hati perlahan, ataukah saatnya menyalakan air jernih syukur dalam jiwa?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement