Istiqamah adalah rahasia perjalanan ruhani, bagaikan sungai yang tak pernah berhenti mengalir menuju lautan. Dari mata air kecil di pegunungan hingga luasnya samudra, ia terus bergerak tanpa letih. Begitu pula seorang hamba: istiqamah bukanlah sekadar sekali ibadah, melainkan kesinambungan cinta kepada Allah yang tak terputus.
Di dalam kitab Qūt al-Qulūb, Abu Thalib al-Makki menekankan bahwa istiqamah lebih mulia daripada seribu karamah. Beliau hidup di Baghdad pada abad ke-10, lalu bermukim di Mekah hingga wafat pada tahun 996 M. Warisannya melalui kitab ini memengaruhi para ulama besar, termasuk Imam al-Ghazali. Abu Thalib menggambarkan istiqamah sebagai cahaya yang menjaga seorang hamba tetap teguh di jalan-Nya, meski dunia menawarkan seribu pesona.
Kitab Qūt al-Qulūb bukan sekadar nasihat moral, melainkan peta perjalanan ruhani. Abu Thalib al-Makki menulis:
الِاسْتِقَامَةُ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ كَرَامَةٍ
“Istiqamah lebih utama daripada seribu karamah.”
Kata-kata itu menegaskan bahwa keajaiban terbesar bukanlah berjalan di atas air, melainkan tetap sujud di sajadah meski hidup terasa berat.
Beliau juga menulis:
الِاسْتِقَامَةُ هِيَ الْبَابُ الْأَعْظَمُ إِلَى اللَّهِ
“Istiqamah adalah pintu agung menuju Allah.”
Inilah rahasia yang sering luput: kita sibuk mencari jalan pintas menuju kemuliaan, padahal kunci utamanya adalah konsistensi hati.
Ketabahan yang Menjadi Keajaiban Sehari-hari
Dalam kehidupan sosial Indonesia, istiqamah bisa kita lihat dalam wajah-wajah sederhana: nelayan yang terus melaut meski ombak ganas, pedagang kecil yang tetap jujur meski rezekinya pas-pasan, atau seorang santri di pesantren desa yang istiqamah bangun tahajud walau tubuhnya lelah.
Seorang guru honorer pernah berkata pada saya:
“Saya tak tahu apakah doa saya sampai, tapi saya hanya ingin tetap mengajar. Mungkin inilah istiqamah kecil saya.”
Saya terdiam, merasa bahwa di balik kesederhanaan itu, ada sungai spiritual yang terus mengalir tanpa henti.
Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka istiqamah, maka malaikat turun kepada mereka.” (QS. Fussilat: 30)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
“Katakanlah: ‘Aku beriman kepada Allah,’ lalu istiqamahlah.” (HR. Muslim)
Hadits ini ringkas, namun seperti sungai: mengalir jernih, terus memberi kehidupan bagi yang haus.
Abu Thalib al-Makki menambahkan mutiara hikmah:
الِاسْتِقَامَةُ هِيَ الدَّرَجَةُ الَّتِي يَبْلُغُ بِهَا الْعَبْدُ مَرَاتِبَ الْمُقَرَّبِينَ
“Istiqamah adalah derajat yang mengantarkan seorang hamba ke maqam para muqarrabin (yang dekat dengan Allah).”
Dan beliau menutup dengan peringatan lembut:
مَنْ دَامَ عَلَى طَاعَةِ رَبِّهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَبْلٍ مَتِينٍ
“Barang siapa konsisten dalam taat kepada Tuhannya, maka ia telah berpegang pada tali yang kokoh.”
Istiqamah lebih mulia dari seribu karamah.
Konsistensi dalam ibadah adalah pintu menuju Allah.
Keajaiban hidup sejati adalah kesetiaan hati, bukan fenomena luar biasa.
Langkah Praktis
- Jadikan satu amalan kecil harian sebagai pegangan (misalnya shalat dhuha, membaca Qur’an, atau sedekah sederhana).
- Jaga niat agar ibadah dilakukan dengan tulus, bukan demi pujian.
- Ingatlah bahwa istiqamah adalah perjalanan panjang; jangan menyerah ketika merasa lelah.
Istiqamah adalah aliran sungai yang tak pernah letih menuju laut. Ia tidak tergesa, tapi pasti. Semoga kita termasuk mereka yang istiqamah dalam iman, hingga akhirnya bermuara pada kasih Allah.
اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ، وَارْزُقْنَا الِاسْتِقَامَةَ فِي كُلِّ نَفَسٍ
Apakah sungai istiqamah itu sudah mengalir di hatimu hari ini?
* Reza Andik Setiawan
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
