Silaturahmi bukan sekadar kunjungan atau salam sapa, melainkan aliran cahaya yang menghubungkan hati. Dalam kitab Qūt al-Qulūb karya Abu Thalib al-Makki, silaturahmi dipandang sebagai amal yang bukan hanya mengikat keluarga, tetapi juga memperluas rahmat Allah dalam kehidupan sosial. Di negeri seperti Indonesia, di mana gotong royong menjadi nafas budaya, silaturahmi adalah denyut yang menjaga bangsa tetap hangat di tengah perubahan zaman.
Abu Thalib al-Makki (w. 386 H) adalah seorang ulama besar yang hidup di Makkah dan Basrah. Karyanya Qūt al-Qulūb dikenal sebagai salah satu rujukan tasawuf klasik yang menekankan pentingnya hati, ibadah, dan hubungan manusia dengan Allah dan sesama. Dari pemikiran beliau, kita dapat menyerap bahwa silaturahmi adalah energi yang mampu melintasi ruang batin, menyatukan manusia dalam kasih dan keberkahan.
Hati yang Lelah, Jiwa yang Rindu Bertemu
Di tengah kesibukan kota, seorang pekerja muda bercerita:
“Aku pulang kampung setelah dua tahun. Saat melihat senyum ibu, rasa lelah seakan luruh. Aku baru mengerti, silaturahmi bukan sekadar hadir, tapi menyambung ruh.”
Fenomena ini terasa akrab di banyak keluarga Indonesia. Migrasi kerja, urbanisasi, bahkan individualisme digital membuat silaturahmi kerap terlupa. Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadis ini menegaskan: silaturahmi bukan sekadar etika sosial, melainkan pintu rezeki dan keberkahan usia.
Cahaya Silaturahmi dalam Pandangan Abu Thalib al-Makki
Abu Thalib al-Makki menulis dalam Qūt al-Qulūb:
…وَصِلَةُ الرَّحِمِ مِفْتَاحٌ لِلنِّعَمِ وَسَبَبٌ لِطُولِ الْأَجَلِ…
“Silaturahmi adalah kunci bagi nikmat dan sebab panjangnya umur.”
Terjemahannya menyingkap rahasia: silaturahmi mengundang limpahan nikmat Allah, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga ketenteraman batin.
Beliau juga menegaskan:
وَمَنْ قَطَعَ رَحِمَهُ قَطَعَ اللَّهُ عَنْهُ بَرَكَتَهُ
“Barangsiapa memutus silaturahmi, Allah memutus darinya keberkahan.”
Kalimat ini seperti peringatan halus: jangan biarkan kesombongan, gengsi, atau urusan dunia memutus ikatan hati yang seharusnya menyambung cahaya.
Jembatan Hati di Tengah Riuh Zaman
Di kampung-kampung Indonesia, silaturahmi masih hidup dalam bentuk arisan, tahlilan, kenduri, atau sekadar bertamu sambil membawa buah tangan. Namun di kota besar, sudah mulai bergeser ke layar ponsel, digantikan emoji atau ucapan singkat.
Seorang anak berkata pada ayahnya:
Anak: “Ayah, apakah video call itu sudah cukup untuk silaturahmi?”
Ayah: “Cukup untuk menjaga kabar, tapi tidak cukup untuk merasakan pelukan. Silaturahmi butuh sentuhan.”
Dialog sederhana ini mencerminkan realitas sosial kita: ada kerinduan yang tak tergantikan oleh teknologi.
Renungan dari Cahaya Qūt al-Qulūb
Abu Thalib al-Makki juga menulis:
إِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ تُطَهِّرُ الْقَلْبَ وَتُزَكِّي الْعَمَلَ
“Sesungguhnya silaturahmi membersihkan hati dan menyucikan amal.”
Dan beliau menambahkan:
وَهِيَ مِنْ أَسْبَابِ دُخُولِ الْجَنَّةِ
“Ia termasuk sebab seseorang masuk surga.”
Kedua kutipan ini membawa kita pada kesadaran: silaturahmi bukan hanya urusan dunia, melainkan jalan menuju akhirat.
Ibarat adalah jembatan. Jika ia kokoh, manusia akan menyeberang bersama; jika ia runtuh, hati-hati akan terpisah dalam kesepian.
Langkah Praktis Menjaga Silaturahmi
- Sisihkan waktu khusus setiap pekan untuk berkunjung atau setidaknya menghubungi keluarga.
- Mulai dari yang terdekat: orang tua, saudara kandung, lalu tetangga.
- Gunakan teknologi sebagai jembatan, bukan pengganti. Video call bisa jadi pengingat untuk segera berkunjung.
- Hadir dengan hati: saat bertemu, letakkan gawai, tatap wajah mereka, dan dengarkan cerita dengan sabar.
- Bawa kebaikan kecil: senyum, doa, atau buah tangan. Kecil di tangan, besar di hati.
Silaturahmi adalah jembatan hati yang menyambung cahaya, sebagaimana embun yang jatuh di pagi hari: sederhana namun menyuburkan kehidupan. Semoga kita diberi kekuatan untuk menjaga ikatan ini, karena di balik setiap pertemuan ada doa, dan di balik setiap pelukan ada berkah.
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَوَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْوَاصِلِينَ لِلرَّحِمِ
Ya Allah, satukanlah hati kami, tuntun kami kepada yang Engkau cintai, dan jadikanlah kami hamba-hamba yang menyambung rahim.
Apakah kita masih mau menunda untuk menyapa mereka yang merindukan pelukan kita?
* Reza Andik Setiawan
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
