SURAU.CO – Tangis anak yatim yang kehilangan ayahnya. Ada fakir miskin yang akan menambah hutangnya. Meninggalnya suami meninggalkan janda yang harus menanggung beban hidup anak-anaknya sendirian.
Dulu bila dapat besek kematian , ana berucap Alhamdulillah…. Ternyata salah ya ? Ada seseorang yang menyembunyikan tangis pilu di balik besek tersebut.
ADA SEORANG IBU MENGADU DENGAN SANGAT SEDIH
Bahwa ia tak punya uang untuk mengadakan tahlilan kematian di rumahnya, mau hutang juga susah. Keadaan keuangan yang terbatas membuatnya tidak mampu mengadakan tahlilan kematian di rumahnya, dan ia juga kesulitan jika harus berhutang.
Kemudian Seorang ustadz menjelaskan tidak usah mengadakan tahlilan kematian itu, karena itu bukan dari ajaran islam.
Si ibu langsung berbinar mukanya, seketika mukanya ceria. Fitrohnya gembira mengetahui hal yang memberatkan itu bukan kewajiban dalam islam.
Ijmak Ulama bahwa Nabi, para sahabat, dan para imam madzhab tidak pernah tahlilan
Tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in, serta empat imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, dan Ahmad) sama sekali tidak pernah melaksanakan acara tahlilan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah kehilangan banyak saudara, karib kerabat, dan juga para sahabat beliau yang meninggal di masa kehidupan beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menyelenggarakan acara tahlilan untuk mengenang orang yang meninggal.
Ketika anak-anak beliau, Ruqooyah, Ummu Kaltsum, Zainab, dan Ibrahim radhiallahu ‘anhum meninggal dunia semasa hidup beliau, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melaksanakan tahlilan untuk mereka.
Istri beliau yang sangat beliau cintai Khodijah radhiallahu ‘anhaa juga meninggal di masa hidup beliau, akan tetapi sama sekali tidak beliau tahlilkan.
Jangankan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 bahkan sehari saja tidak beliau tahlilkan. Ketika kerabat dan sahabat-sahabat beliau meninggal, seperti Hamzah bin Abdil Muthholib, Ja’far bin Abi Thoolib, dan banyak sahabat yang gugur di medan perang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melaksanakan tahlilan untuk mereka. Demikian pula jika kita beranjak kepada zaman al-Khulafaa’ ar-Roosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali)
Nah lantas apakah acara tahlilan yang tidak dikenal oleh Nabi dan para sahabatnya, bahkan bukan merupakan syari’at tatkala itu, lantas sekarang berubah statusnya menjadi syari’at yang sunnah untuk dilakukan? bahkan wajib? Sehingga jika ditinggalkan maka timbulah celaan? Masihkah kita akan tetap terus menggandrungi amalan bid’ah ini..?
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan,
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ “Setiap kesesatan tempatnya di neraka.”
ittiba.or.id. Nas-alulloha At-Taufiq wal Istiqomah ‘alas Sunnah
REMINDER SHALAT DHUHA: Do’a Usai Shalat Dhuha.
اللهم اغفر لي، وتب علي، إنك أنت التواب الرحيم” حتى قالها مائة مرة “Allaahummagh firlii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim” Ya Allah, ampunilah dosaku, dan terimalah taubatku, sungguh Engkau adalah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (100x) (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad).
Beberapa Waktu Shalat Dhuha
1. Ketika matahari meninggi, sekitar 10 atau 15 menit setelah matahari terbit (disesuaikan wilayah masing-masing), atau sekitar pukul 06.00. Maka shalat Dhuha dimulai pukul 06.10 atau 6.15.
2. Waktu terbaik adalah jam 10 pagi. (Ummay Wong)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
