Hati itu bagaikan taman; subur atau gersang tergantung pada apa yang kita siram ke dalamnya. Dalam Qūt al-Qulūb, Abu Thalib al-Makki, seorang ulama sufi abad ke-4 H, menekankan bahwa hati manusia adalah cermin yang memantulkan cahaya Ilahi ketika disirami zikir, dan menjadi gelap ketika dibiarkan kosong. Abu Thalib al-Makki, lahir di Baghdad, dikenal dengan karya monumental ini yang menekankan pentingnya memperhatikan kebersihan batin, ketulusan, dan keikhlasan dalam setiap perbuatan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering lupa menyirami taman hati dengan zikir. Seperti Pak Jamil, seorang tukang kopi di Surabaya, yang setiap pagi membuka warungnya sambil membaca doa kecil dan zikir:
“Ya Allah, bersihkan hati ini sebelum aku membersihkan kopiku,” ujarnya tersenyum.
Hanya dengan rutinitas sederhana itu, Pak Jamil merasa damai menghadapi pelanggan dan hiruk-pikuk kota.
Siraman Zikir Membuka Pintu Kedamaian
Abu Thalib al-Makki menulis:
إِنَّمَا الْقَلْبُ يَسْتَقِيمُ بِالذِّكْرِ وَيَخْشَى بِاللهِ
“Sesungguhnya hati menjadi lurus dengan zikir dan takut hanya kepada Allah.”
Makna dalam konteks modern: hati yang sibuk dengan pekerjaan, media sosial, atau kekhawatiran hidup akan menemukan ketenangan hanya dengan menenggelamkan diri sejenak dalam zikir yang tulus. Penelitian psikologi menunjukkan bahwa meditasi dan doa rutin menurunkan stres dan meningkatkan kesehatan mental—sebuah konfirmasi ilmiah atas hikmah kuno ini.
Hati yang disirami zikir akan memancarkan cahaya, bahkan di tengah gelapnya dunia modern. Sama seperti taman yang diberi air dan pupuk, ia akan menumbuhkan bunga kesabaran, pohon keikhlasan, dan rumput syukur.
Menjaga Hati dari Gulma Dosa
Seperti taman, hati juga penuh kemungkinan gulma: iri, marah, dan kesombongan. Abu Thalib al-Makki menasihati:
وَاحْفَظِ القَلْبَ مِنَ الغَفْلَةِ فَإِنَّهَا أَمُّ كُلِّ شَرٍّ
“Jagalah hati dari kelalaian, karena itu adalah induk dari segala keburukan.”
Fenomena sosial di Indonesia menunjukkan betapa banyak orang terseret dalam keserakahan atau iri hati—dari persaingan bisnis kecil hingga konflik keluarga—karena tidak menjaga “taman” hatinya. Namun, menanam kebajikan sederhana seperti menolong tetangga atau menyapa orang tua dengan tulus, bagaikan mencabut gulma sebelum ia menguasai taman hati.
Langkah Praktis: Membersihkan Hati Setiap Hari
- Mulailah pagi dengan zikir ringan, misal: “Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.”
- Evaluasi hati: tuliskan satu sifat buruk yang ingin diperbaiki hari itu.
- Lakukan satu tindakan nyata untuk menumbuhkan kebaikan—senyum, doa untuk orang lain, atau sedekah kecil.
Hati yang Berbicara dengan Allah
Abu Thalib al-Makki mengingatkan:
القَلْبُ يَتَكَلَّمُ مَعَ اللهِ عَبْرَ الصَّمْتِ وَالإِخْلَاصِ
“Hati berbicara dengan Allah melalui kesunyian dan keikhlasan.”
Hati kita sering terlalu riuh dengan kebisingan dunia. Namun, seperti seorang anak yang berbicara pada ibunya hanya lewat tatapan dan senyuman, hati bisa berkomunikasi dengan Sang Pencipta tanpa kata-kata panjang. Saat Anda menenangkan diri, menarik napas panjang, dan menenggelamkan pikiran pada zikir, itulah saat hati benar-benar berbicara.
“Aku lelah, tapi hatiku damai,” kata Siti, guru SD di kampung yang setiap sore menutup kelas dengan doa bersama murid-muridnya.
“Bagaimana bisa damai di tengah tugas menumpuk?” tanya muridnya.
“Karena hatiku sudah seperti taman yang disiram, nak.”
Menyirami Taman dengan Syukur dan Zikir
Syukur adalah air terbaik bagi taman hati. Abu Thalib al-Makki menegaskan:
فَاجْعَلِ الشُّكْرَ مَاءً لِقَلْبِكَ فَيَنْبُتُ الطُّمَأْنِينَةُ
“Jadikan syukur sebagai air bagi hatimu, maka ketenangan akan tumbuh.”
Dalam budaya Indonesia, kita melihat fenomena unik: orang-orang yang mampu bersyukur meski sederhana—penjual sayur yang tersenyum meski hujan deras, ibu rumah tangga yang tetap bersyukur dengan keluarga kecilnya—mereka adalah orang-orang yang hatinya subur, taman yang memancarkan keindahan meski dunia sekitarnya keras.
Renungan Singkat:
Hati yang disirami zikir akan memancarkan cahaya, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.
Syukur dan doa sederhana setiap hari lebih berharga daripada harta berlimpah tanpa ketenangan batin.
Menutup Pintu Gelap, Membuka Pintu Cahaya
Terakhir, Abu Thalib al-Makki berpesan:
أَغْلِقِ بَابَ القَلْبِ عَنِ الشَّهَوَاتِ وَافْتَحْهُ لِلرَّحْمَةِ
“Tutuplah pintu hati dari hawa nafsu dan bukalah untuk rahmat.”
Hidup ini adalah perjalanan menata taman hati. Setiap langkah, setiap nafas, adalah kesempatan untuk menabur benih kebaikan, menyirami dengan zikir, dan menyingkirkan gulma dosa. Saat kita menutup pintu hawa nafsu dan membuka pintu rahmat, hati kita menjadi taman yang damai, memancar, dan siap menerima cahaya Ilahi.
Ya Allah, jadikan hatiku taman yang selalu disirami zikir dan syukur, agar aku mampu menebar kedamaian kepada diri sendiri dan sesama. Amin.
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
