Opinion
Beranda » Berita » Karamah: Embun yang Turun di Pagi Jiwa

Karamah: Embun yang Turun di Pagi Jiwa

Embun spiritual di pagi hari sebagai simbol karamah dalam tasawuf.
Ilustrasi realistik bernuansa filosofis, menggambarkan karamah sebagai embun yang turun di pagi hari.

Karamah adalah anugerah Ilahi yang turun laksana embun, menyentuh jiwa yang dahaga dengan kelembutan tak terduga. Di pagi kehidupan yang penuh hiruk-pikuk, kita sering lupa bahwa mukjizat bukan hanya milik para nabi, melainkan juga bisa menjelma sebagai karamah para wali—tanda kasih Allah kepada hamba yang dekat.

Abu Thalib al-Makki, seorang ulama sufi abad ke-10 yang menulis Qūt al-Qulūb, menjelaskan bahwa karamah bukanlah tujuan, melainkan buah dari ma‘rifat dan istiqamah. Beliau, yang hidup di Baghdad dan kemudian menetap di Mekah, menekankan bahwa jalan ruhani adalah perjalanan menyucikan hati, bukan mengejar keajaiban.

Jejak Abu Thalib al-Makki

Kitab Qūt al-Qulūb menjadi salah satu rujukan penting bagi para sufi setelahnya, bahkan memengaruhi karya monumental Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din. Abu Thalib menulis dengan bahasa yang lembut, penuh hikmah, menekankan keseimbangan antara syariat dan hakikat. Beliau mengingatkan, karamah sejati bukanlah berjalan di atas air atau terbang di udara, melainkan kemampuan menundukkan hawa nafsu dan istiqamah dalam ibadah.

Di tengah realitas sosial Indonesia, kita sering menyaksikan keajaiban kecil: seorang ibu yang tetap tersenyum meski hidup dalam keterbatasan, seorang guru yang tetap sabar mendidik meski gajinya minim, atau seorang petani yang tidak berhenti berdoa meski musim tak menentu. Itu semua, bila dipandang dengan mata hati, adalah karamah keseharian.

Seorang kawan pernah berkata dalam percakapan sederhana di warung kopi:

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

“Mungkin kita terlalu sibuk mencari karamah di langit, padahal ia menetes di tanah, dalam peluh orang-orang yang ikhlas.”

Saya terdiam, merasakan kebenaran ucapannya.

Cahaya dari Kitab Qūt al-Qulūb

Dalam Qūt al-Qulūb, Abu Thalib menulis:

مِنْ أَعْظَمِ الْكَرَامَةِ اسْتِقَامَةُ الْعَبْدِ عَلَى طَاعَةِ رَبِّهِ

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

“Di antara karamah terbesar adalah keteguhan seorang hamba dalam ketaatan kepada Tuhannya.”

Kutipan ini menegaskan bahwa mukjizat sejati bukanlah hal lahiriah yang memukau pandangan, melainkan konsistensi jiwa dalam ibadah.

Beliau juga menambahkan:

إِنَّ الْكَرَامَةَ لَا تُطْلَبُ بَلْ تُعْطَى

“Sesungguhnya karamah tidak dicari, melainkan dianugerahkan.”

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Kalimat itu menjadi penawar bagi mereka yang salah kaprah mengejar keajaiban, padahal seharusnya mengejar cinta Ilahi.

Al-Qur’an mengingatkan:

إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

(“Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” – QS. Yunus: 62)

Hadits Nabi ﷺ juga berkata:

‏‏إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ الْعَبْدَ نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ‏

(“Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril: ‘Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia.’” – HR. Bukhari Muslim)

Cinta Allah adalah inti karamah, dan cinta itu tercermin dalam amal yang ikhlas.

Indonesia hari ini dipenuhi tantangan: krisis ekonomi, konflik sosial, dan pergeseran moral. Namun di sela-selanya, kita masih menyaksikan embun karamah dalam bentuk gotong royong, doa-doa di surau kecil, dan keikhlasan warga desa menjaga alam.

Dalam Qūt al-Qulūb, Abu Thalib al-Makki juga menulis:

مَنْ أَخْلَصَ الْعَمَلَ لِلَّهِ أَظْهَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ بَرَكَاتٍ خَفِيَّةً

“Barang siapa mengikhlaskan amalnya karena Allah, niscaya Allah menampakkan padanya berkah-berkah tersembunyi.”

Dan beliau menutup dengan sebuah peringatan lembut:

لَيْسَتِ الْكَرَامَةُ لِمَنْ كَانَ لَهُ خَارِقٌ، بَلْ لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَادِقٌ

“Karamah itu bukan milik orang yang memiliki keajaiban lahir, melainkan milik orang yang memiliki hati yang jujur.”

Karamah bukan tujuan, melainkan buah dari cinta Ilahi.
Mukjizat terbesar adalah istiqamah dalam ibadah.
Keajaiban kecil di sekitar kita adalah tanda kasih Allah yang sering tak kita sadari.

Langkah Praktis

Mulailah hari dengan zikir dan doa sederhana, meski hanya lima menit.

Jaga niat agar setiap amal, sekecil apa pun, hanya untuk Allah.

Lihat sekeliling dengan mata hati: temukan karamah dalam senyum, sabar, dan ketulusan orang-orang biasa.

Karamah adalah embun yang turun di pagi jiwa, membasuh dahaga hati yang merindukan kasih-Nya. Semoga kita termasuk hamba yang tidak sibuk mengejar keajaiban, melainkan sibuk mengejar cinta.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَوْلِيَائِكَ الَّذِينَ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Apakah engkau siap merasakan embun itu menetes di hatimu hari ini?

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement